Scroll untuk membaca artikel
Candra Kartiko | Lintang Larissya
Ilustrasi Ghosting. (pixabay)

Istilah ‘ghosting’ tak lagi asing dalam konteks kisah percintaan masa kini. Isitlah gaul ini sendiri sering digunakan untuk menyebut seseorang yang tiba-tiba menghilang dari kehidupan orang lain tanpa alasan yang jelas bak hantu, atau mengakhiri hubungan secara mendadak dan memutuskan komunikasi.

Melihat penjelasan di atas, arti ghosting sendiri ternyata tidak hanya berlaku hubungan percintaan saja, melainkan juga hubungan lainnya seperti pertemanan atau bahkan hubungan kerja.

Tahukah kamu, perilaku ghosting dapat dikategorikan sebagai bentuk kekerasan? Kekerasan merupakan tindakan yang disengaja untuk tujuan menindas. Baik secara langsung maupun tidak langsung, ghosting dapat membuat korban merasakan kesakitan yang luar biasa. 

Efek samping dari perilaku ghosting dapat dirasakan oleh seseorang yang menerima perlakuan tersebut. Tanpa disadari dampaknya berpengaruh terhadap kehidupan dan psikologis korbannya. Tindakan yang terlihat sepele tersebut nyatanya dapat membuat korban merasa tidak layak dan tidak dihargai. Tentunya perasaan ini juga akan menghasilkan rasa bersalah, trust issue, hingga trauma bertemu dengan orang baru.

Tidak hanya berpengaruh pada dampak psikologi saja, ghosting juga dapat memicu pada stres fisik yang diakibatkan oleh perasaan bingung dengan situasi dan kondisi yang sedang terjadi, misalnya pusing dan lemas, sehingga aktivitas sehari-hari dapat terganggu. Hal tersebut disebabkan ketika seseorang terluka secara emosional sehingga fisik mereka juga ikut terpengaruh.

Melansir laman Very Well Mind, berikut ini adalah cara yang dapat membantu korban ghosting untuk tetap sadar dan tidak berlarut-larut dalam kesedihan akibat ditinggalkan.

Stop ‘Menghukum’ Diri Sendiri

Korban ghosting kebanyakan akan bertanya-tanya mengenai kesalahan apa yang pernah ia lakukan sehingga membuat orang tersebut meninggalkan mereka, sebab tidak ada penjelasan yang didapatkannya dan tidak menemukan penyebabnya secara tidak sengaja pribadi korban akan membentuk sebuah ‘hukuman’ dengan menyalahkan diri sendiri secara berkelanjutan. Tingkat tertinggi dari menghukum diri adalah dengan mengonsumsi minuman beralkohol atau penyalahgunaan obat-obatan terlarang. Menghindari hal yang sudah disebutkan, alangkah baiknya jika korban ghosting dapat mengendalikan perasaannya untuk tidak sedih berkelanjutan dan berhenti menghukum diri sendiri. 

Fokus dengan Diri Sendiri

Setelah perilaku ghosting terjadi, alih-alih merasa malu coba deh untuk lebih fokus pada diri sendiri. Coba untuk melakukan hobi baru, habiskan waktu bersama keluarga dan teman, atau aktivitas bahagia lainnya yang bisa membuat kamu lebih cepat untuk melupakan si dia.

Gunakan kesempatan ini untuk lebih menghargai, mengenal, dan mencintai diri. Ketika lebih fokus dengan diri sendiri, niscaya kamu tidak punya waktu untuk memikirkan orang lain yang pernah menyakiti hatimu.

Membangun Pertahanan Tubuh

Dampak ghosting bisa berbeda-beda antara satu orang dengan yang lainnya. Atasi kondisi ghosting dengan memberikan waktu untuk berdamai dan menerima sesuatu yang sudah terjadi. Dilansir dari laman yang sama mengutip pernyataan David C. Leopold, MD DABFM, DABOIM, dan Network Medical Director for Integrative Health and Medicine di Hackensack menyebut ketika seseorang telah mengalami tantangan kesehatan emosional atau mental diperlukannya membangun ketahanan dan meningkatkan selflove.

Membangun pertahanan tubuh termasuk aktivitas fisik seperti memprioritaskan tidur, mengoptimalkan nutrisi, menumbuhkan makna dan tujuan hidup, hingga mengurangi stres.

Sebenarnya ghosting akan mempengaruhi korban dan pelaku. Dengan meminimalisir ghosting bisa menjadi salah satu bentuk latihan untuk lebih menghargai diri sendiri dan juga orang lain. Maka dari itu budayakan untuk tidak meng-ghosting, semua bisa dibicarakan terlebih dahulu, kok!

Lintang Larissya