Pemahaman perilaku stalking kerap diartikan dengan sikap mengintai, mengawasi, dan mencari tahu sesuatu secara sembunyi-sembunyi. Namun, dalam arti yang lebih ilmiah, perilaku stalking justru cenderung mengarah pada gangguan mental dab kepribadian akibat indikasi munculnya delusi dalam diri pelaku.
Pelaku stalking pada akhirnya menciptakan ketidaknyamanan karena upaya yang dilakukan saat mencari perhatian berlebihan dan mengikuti hingga berkeliaran di sekitar orang lain. Bahkan parahnya lagi ada yang sampai merusak properti dan mengancam melakukan hal berbahaya pada korban stalking.
BACA JUGA: Jokowi Bakal Larang Penjualan Rokok Batangan: "Ngeteng Aja Diatur, Nyebat Makin Berat"
Lalu, kenapa seseorang bisa melakukan stalking? Ada tiga alasan utama yang dianggap bisa mendorong perilaku stalking ini. Simak penjelasannya berikut ini.
1. Mengalami penolakan
Tidak dimungkiri bahwa perilaku stalking yang kerap terjadi justru berawal dari orang-orang di sekitar yang mungkin dikenal, seperti mantan, sahabat, atau fans jika korban berasal dari kalangan selebriti. Meski bersumber dari orang terdekat, tapi biasanya alasan utama yang menguatkan tidak jauh dari penolakan yang dialami pelaku.
BACA JUGA: Timnas Indonesia Bantai Brunei Darussalam, Shin Tae-yong Masih Ragu Bisa Kalahkan Thailand
Tujuan perilaku stalking seperti keinginan memperbaiki hubungan mungkin masih bisa dimaklumi dalam intensitas wajar. Hanya saja jika sudah mulai menganggu kenyamanan korban, tentu hal ini tidak lagi mengarah pada sikap positif. Bahkan ada pelaku stalking yang melakukannya karena tujuan balas dendam. Fakta ini akhirnya membuat stalking dianggap mulai meresahkan.
2. Fantasi atau mencari intimasi
Perilaku stalking juga bisa terdorong oleh alasan fantasi yang dimiliki oleh pelaku. Stalker atau pelaku stalking yang cenderung menginginkan kedekatan lebih akan mulai mencari cara untuk memiliki hubungan dekat. Pikirannya pun dipenuhi fantasi akan kebersamaan yang intim dengan korban.
BACA JUGA: Makin Nyaman di Puncak! Ini 3 Catatan Menarik Laga Arsenal vs West Ham
Walhasil, mendekati diam-diam bahkan dengan cara ilegal dianggap sebagai solusi untuk mendapatkan intimasi yang didambakan selama ini. Semua perilaku ini akhirnya mengarah pada fakta bahwa pelaku adalah sosok yang tidak punya kepercayaan diri dan cenderung kesepian hingga menginginkan kedekatan tapi caranya justru tidak tepat.
3. Tidak kompeten dalam hubungan sosial
Orang yang memilih melakukan stalking biasanya tidak punya pemahaman yang tepat tentang cara berinteraksi dengan baik. Dia juga cenderung kurang paham bagaimana seharusnya mempertahankan hubungan yang sehat hingga stalking dianggap sebagai solusi.
Pelaku stalking sebenarnya bukan ingin membina hubungan jangka panjang, tapi hanya mendamba hubungan jangka pendek demi memenuhi fantasinya semata. Kepuasaanya hanya sampai pada hasrat mengintai atau mengawasi sudah terpenuhi.
Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS
Baca Juga
-
Karel Mainaky Ungkap Evaluasi Pasangan Apri/Febi, Ada Progres Positif
-
Partnership Dejan/Fadia Resmi Berakhir, 'Cerai' Permanen?
-
Visual Lee Min Ho di Film Korea Terbaru "Omniscient Reader", Kece Maksimal!
-
Skuad Indonesia yang Sudah Resmi Terdaftar di Japan Open 2025, Ada Ginting!
-
Opor Ayam: Masakan Lebaran Pertamaku Sepeninggal Ibu
Artikel Terkait
Lifestyle
-
2 Cara agar Browser Bisa Refresh Otomatis Tanpa Capek Klik-Klik Lagi
-
Anti Ribet, Ini 4 Gaya Smart Casual ala Doyoung NCT yang Bisa Disontek
-
4 Tampilan Sederhana Joy Red Velvet untuk Ide Gaya Harianmu
-
4 Inspirasi Gaya Harian Manly ala Kai EXO yang Simpel tapi Menawan!
-
4 Ide Outfit Simpel ala Karina aespa, Cocok Buat Ngampus Sampai Nongkrong!
Terkini
-
ASEAN Women's 2025: Tergabung di Grup A, Ini Peluang Lolos Timnas Putri Indonesia
-
Rakernas IMA 2025 Soroti Pemasaran sebagai Kunci UMKM Tembus Pasar Global
-
ENHYPEN Blak-blakan Bicara Rindu yang Membakar Kalbu dalam Bait Flashover
-
Lolos Putaran Empat, Shin Tae-yong Beri Petuah Penting ke Skuad Timnas Indonesia
-
Pahlawan Street Center, Wisata Ikonik di Kota Madiun