3 Hal yang Mendorong Perilaku Stalking, Butuh Intimasi tapi Tidak Kompeten!

Ayu Nabila | šŸ€e. kusuma. nšŸ€
3 Hal yang Mendorong Perilaku Stalking, Butuh Intimasi tapi Tidak Kompeten!
ilustrasi perilaku stalking (Pexels.com/Min An)

Pemahaman perilaku stalking kerap diartikan dengan sikap mengintai, mengawasi, dan mencari tahu sesuatu secara sembunyi-sembunyi. Namun, dalam arti yang lebih ilmiah, perilaku stalking justru cenderung mengarah pada gangguan mental dab kepribadian akibat indikasi munculnya delusi dalam diri pelaku.

Pelaku stalking pada akhirnya menciptakan ketidaknyamanan karena upaya yang dilakukan saat mencari perhatian berlebihan dan mengikuti hingga berkeliaran di sekitar orang lain. Bahkan parahnya lagi ada yang sampai merusak properti dan mengancam melakukan hal berbahaya pada korban stalking.

BACA JUGA: Jokowi Bakal Larang Penjualan Rokok Batangan: "Ngeteng Aja Diatur, Nyebat Makin Berat"

Lalu, kenapa seseorang bisa melakukan stalking? Ada tiga alasan utama yang dianggap bisa mendorong perilaku stalking ini. Simak penjelasannya berikut ini. 

1. Mengalami penolakan

ilustrasi pelaku stalking (Pexels.com/Juan Pablo Serrano Arenas)
ilustrasi pelaku stalking (Pexels.com/Juan Pablo Serrano Arenas)

Tidak dimungkiri bahwa perilaku stalking yang kerap terjadi justru berawal dari orang-orang di sekitar yang mungkin dikenal, seperti mantan, sahabat, atau fans jika korban berasal dari kalangan selebriti. Meski bersumber dari orang terdekat, tapi biasanya alasan utama yang menguatkan tidak jauh dari penolakan yang dialami pelaku. 

BACA JUGA: Timnas Indonesia Bantai Brunei Darussalam, Shin Tae-yong Masih Ragu Bisa Kalahkan Thailand

Tujuan perilaku stalking seperti keinginan memperbaiki hubungan mungkin masih bisa dimaklumi dalam intensitas wajar. Hanya saja jika sudah mulai menganggu kenyamanan korban, tentu hal ini tidak lagi mengarah pada sikap positif. Bahkan ada pelaku stalking yang melakukannya karena tujuan balas dendam. Fakta ini akhirnya membuat stalking dianggap mulai meresahkan.

2. Fantasi atau mencari intimasi

ilustrasi perilaku stalking (Pexels.com/Adrienn)
ilustrasi perilaku stalking (Pexels.com/Adrienn)

Perilaku stalking juga bisa terdorong oleh alasan fantasi yang dimiliki oleh pelaku. Stalker atau pelaku stalking yang cenderung menginginkan kedekatan lebih akan mulai mencari cara untuk memiliki hubungan dekat. Pikirannya pun dipenuhi fantasi akan kebersamaan yang intim dengan korban. 

BACA JUGA: Makin Nyaman di Puncak! Ini 3 Catatan Menarik Laga Arsenal vs West Ham

Walhasil, mendekati diam-diam bahkan dengan cara ilegal dianggap sebagai solusi untuk mendapatkan intimasi yang didambakan selama ini. Semua perilaku ini akhirnya mengarah pada fakta bahwa pelaku adalah sosok yang tidak punya kepercayaan diri dan cenderung kesepian hingga menginginkan kedekatan tapi caranya justru tidak tepat. 

3. Tidak kompeten dalam hubungan sosial

ilustrasi perilaku stalking (Pexels.com/Min An)
ilustrasi perilaku stalking (Pexels.com/Min An)

Orang yang memilih melakukan stalking biasanya tidak punya pemahaman yang tepat tentang cara berinteraksi dengan baik. Dia juga cenderung kurang paham bagaimana seharusnya mempertahankan hubungan yang sehat hingga stalking dianggap sebagai solusi. 

Pelaku stalking sebenarnya bukan ingin membina hubungan jangka panjang, tapi hanya mendamba hubungan jangka pendek demi memenuhi fantasinya semata. Kepuasaanya hanya sampai pada hasrat mengintai atau mengawasi sudah terpenuhi.

Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak