Scroll untuk membaca artikel
Candra Kartiko | Ridho Hardisk
Ilustrasi membaca literasi melalui buku. (pexels.com/Lisa Fotios)

Negara Indonesia adalah negara yang sudah dikenal dengan tingkat literasi yang rendah. Ini karena masyarakatnya tidak tertarik dengan membaca buku untuk dijadikan sebagai aktivitas harian dalam kehidupannya. Saya sendiri sebagai masyarakat Indonesia juga merasakan prihatin dengan kondisi tersebut.

Padahal literasi adalah modal yang penting untuk menambah pengetahuan agar lebih luas lagi. Lebih parahnya lagi, beberapa orang luar negeri memasang stigma seperti "kenapa orang Indonesia suka nanya dulu baru baca?". Padahal harusnya baca dulu baru nanya. 

Maka sebagai anak muda Indonesia, saya ingin mengajak melalui pembahasan kali untuk setidaknya ada usaha untuk meningkatkan literasi yang rendah di Indonesia. Pada era digital seperti sekarang, masih ada cara yang bisa dimanfaatkan untuk memicu ketertarikan literasi masyarakat Indonesia.

Tentunya dengan kehadiran teknologi digital yang sudah menjadi bagian dari aktivitas sehari-hari. Saya akan membahas apa saja cara yang telah saya analisis bisa membantu masyarakat Indonesia untuk "melek" terhadap literasi. Mari simak pembahasannya.

BACA JUGA: Jangan Takut Hitam, 4 Manfaat Berjemur di Pagi Hari Bagi Kesehatan

Conten creator berinisiasi untuk buat konten kreatif tentang buku

Ilustrasi content creator. (pexels.com/Karolina Grabowska)

Conten creator adalah profesi baru yang sudah tren di era digital sekarang. berbagai macam aspek bisa mereka tekuni dan eksplor lebih jauh. Tentunya mereka yang tertarik pada literasi bisa membuat ide luar biasa dalam content planning mereka untuk meningkatkan literasi masyarakat.

Tetapi, hal yang perlu dipertimbangkan adalah alasan orang Indonesia tidak suka baca terlalu sering pada informasi apa pun terutama dari buku adalah karena membaca itu adalah kegiatan yang pasif dan membosankan. Mereka lebih suka pada media sosial yang tampilannya lebih visual dan mengandalkan audio. Sedangkan membaca buku hanya melihat tulisan yang begitu saja dan terkesan monoton.

Content creator tentunya adalah orang yang kreatif dan inovatif yang bisa mengemas konten dengan menarik bahkan bisa humor. Kita ambil salah satunya adalah humor yang mana masyarakat suka hal-hal yang lucu dan itu bisa cepat masuk tren di media sosial. Maka, content creator mencari sudut pandang yang bisa membantu mereka melihat sisi humor untuk membawa keunggulan membaca buku di mata masyarakat Indonesia. Video yang mereka buat harus bisa berkesan simple, lucu, singkat dan pesannya langsung sehingga itu lebih efektif.

BACA JUGA: 4 Alat Kebersihan yang Wajib Dimiliki Anak Kos, Jaga Kamar tetap Nyaman!

Mencari influencer yang bisa jadi brand ambassador toko buku

Ilustrasi brand ambassador dari suatu brand. (unsplash.com/ian dooley)

Influencer bisa berasal dari kalangan artis seperti aktor, Tik-tokers, selebgram atau pun youtuber. Mereka memiliki pengaruh yang kuat untuk mempengaruhi pengikut mereka agar bisa mengikuti idolanya. Influencer juga disebut sebagai public figure yang menjadi sorotan untuk melihat apa ada teladan yang bisa diambil dan digemari oleh penggemarnya.

Misalnya saja Mahalini yang merupakan seorang penyanyi yang sedang berada pada puncak kariernya. Dia adalah seorang public figure yang bisa mempengaruhi penggemarnya untuk mengikuti apa yang dia lakukan secara keseringan sehingga itu menjadi identitas dirinya. Masalahnya, apakah Mahalini merupakan influencer yang senang dengan literasi?

Dibutuhkan sosok seperti Mahalini yang memahami pentingnya literasi agar bisa mengajak banyak orang untuk membaca buku. Artinya, toko buku yang sekarang sedang sekarat penjualannya bisa mencari influencer yang aktif literasinya untuk dijadikan brand ambassador. 

Mereka bisa membuat kerjasama dengan brand ambassador untuk merencanakan promosi atau periklanan yang menarik dan itu relevan dengan profesi brand ambassador tersebut agar bisa masuk ke hati masyarakat. Tentunya para pengusaha toko buku harus masuk ke media sosial untuk memperkenalkan buku-buku melalui pengaruh yang dibawa oleh brand ambassador karena mereka yang memiliki kekuatan untuk menggerakkan massa.

BACA JUGA: 3 Tanda Orang Terjangkit Star Syndrome, Cek Sekarang!

Toko usaha buku mencari inovasi untuk pelayanan di tokonya

Ilustrasi membaca buku sambil minum kopi. (pexels.com/George Milton)

Toko usaha buku harus mencari inovasi pada hal yang belum pernah dilakukan sebelumnya. Seperti contohnya toko buku Gramedia yang bisa bertahan karena mereka tidak hanya menjual buku, tetapi menjual produk lain seperti alat tulis, musik, olahraga dan lain-lainnya.

Perusahaan toko buku di Amerika ada yang mencoba bekerjasama dengan coffe shop sehingga mereka membuka gerai kopi untuk menemani konsumen membaca buku. Artinya, adanya inovasi pelayanan yang membiarkan konsumen membaca di tempat sambil meminum kopi.

Para pengusaha toko buku di Indonesia bisa mengadopsi cara seperti itu karena masyarakat Indonesia juga pencinta kopi. Selain itu, jika ingin membuka ruang khusus yang berisi kursi, meja lampu atau barang lain sebagainya untuk pelayanan ramah untuk pengunjung yang ingin baca buku di tempat, rasanya bosan jika hanya baca saja.

Beda lagi ketika mereka ditemani dengan kopi yang hangat atau ada cemilan yang bisa dikunyah. Itu akan membuat masyarakat Indonesia lebih betah dan nyaman membaca buku. Toko buku juga bisa mencari ide lain yang mungkin bisa membuat masyarakat betah asalkan mereka mau membaca di tempat atau membeli langsung dan membawa pulang.

Itulah 3 cara ini layak untuk dicoba di tengah situasi krisis literasi. sebuah terobosan baru dibutuhkan dengan memperhatikan kebiasaan masyarakat Indonesia agar target literasi ini kena di pikiran mereka. 3 cara ini menjadi beberapa yang telah mendekati kebiasaan masyarakat Indonesia yang pengguna aktif media sosial. Semoga ini bermanfaat untuk kamu yang peduli dengan literasi.

Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS

Ridho Hardisk