Dalam kurun waktu 5 tahun terakhir, dunia kuliner sedang mengalami perkembangan yang sangat pesat. Banyak makanan-makanan baru bermunculan, merambahnya bisnis kuliner, serta berbagai public figure yang turut terjun dalam dunia ini.
Semakin orang bisa memberi inovasi pada suatu makanan, semakin banyak pundi-pundi rupiah yang bisa didapatkan. Sayangnya, terkadang inovasi ini menimbulkan dampak yang kurang positif, yakni hilangnya identitas suatu makanan.
Coba lihat, berapa banyak mie instan hack yang sudah kamu lihat sejauh ini? Ada yang diberi bumbu tambahan, ada yang dibuat penyetan, bahkan diracik a la makanan luar negeri.
Meskipun ini termasuk ide yang kreatif serta bisa meningkatkan nilai jual suatu makanan, tapi secara tidak sadar memodifikasi makanan terlalu ekstrem bisa menghilangkan jati diri atau keorisinilan makanan itu sendiri.
Khawatirnya ini juga terjadi pada makanan-makanan tradisional, sebut saja kue pancong, kue tradisional yang asalnya bertekstur padat dan bercitarasa manis gurih ini sekarang sudah berubah wujud.
Kue pancong yang kebanyakan dijual saat ini hanya dimasak setengah matang, dengan topping-topping yang beraneka ragam, seperti keju, coklat, glaze, remahan snack, dan lain-lain.
Beberapa waktu lalu saat pesan kue pancong di sebuah kafe, saya sendiri sampai bingung, ini benar kue pancong apa bukan? Ternyata, memang kue pancong kekinian dibuat sedemikian rupa untuk meningkatkan minat seseorang pada makanan tradisional ini.
Bukan hanya itu, coba lihat seblak. Makanan favorit kaum hawa ini sekarang lebih mirip sup pedas isi sosis. Jarang sekali aku lihat seblak original dengan segala kearifan lokalnya, yang isinya hanya mie, sayur, dan kerupuk saja.
Kebanyakan saat ini sudah diisi dengan berbagai macam frozen food, keju, serta tambahan bumbu lain. Oke lah, kalau memang ini bentuk inovasi dari pengusaha, tapi saya jadi khawatir seblak menjadi bukan seblak yang sebenarnya.
Lantas, bagaimana dengan generasi penerus bangsa jika makanan tradisional yang mereka tahu adalah makanan-makanan yang sudah dimodifikasi secara ekstrem seperti ini?
Mungkin agar keorisinilan makanan tersebut tetap terjaga, ada baiknya penjual-penjual makanan tetap menyediakan varian original yang penyajian dan cara masaknya sebagaimana seharusnya makanan itu dibuat.
Baca Juga
-
Kalahkan Marc Marquez, Fabio Di Giannantonio Tercepat di Sesi Latihan
-
Tampil di Sachsenring, Marc Marquez Bertekad Ciptakan Akhir Pekan Sempurna
-
Jorge Martin Jalani Tes di Misano, 64 Lap yang Berarti untuk Masa Depan
-
Terancam Tersingkir dari Pramac, Miguel Oliveira: Saya Tenang
-
Jadwal MotoGP Jerman 2025, Marc Marquez Raih Kembali Gelar SachsenKing?
Artikel Terkait
-
Tempo Gelato Kaliurang, Destinasi Kuliner Hits dan Instagramable di Jogja
-
7 Ide Bakaran untuk Tahun Baru 2024, Dijamin Menggoyang Lidah
-
Mengenal Pasar Semawis, Kuliner Hits yang Wajib Dikunjungi Saat ke Semarang
-
Selain Le Nusa Milik Raffi Ahmad, 2 Restoran Ini Juga Sajikan Makanan Khas Indonesia di Prancis
Lifestyle
-
Gak Perlu Cemas Lagi! 4 Rekomendasi Pelembap Aman untuk Skin Barrier Bumil dan Busui
-
Bocoran Xiaomi 15T Pro: HP Gahar Buat Ngebut
-
Minimalis nan Stunning! 4 Gaya Elegan ala Lee Da Hee yang Bisa Kamu Sontek
-
Hempaskan Kulit Kusam! 4 Toner Niacinamide dengan Harga Pelajar Rp30 Ribuan
-
4 HP Gaming Rp3 Jutaan Rasa Flagship: Performa Kencang dan Baterai Awet
Terkini
-
Ulasan Novel The Castle Karya Kafka: Potret Dingin Birokrasi yang Membungkam
-
Gaet Lucas Gama, Persik Kediri Komitmen Perbaiki Kesalahan di Musim Kemarin
-
Review Film Fox Hunt: Kisah Nyata Penipuan 17,4 Miliar yang Penuh Aksi!
-
BPJS Kesehatan Pangkas 21 Layanan: Efisiensi Anggaran atau Eliminasi Hak Rakyat?
-
5 Drachin Tayang Juli 2025, Ada Drama Reuni Zhao Jinmai dan Zhang Linghe