Scroll untuk membaca artikel
Hayuning Ratri Hapsari | Tika Maya Sari
Ilustrasi gotong royong (Pixabay/CJMM)

Dalam beberapa kesempatan, saya kerap mendengar frasa slamet wilujeng sebagai unen-unen atau kata-kata yang kerap dihaturkan terutama oleh generasi lama. Frasa slamet wilujeng seolah menjelma bak doa dan harapan supaya selamat sentosa baik di perjalanan maupun dalam aktivitas harian.

Tapi, apa sih slamet wilujeng itu?

Kalau menyadur dari buku Pepak Basa Jawa, keduanya memiliki makna yang sama yaitu selamat tetapi masuk dalam tingkatan linguistik bahasa yang berbeda.

Slamet sendiri masuk dalam tingkatan linguistik Basa Ngoko. Walau tentu kita juga menjumpainya dalam nama orang-orang generasi lama. Bahkan, kata slamet juga tetap abadi dalam peribahasa Jawa yaitu sluman slumun slamet yang berarti tandang tanduke tansah ngati-ati atau tindak tanduknya selalu berhati-hati.

Sedangkan wilujeng masuk dalam kategori tingkatan linguistik Basa Krama Madya atau tengahan. Saya sendiri sempat menemui versi lain dari kata ini yakni Amilujeng. Artinya apa? Yah, sama dengan kata slamet sih.

Nah, barulah untuk tingkatan linguistik Basa Krama Inggil, wujudnya berubah menjadi sugeng. Kalau kamu merasa familiar dengan kata ini, kamu nggak salah. Sebab, orang-orang jaman dulu kerap menggunakannya sebagai nama kok. Tentunya dibarengi dengan harapan dan doa sesuai makna namanya ya.

Meskipun ada 3 versi kata untuk kata slamet atau selamat, nyatanya dalam bab Dasanama, kita akan disuguhi berbagai istilah lain yang nggak kalah cakep. Istilah itu antara lain:

  • Basuki,
  • Raharja,
  • Rahayu,
  • Swasta,
  • Yuwana, dan
  • Widada.

Familiar lagi? Yaps, hampir semuanya merupakan nama-nama yang dipakai oleh generasi lampau, mungkin gen X. Namun meski begitu, istilah tadi masih digunakan juga dalam literatur kesusastraan Bahasa Jawa lho. 

Namun, nggak jarang kadang orang menggunakan dua kata sebagai majas yang digunakan sehari-hari. Sebut saja slamet wilujeng seperti yang kerap saya dengar dan pakai, slamet rahayu, basuki rahayu, dan sebagainya.

Kenapa demikian? Yah, selain sebagai majas epic, hal ini sudah turun temurun sejak dulu sih. Kalau dalam bahasa Indonesia mungkin seperti frasa hancur lebur gitu.

Toh selain itu, kata tadi bukanlah sekadar kata dan frasa biasa, melainkan mengusung doa dan harapan keselamatan juga. Baik dalam suatu perjalanan, maupun aktivitas harian.

So, adakah kamu yang memiliki nama di atas tadi?

Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS

Tika Maya Sari