Scroll untuk membaca artikel
Liberty Jemadu | Liberty Jemadu
Hakim Sarpin Rizaldi memimpin jalanya sidang praperadilan Komjen Pol Budi Gunawan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, [suara.com/Oke Atmaja]

Bang Bor duduk termenung di depan layar kaca. Matanya memicing dan sesekali menghisap sebatang rokok kemudian mengepulkan asapnya ke ruangan itu.

"Ada apa Bang Bor?," tanya saya yang kebetulan lagi mampir ke rumahnya.

Bukan menjawab, Bang Bor malah memegang kepalanya seperti orang sedang kena serangan migrain. Tatapannya kini kosong. Ia lalu berkata, "Saya pusing,".

"Kenapa pusing?," saya masih penasaran.

"Mengapa Hakim Sarpin mengabulkan gugatan praperadilan BG?" Bang bor menjawab sekaligus bertanya.

Oh rupanya Bang Bor dari tadi memikirkan putusan sidang gugatan praperadilan BG yang dibacakan Hakim Sarpin Rizaldi di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin 16 Februari 2015.

"Mungkin memang maunya Pak Hakim, Bang," saya menjawab polos.

Brakkk! Sebuah asbak membentur pintu setelah terbang dari tangan Bang Bor. Hampir saja mengenai wajah saya. Dengan bola mata yang hampir keluar separuh, dia lalu berkata, "Sembarangan kamu! Jelas-jelas penetapan tersangka bukanlah objek praperadilan!,"

Saya gemetaran. Tak pernah melihat wujud Bang Bor seperti itu. Ia tambah menyeramkan karena mulutnya mengeluarkan asap yang cukup banyak. Saya baru sadar ia masih merokok.

"Maaf Bang, memang kenapa?," saya masih ketakutan.

Bang Bor kembali menceramahi saya. Kata dia, menurut pasal 77 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana atau KUHAP, objek praperadilan adalah tentang sah atau tidaknya penahanan, penghentian penyidikan, atau penghentian penuntutan.

"Dengar baik-baik. Apakah ada soal penetapan tersangka?," Bang Bor masih memanas.

Saya cuma mengangguk. Bang Bor kembali menghisap rokok yang saya baru sadari tak habis-habis meskipun dihisap sejak tadi.

"Dari awal saja sudah salah, hasilnya pun..," kata Bang Bor tanpa melanjutkan kalimatnya.

"Ah sudah lah. Kita lihat saja apa yang akan dilakukan presiden kita. Apakah tetap melantik BG sebagai Kapolri atau mencari calon lain. Tapi yang saya dengar, partai berlambang banteng itu langsung mendesak presiden melantik BG," emosi Bang Bor mulai mereda.

Wujud Bang Bor kembali seperti semula. Sambil melempar senyum khasnya, ia mengajak saya duduk lalu menuangkan teh hangat dari teko tanah liat ke sebuah cangkir putih bertuliskan "Save KPK".

"Pisang gorengnya juga dimakan tuh. Oh iya kamu mau coba rokok elektrik saya? Saya baru dibelikan istri. Enak lho rasanya macam-macam," kata Bang Bor.

Dikirim oleh Musa Terbit, Jakarta

Anda memiliki cerita atau foto menarik? Silakan kirim ke email: yoursay@suara.com

Array