Scroll untuk membaca artikel
Tri Apriyani | Nofi Yendri Sudiar
Ilustrasi memakai masker (Pixabay).

Indonesia yang terletak di daerah tropis memiliki musim yang berbeda dengan kawasan sub tropis atau lintang tinggi. Negara kita memiliki dua musim yakni musim hujan dan musim kemarau.

Peralihan antara kedua musim tersebut disebut dengan Pancaroba. Secara umum pancaroba terjadi pada bulan Maret-April-Mei (MAM) yakni peralihan dari musim hujan ke musim kemarau dan September-Oktober-November (SON) yakni peralihan dari musim kemarau ke musim hujan.

Pancaroba ditandai dengan perubahan cuaca mendadak seperti angin kencang, hujan yang datang tiba-tiba dalam waktu singkat, puting beliung, udara yang terasa panas atau dingin, arah angin yang tidak teratur dan lain sebagainya.

Perubahan cuaca yang drastis tersebut selain berdampak pada lingkungan juga berdampak pada daya tahan tubuh kita. Terjadinya perubahan suhu, tekanan udara dan kelembaban udara yang ekstrem akan berakibat pada penurunan daya tahan tubuh. Disaat daya tahan tubuh lemah maka penyakit akan mudah hinggap pada tubuh kita.

Penyakit Flu

Salah satu penyakit yang sering terjadi pada saat pancaroba adalah penyakit flu. Flu disebabkan oleh virus influenza yang menginfeksi hidung, tenggorokan dan paru-paru. Beberapa penelitian menyatakan bahwa jika terjadi perubahan suhu akan berakibat virus dapat berkembang lebih cepat terutama pada penurunan suhu udara.

Virus lebih mudah berkembang biak pada suhu yang lebih dingin. Tubuh yang mengalami penurunan daya tahan akan membuat virus lebih mudah berkembang dan menyebar.

Saat virus masuk melalui saluran pernafasan seperti dari lubang hidung, virus akan berkembang biak dan menyebabkan sistem imum tubuh tidak berfungsi maksimal.

Penyebaran virus influenza terjadi ketika seseorang menderita batuk, flu, bersin atau berbicara yang ditularkan melalui media udara. Secara langsung virus tersebut akan berpotensi berpindah melalui mulut atau hidung dari orang didekatnya.

Secara tidak langsung virus dapat juga menyebar dengan memegang atau menyentuh benda-benda yang terinfeksi sebelumnya. Setelah itu virus akan masuh ke tubuh melalui mulut, hidung dan mata.

COVID-19 di Indonesia

COVID-19 merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus Corona atau 2019 Novel Coronavirus (2019-nCoV). Sampai tanggal 19 Maret 2020 tercatat sudah 218.823 orang yang terinfeksi dimana 8.810 orang meninggal dunia dan 84.118 orang yang sudah sembuh dari 158 negara.

Tak terkecuali Indonesia yang telah menelan korban 19 orang meninggal dunia, sembuh 11 orang dari 227 orang yang terinfeksi (data per 18/3/2020). Angka tersebut bukan tidak mungkin akan bertambah terus. Gejala orang yang terkena virus corona mirip dengan orang yang terkena flu seperti demam, batuk, sesak nafas dan radang tenggorokan. Hingga saat ini belum ditemukan vaksin anti virus ini.

Kita yang saat ini mulai memasuki pancaroba diharapkan selalu menjaga kesehatan. Apalagi dengan merebaknya virus corona ini, harus lebih ekstra lagi menjaga kesehatan. Tidak hanya penyakit flu biasa yang harus diwaspadai tapi juga COVID 19.

Virus corona ini tergolong sangat cepat menyebar dibandingkan flu biasa. Untuk mencegah penyebaran virus corona ini berbagai anjuran telah dikeluarkan seperti sering mencuci tangan dengan sabun, menghindari kerumunan massa dan lain sebagainya. Ketika banyak orang berkumpul maka penyebaran virus akan lebih cepat.

Simulasi yang dilakukan oleh Pemprov DKI Jakarta menyatakan bahwa skenario terburuk adalah lebih kurang 6000 orang akan terinfeksi virus corona di kawasan Ibukota. Skenario tersebut berdasarkan data orang yang telah terinfeksi saat ini.

Seandainya skenario tersebut juga memasukkan faktor pancaroba, bukan tidak mungkin angka pada skenario terburuk itu akan lebih besar. Wilayah Indonesia yang sangat luas dan banyak pintu masuk ke wilayah kita, ini merupakan peringatan besar. Baru simulasi satu provinsi saja, angkanya sudah besar apalagi dimasukkan seluruh kawasan Indonesia.

Nuning Nuraini dari Pusat Pemodelan Matematika dan Simulasi ITB melakukan simulasi COVID 19 menggunakan kurva Richards yang menyatakan bahwa puncak epidemi di Indonesia adalah pada akhir Maret 2020 dan akhir epidemi pada pertengahan April 2020.

Proyeksi jumlah kasus maksimal berdasarkan simulasi tersebut adalah > 8000 kasus dengan jumlah kasus harian maksimum sebanyak ± 600 kasus.

Dengan pengetahuan dan simulasi yang kita ketahui sekarang ini, diharapkan kita dapat melakukan tindakan preventif. Lebih baik mencegah daripada mengobati. Hindari tempat-tempat kerumunan. Selalu menjaga kesehatan dengan mengkonsumsi makanan sehat. Istirahat yang cukup dan banyak minum air putih.

Sering berolahraga dan jika ada gangguan kesehatan terutama pada saluran pernafasan segera periksakan diri ke dokter. Tidak menyentuh mata, mulut dan hidung saat tangan kotor. Hindari kontak dengan orang yang sedang batuk dan demam.

Orang yang berpotensi terkena penyakit pada saat pancaroba bukan hanya yang memiliki daya tahan tubuh lemah tetapi juga bagi orang yang alergi terutama alergi terhadap serbuk sari dan debu.

Frekuensi angin kencang meningkat disaat pancaroba, ini akan mengakibatkan banyaknya serbuk sari dan debu berterbangan di udara. Hal tersebut dapat memicu gejala alergi yang memperberat flu dan demam.

Oleh sebab itu bagi yang alergi sedapat mungkin tidak terlalu sering keluar rumah. Jika terpaksa selalu gunakan masker atau penutup hidung dan mulut.

Oleh: Dr. Nofiyendri Sudiar/Doktor pada prodi Klimatologi Terapan IPB dan dosen Fisika Universitas Negeri Padang.

Nofi Yendri Sudiar