Scroll untuk membaca artikel
Tri Apriyani | Tsaniya NR
Ilustrasi swa-karantina / self quarantine (unsplash/Jose Antonio Gallego Vázquez)

Maraknya seruan ‘stay at home’ di tengah pandemi virus corona, sungguh meramaikan aktivitas dunia maya yang tak kenal lagi sebutan ‘usia’. Keadaan yang terjadi memaksa populasi manusia genarasi 70-an untuk berkenalan dengan perangkat digital.

Baru-baru ini, di suatu tempat dekat rumah saya tengah diadakan workshop literasi yang membahas pengenalan aplikasi zoom. Workshop ini dihadiri oleh ibu-ibu tenaga kependidikan dan dua orang mahasiswa sebagai pemateri. Begitulah, sedikit info yang saya dapat.

Hal tersebut secara tidak langsung merupakan dampak positif dari pandemi COVID-19. Bayangkan saja, jika takdir ini tak pernah terjadi, apa mungkin inisiatif pengadaan workshop literasi tersebut dicanangkan? Sepertinya, hasrat negatif saya lebih dominan untuk mengatakan ‘tidak’.

Memang sangat melelahkan untuk berdiam diri di rumah. Melihat pemandangan rumah yang begitu-gitu saja sangat memberontak jiwa-jiwa ambivert.

Banyak  sekali curhatan keluh kesah yang tereskspos di media sosial. Mulai dari mahasiswa yang stres karena tumpukan tugas hingga nasib para pekerja pinggiran yang hanya berharap terjaminnya pasokan kebutuhan hidup. Virus ini sangat menguji rasa kemanusiaan para manusia.

Di manapun kita berada, pandemi virus corona ini merupakan cobaan untuk seluruh umat manusia. Kekuatan pikiran negatif maupun positif adalah kunci untuk tetap bertahan hidup sekuat tenaga. Salah satunya, memilih untuk tetap produktif.

Memahami produktif berbeda dengan memahami definisi ‘sibuk’. Orang produktif memiliki rencana terukur dan hal itu tidak dimiliki oleh orang yang sibuk.

Selain itu, menurut Sedarmayanti dalam bukunya yang berjudul Sumber Daya Manusia dan Produktifitas Kerja, pribadi produktif adalah pribadi yang yakin akan kemampuan dirinya dan berani untuk mengaktualisasikan dirinya.

Dari pengertian di atas, saya berpendapat bahwa banyak sekali orang-orang yang mulai belajar menjadi pribadi produktif. Setidaknya, berani untuk mencoba dan memulai adalah bagian dari langkah awal menjadi  pribadi produktif.

Terus terang saja, instastory dan status wa saya bisa dikatakan 75% ramai dengan ‘bakul dadakan’. Tanpa belajar langkah-langkah menjadi entrepreneur, banyak orang yang mengambil langkah jualan online untuk bisa bertahan hidup.

Padahal jika boleh saya katakan, dulu banyak sekali rekan-rekan saya yang enggan sekali untuk jualan online dengan alasan hasil yang tak menjanjikan dan pribadi yang tidak siap untuk konsisten melakukan promosi di media sosial. Tapi kini, paksaan produktif harus diambil di tengah situasi seperti sekarang.

Selain menjadi ‘bakul dadakan’, kita juga bisa produktif dengan mengasah atau mencoba-coba hal menarik lain, seperti belajar memasak, menjahit, berolah raga tipe yoga, aerobik sampai nge-gym dan yang lagi marak lagi membuat atau mengikuti kajian online.

Jangan sampai, ajakan work from home (WFH) membuat kita merenggangkan aktivitas positif. Jangan sampai, ajakan WFH, membatasi diri kita untuk berkarya dan menebar kebermanfaatan.

Dalam kehidupan, Tuhan tidak hanya menghadirkan satu atau dua pilihan saja. Akan tetapi lebih banyak daripada itu, tinggal ‘kita-nya’ yang berani mengambil pilihan itu atau tidak.

Bukan lagi saatnya untuk menyalahkan keadaan. Perihal ketidaknyamanan akan terus datang silih berganti. Untuk setiap jiwa yang masih bertahan, kini saatnya dirimu mengambil peran. Ya, menjadi pahlawan dalam rangka kemanusiaan. Tetap berdaya dan inspiratif. Tak tumbang diterjang halangan.

Rumahmu bukan lagi sekedar tempat berlindung. Tapi rumahmu menjadi ladang produktifitas dirimu di hari ini, esok, lusa dan hari-hari berikutnya. Galih segala energy positif. Tinggalkan segala yang negatif. Bukan rumahmu yang sempit tapi pikiranmu yang tak luas.

Tsaniya NR