Scroll untuk membaca artikel
Tri Apriyani | eksaura syifana putri
Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe saat berpidato dalam konferensi pers.[Kiyoshi Ota/Pool via REUTERS]

Jepang merupakan salah satu Negara yang cukup dekat dengan Negara awal mula kasus Covid-19 muncul yaitu China. Namun Jepang merupakan salah satu Negara dengan peningkatan jumlah kasus pasien positif Covid-19 cukup rendah, padahal Jepang merupakan Negara dengan aktivitas penduduk dengan mobilitas tinggi dan cukup padat dimana Tokyo sendiri merupakan kota yang tergolong kota tersibuk di dunia.

Terhitung semenjak 11 april 2020 jumlah pasien positif Covid-19 di Jepang makin hari kian menurun. Kota Tokyo sendiri dengan jumlah penduduk yang mencapai 14 juta penduduk dan tergolong kota tersibuk di dunia saja hanya pada senin (11/5/2020) hanya bertambah 15 orang. Sedangkan di Osaka sendiri hanya mengalami peningkatan kasus sebanyak 1 orang. Selain itu, di kota-kota lainnya di Jepang seperti Fakuoka, Chiba, Hiroshima, Okinawa, Kyoto, Shizuoka, hingga Saitama tidak mengalami penambahan kasus sama sekali.

Berdasarkan data yang diperoleh dari Worldometers jumlah kasus Covid-19 di Jepang per 31 Mei 2020 adalah 16.804 kasus dengan jumlah pasien sembuh sebanyak 14.406 kasus dan jumlah kematian sebesar 886 kasus. 

Peran sosok pemimpin dan upaya bersama semua pihak dalam memerangi Covid-19 ini menjadi hal yang sangat penting demi mengurangi jumlah kasus positif Covid-19.  Keberhasilan pemimpin bergantung baik pada diri pemimpin maupun pada keadaan organisasi.

Menurut Fiedler dan Chemers bahwa seorang menjadi pemimpin bukan saja karena faktor kepribadian yang dimiliki melainkan karena berbagai faktor situasi dalam kepemimpinannya. Maka dari itu penting pagi sosok pemimpin dalam memperhatikan situasi dan kondisi yang terjadi di sekitar organisasinya dan melibatkan semua pihak di sekitar agar dapat berhasil mewujudkan tujuan.

Penaganan Covid-19 di Jepang tidak terlepas dari peran pemerintah pusat baik daerah maupun pusat serta peran perdana menteri Jepang yaitu Shinzo Abe. Kebijakan yang di buat oleh pemerintah sudah cukup baik. Selain itu juga didukung oleh kondisi dari masyarakat Jepanhg yang sangat kooperatif kepada pemerintah. Masyarakat dengan senang hati menjalankan dan menerapkan setiap imbauan yang berasal dari pemerintah baik pusat maupun daerah.

Jepang tergolong berhasil dalam melakukan penanganan Covid-19 dan tidak memberlakukan lockdown full di negaranya dan hanya memberlakukan status darurat nasional saja. Adapun pemerintah Jepang memberlakukan status darurat nasional sejak tanggal 7 april 2020 yang masih terus diberlakukan hingga 31 Mei 2020. Lantas kiat apa yang menjadikan Jepang dapat mengurangi jumlah peningkatan pasien ditengah padatnya aktivitas warganya.

Imbauan Pemerintah berupa Kampanye 3C

Pemerintah Jepang terus berupaya maksimal dalam penanganan Covid-19 ini dengan selalu megimbau warganya untuk melakukan pola hidup sehat dan melakukan kampanye 3C. Kampanye 3C tersendiri merupakan upaya pelarangan pemerintah kepada warganaya untuk menghindari closed spaces (ruangan tertutup), crowded spaces (tempat ramai), dan closed contact (kontak dekat).  Ruangan tertutup disini merupakan ruang publik dengan sirkulasi udara yang tidak bagus dan tertutup seperti bioskop, dan museum.

Penerapan kampanye 3C ini tergolong ampuh dalam menangani penyebaran Covid-19. Hal tersebut terlihat dari status darurat nasional di Jepang yang berakhir di 31 mei 2020 kemarin dan penerapan 3C ini akan tetap dilakukan sebagai bentuk dari perubahan pola hidup setelah masa Covid-19 ini yang dapat diterapkan secara jangka panjang.

Budaya Pola Hidup Sehat Masyarakat Jepang

Ketika disemua Negara menerapkan kebijakan lockdown pada wilayahnya, Jepang tidak melakukan lockdown dan hanya memberlakukan kebijaan darurat nasional. Di Jepang sendiri masyarkatnya masih terbilang beraktivitas dengan normal dan semua terkendali.

Masyarakat Jepang sendiri semenjak kecil sudah mempunyai budaya pola hidup sehat yang digunakan untuk mencegah virus corona. Selain itu, kebiasaan dalam berinteraksi dan bersosialisasi warga Jepang dalam kehidupan sehari-hari juga patut dicontoh.  

Kebiasaan yang biasa mereka jalani diantara lain, yaitu kebiasaan selalu mencuci tangan yang sudah menjadi budaya yang mengakar di setiap individu di Jepang, melakukan jaga jarak sosial dengan semua orang karena bila terlalu dekat mereka menganggap bahwa hal tersebut mengganggu privasi orang lain, menyapa sesama dengan tidak bersalaman melainkan menunduk satu sama lain saat bertemu, masyarakat Jepang selalu menggunakan masker kemanapun mereka bepergian khususnya penduduk di kota besar bahkan ketika mereka sedang merasa akan flu sekalipun.

Peran Pemimpin Daerah yang Dominan

Pemimpin daerah pada dasarnya memiliki hak untuk mengatur dan mengurus daerahnya sendiri dan berhak untuk membuat kebijakan sendiri terakait dengan penanganan Covid-19 ini. Di Jepang sendiri pemimpin di daerah atau bisa disebut gubernur lebih didengarkan oleh masyarakatnya karena mereka dianggap lebih mengenal apa yang dibutuhkan oleh daerahnya masing-masing.

Terdapat tujuh wilayah yang berstatus darurat di Jepang. Pemimpin dari masing-masing daerah tersebut sudah merespon permasalahan ini dengan cukup baik dengan menerapkan kebijakan yang baik. Selain itu, pemimpin daerah diluar ketujuh wilayah tersebut juga tetap berupaya maksimal dan memberikan kebijakan terbaik sesuai dengan kondisi di daerahnya masing-masing.

eksaura syifana putri

Baca Juga