Scroll untuk membaca artikel
Tri Apriyani | rangga pijar adhyaksa
Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini. (Dok. Humas Pemkot Surabaya)

Sejak april lalu, kota Surabaya dinyatakan berstatus zona hitam mengingat meledaknya kasus Covid-19 di area Jawa Timur tak terkecuali Surabaya. Hal ini memang sudah diprediksi oleh beberapa pakar epidemiologi bahwa Surabaya akan jadi wuhannya indonesia . Di lain sisi, baru baru ini Surabaya justru mulai bergerak ke arah transisi new normal.

Wabah ini menjadi sebuah ujian bagi setiap pemimpin tak terkecuali Tri Rismaharini sebagai Wali Kota Surabaya. Kunci utama seorang pemimpin dalam menangani pandemi ini adalah menciptakan kepercayaan atau trust ke masyarakat.

Mengingat sifat kebijakan yang diambil selama pandemi ini cenderung taktis dan adaptif. Bagaimanapun sebuah kebijakan dibuat tidak akan berpengaruh luas dan berjalan efektif jika masyarakat tidak dapat melihat pemimpin mereka berkomitmen untuk menangani suatu masalah.

Keterbukaan dan Kolaborasi dengan berbagai Pihak

Seorang pemimpin saat ini dihadapkan pada situasi yang sangat tidak pasti dan selalu berubah. Sementara itu, efek dari Covid-19 sangat cepat dan masif. Kondisi tersebut menuntut kapabilitas seorang pemimpin dalam menyelesaikan segala masalah.

Di sini seorang pemimpin ketika terjun ke lapangan perlu untuk mengetahui sebanyak banyaknya informasi tentang masalah tersebut. Pada kasus Covid-19 kebanyakan pemimpin menyerahkan otoritas tersebut kepada mereka yang lebih spesifik dalam bidangnya mengingat kompleksnya masalah yang dihadapi.

Tentunya Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini dibantu dengan banyak tim yang ekspert dalam bidang ini, mulai dari tim gugus tugas Covid-19 sampai akademisi.

Meskipun beberapa kewenangan telah dialihkan, Wali Kota Surabaya ini tetap menunjukkan kewaspadaannya dalam bertindak sebagai corong utama pemerintah kota Surabaya dalam memberantas wabah ini, namun sangat terbuka dengan para pakar dalam rangka menggali informasi sebanyak banyaknya. Salah satunya kerjasama dengan Rumah Sakit Universitas Airlangga sebagai pihak akademisi dalam hal perawatan pasien.

Transparansi dan Gaya Komunikasi

Covid-19 merubah pola hidup masyarakat sangat cepat. Di kondisi ketidakpastian tersebut informasi merupakan suatu hal yang penting dalam menciptakan hubungan yang harmonis antara masyarakat dan pemerintah.

Transparansi disini berarti tentang bagaimana mengkomunikasikan informasi sejujur jujurnya dan sejelas jelasnya kepada masyarakat.

Namun, dalam hal ini perlu digaris bawahi bahwa komunikasi tidak bisa sepenuhnya memenuhi harapan dan kebutuhan masyarakat.

Oleh karena itu komunikasi yang dilakukan oleh pemimpin seharusnya memuat visi dan harapan kedepan sehingga dapat menimbulkan rasa optimis pada masyarakat.

Berbeda dengan pemerintah pusat yang sejak awal cenderung tertutup tentang informasi penyebaran Covid-19, pemerintah Surabaya justru lebih tanggap. Hal tersebut diindikasikan dengan adanya laman laman covid-19.surabaya.go.id. Masyarakat bisa mengakses berita dan informasi secara riil tentang Covid-19.

Tentang gaya kepemimpinan Tri Rismaharini sejak awal beliau memimpin cenderung lebih menunjukkan aspek teknis dengan melakukan aksi nyata daripada komunikasi politik.

Namun, faktanya gaya tersebut justru dapat meningkatkan atensi masyarakat Surabaya bahwa pemimpin mereka berkomitmen. komitmen ini bisa dilihat dari awal gerakan risma yang agresif untuk memberantas corona di Surabaya daripada melakukan banyak konferensi pers di balai kota.

Risma dinilai lebih mengedepankan sisi humanis dengan menggunakan gaya bahasa retorika restoratif dan strategis. Gaya komunikasi ini menggabungkan aspek taktis dan komunikasi humanis.

Komunikasi strategis dibutuhkan untuk mengantisipasi dampak krisis kedepannya sedangkan komunikasi humanis berfokus untuk menjawab kebutuhan dasar masyarakat seperti logistik, tempat tinggal dan kesehatan.

Dua minggu setelah kasus Covid-19 teridentifikasi di Indonesia, Risma dengan tanggap menginstruksikan seluruh elemen masyarakat dan para jajaran pemerintah untuk membuat protokol penyebaran virus. substansi kebijakan protokol tersebut berupaya untuk meningkatkan filter kepada masyarakat dengan meminimalisir kerumunan dan mobilitas penduduk.

Selain itu, Risma juga mendatangi warga dalam rangka untuk memberikan ‘klarifikasi’ bahwa pemkot Surabaya tidak menerapkan lockdown. Hal tersebut mempertimbangkan aspek ekonomi masyarakat Surabaya.

Risma telah menunjukkan bagaimana seorang pemimpin perempuan di level daerah dengan menggunakan retorika restoratif berhasil menumbuhkan trust masyarakat di tengah pandemi. Gaya kepemimpinan dan pola komunikasi Risma menempatkan keberpihakan pada rakyat.

Bukti trust yang tinggi masyarakat Surabaya terhadap Risma ditunjukkan ketika drama rivalitas Khofifah vs Risma. Masyarakat Surabaya terbukti sangat tangguh dalam membela pemimpinnya tersebut di sosial media. Hal tersebut mengindikasikan bahwa masyarakat Surabaya merasa aman ketika dipimpin oleh Risma.

Demikian, Risma justru telah berhasil mengambil kesempatan untuk menimbulkan rasa trust atau kepercayaan masyarakat selama pandemi, yang justru momen ini belum bisa didapatkan oleh pemimpin lainnya. Trust tersebut menjadi modal yang kuat bagi Risma dalam memberlakukan kebijakan New Normal ke depan ketika situasi diupayakan untuk bergeser menjadi normal kembali.

rangga pijar adhyaksa

Baca Juga