Pandemi Covid-19 mengakibatkan banyak kegiatan dilakukan secara daring. Hal ini turut mempengaruhi pola belanja masyarakat yang beralih dari belanja offline menjadi online. Menurut data Analytic Data Advertising (ADA), terdapat kenaikan drastis pada aktivitas belanja online di Maret 2020.
Manfaat yang ditawarkan oleh belanja online ialah kecepatan transaksi, hemat waktu dan cenderung lebih murah atau lebih efisien. Di sisi lain jual beli online juga memiliki kekurangan yaitu konsumen tidak dapat melihat barang secara langsung untuk memastikan bahan maupun bentuknya dan sering terjadi kerusakan saat pengiriman barang sehingga barang yang dibeli tidak dapat digunakan sesuai kebutuhan.
Sarah Syarifah (25) kini lebih rajin memasak di rumah susunnya di bilangan Rawa Bebek, Jakarta Timur. Aktivitas meracik makanan itu rutin ia lakukan semenjak kantor suaminya menerapkan kebijakan Work From Home (WFH). Ia pun rutin berbelanja bahan makanan seperti daging, buah-buahan, dan sayuran melalui platform digital.
Sarah memang terbiasa berbelanja secara daring. Sebelum pandemi Covid-19, ia kerap membeli produk rumah tangga seperti wajan, panci dan lainnya secara online di platform e-commerce. Kini, ia sering juga memesan makanan dari restoran melalui aplikasi pesan antar makanan yang menawarkan banyak promo sehingga semakin membuatnya gencar memesan makanan di aplikasi pesan antar makanan tersebut.
“Takut juga sih kalo keluar rumah, soalnyakan punya anak kecil, prosentasi terinfeksinya lebih tinggi dibanding kita yang bisa dikatakan fit. Keluar kalau ke warung sembako doang paling. Gue meminimalisir keluar dari unit rusun. Benar-benar mengurangi kontak dengan orang lain. Karenakan kita enggak tahu orang lain dari mana aja, apa yang mereka pegang, siapa yang mereka temuin. Gitu sih,” ujarnya melalui aplikasi meeting online Zoom, Minggu (21/5).
Menurutnya, ongkos kirim belanja daring relatif sama dengan biaya transportasi ke pasar tradisional maupun supermarket. Alih-alih menghabiskan waktu untuk mengantre, dia lebih memilih menunggu barang pesanan di rusunnya. Ketika barangnya sudah sampai, dia keluar rumah mengambil pesanannya seraya memakai masker dan langsung mencuci tangan setelah menerimanya.
Marketplace yang memadai
Selama dua bulan terakhir, pandemi Covid-19 yang melanda dunia memang telah mengubah kebiasaan masyarakat Indonesia. Semakin banyak orang yang memilih menghabiskan waktu di rumah seiring dengan anjuran pembatasan fisik (physical distancing), dan bekerja-belajar-beribadah dari rumah. Belum lagi adanya pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di sejumlah daerah membuat mobilitas masyarakat kian terbatas.
Kondisi ini juga mengubah pola belanja masyarakat. Menurut data Analytic Data Advertising (ADA), perusahaan kecerdasan buatan, terdapat kenaikan drastis pada aktivitas belanja online di Maret 2020. Merebaknya pandemi Covid-19 di Indonesia sejak awal Maret mengakibatkan penggunaan aplikasi belanja online untuk jual-beli kebutuhan sehari-hari hingga barang bekas mengalami kenaikan hingga 300%.
Itu terjadi sejak pemerintah mengumumkan penerapan social distancing. Puncaknya terjadi pada 21-22 Maret, di mana aktivitas transaksi online di aplikasi jenis ini melonjak hingga lebih dari 400%.
Perubahan gaya hidup tersebut juga dibuktikan oleh data internal PT Tokopedia (Tokopedia) — salah satu perusahaan teknologi Indonesia dengan marketplace terbesar Indonesia — juga menunjukkan adanya tren kenaikan transaksi untuk produk-produk kesehatan dan kebutuhan pokok lain semenjak pandemi Covid-19 merebak di Tanah Air.
Produk yang paling banyak dicari oleh konsumen antara lain; masker mulut, cairan antiseptik atau penyanitasi tangan, hingga camilan sehat.
Menurut Tokopedia, peningkatan penjualan produk-produk ini tak lepas dari strategi perusahaan yang membebaskan biaya layanan 100% untuk penjual produk kesehatan dan kebutuhan pokok selama wabah Covid-19 berlangsung. Hal ini diambil untuk mendorong para penjual dapat selalu menjaga ketersediaan produk dan kestabilan harga.
Sementara bagi para pelaku usaha daring, Tokopedia bakal menggulirkan berbagai inisiatif yang mempermudah mitra penjualnya untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. William Tanuwijaya, CEO dan Founder Tokopedia menjelaskan, skema inisiatif ini dirancang dalam kampanye ‘Jaga Ekoomi Indonesia’ yang diusung perusahaan guna memerangi Covid-19.
Kampanye tersebut bertujuan agar masyarakat bisa memenuhi kebutuhan pokok selama bulan Ramadan, serta membantu para pelaku UMKM yang baru mencoba bisnis daring agar lebih mudah menjalankan usaha. Kini, sudah ada lebih dari 7,8 juta masyarakat yang telah bekerja sama dengan Tokopedia.
Oleh: Fatimah Azzahra /Mahasiswa S1 Pendidikan Ekonomi, Universitas Negeri Jakarta
Baca Juga
Artikel Terkait
-
Lazada Pakai AI dan Machine Learning untuk Basmi Barang Palsu
-
No Buy Challenge: Strategi Ampuh Menghemat Uang di Tengah Tren Belanja Online
-
Kode Promo Tokopedia Terbaru: Cara Hemat Belanja Online Setiap Hari
-
Dompet Aman, Checkout Jalan Terus: Cara Baru Hemat Belanja Online
-
Kisah UMKM Shopee Sukses Berkarya Sebelum 30 Angkat Cerita Inspiratif Brand Sandal Lokal Kingman
News
-
Dies Natalis UAJY ke-60: Lomba Dongeng Bahasa Indonesia Jadi Jembatan Budaya Mahasiswa Internasional
-
Christopher Kevin Yuwono, Duta GenRe Kota Mojokerto 2025 Terpilih Siap Hadapi Tantangan Digital
-
Khitanan Massal di Legok, Aksi Nyata Mahasiswa FKIK UNJA untuk Masyarakat
-
Berdayakan Anak Jalanan Lewat Literasi, Pelajar Ini Jadi Wakil Indonesia dalam Asia Girls Campaign
-
Kuliah Lapangan di Arab Melayu, Mahasiswa UNJA Perkuat Pemahaman Indigenous
Terkini
-
Ironi Sandy Walsh: Kian Terpinggirkan di Klub, Peluang di Timnas Indonesia Kecil?
-
Akun Resmi AC Milan Berikan 3 Kode, Bakal Tikung Jay Idzes dari Inter Milan?
-
Di Balik Teriakan Aksi: Apa yang Masih Diperjuangkan Kaum Buruh?
-
Menyambut Hari Buruh dengan Refleksi dan Harapan untuk Perubahan
-
Katseye 'Gnarly' Ekspresikan Rasa Percaya Diri Lewat Satu Kata yang Kuat