Scroll untuk membaca artikel
Tri Apriyani | Izfaldi Muhammad
Kakak beradik, Nolin (kanan) dan Adel (kiri) Siswi SMPN 16 Sigi, tengah membaca modul pelajaran bentuk dari pembelajaran jarak jauh diberlakukan pemerintah. (Foto: Muhammad Izfaldi)

Akses pendidikan selama masa pandemi menjadi sorotan utama seluruh pihak pada peringatan Hari Anak, Kamis (23/7) kemarin, salah satunya di SMPN 16 Kabupaten Sigi.

Terhitung sejak awal Maret yang lalu hingga memasuki tahun ajaran baru 2020/2021, seluruh siswa belum juga dapat kembali mengakses pendidikan secara normal. Akibatnya, seluruh stack holder dituntut menyiapkan strategi untuk mengantisipasi agar metode pembelajaran siswa tidak terbengkalai, sesuai kondisi saat ini.

Pilihan yang ditetapkan akhirnya, melalui Mentri Pendidikan Nadiem Makarim status Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) diaktifkan untuk mencegah penyebaran virus corona di kalangan pelajar.

Meski begitu, metode pembelajaran tersebut kini menjadi masalah baru bagi sebagian peserta didik yang berada di wilayah yang belum tercover jaringan internet. Bahkan dalam kondisi ini, telephone pintar menjadi barang mewah bagi mereka.

Seperti yang saat ini dirasakan Nolin dan Adel. Kaka beradik perempuan itu adalah siswi di SMP Negeri 16 Kabupaten Sigi, Provinsi Sulawesi Tengah. Kamis (23/7), kedua saudara kandung itu menceritakan perjuangannya bagaimana mendapatkan pendidikan selama di masa pandemi seperti sekarang ini.

Acapkali keduanya harus berjalan tak kurang dari lima kilometer dari tempat tinggal asalnya untuk mendapatkan akses jaringan internet, belum lagi keduanya yang tak memiliki telephone pintar sampai harus meminjam dari sanak saudara untuk dipakai secara bergantian.

Adel, Siswi SMPN 16 Sigi, memeluk buku pendidikan Agama Kristen sebagai bentuk dari pembelajaran jarak jauh yang diberlakukan pemerintah.(FOTO : Muhammad Izfaldi)

“Jauh dari sini kalau mau ba internet karena di sini belum bisa, nanti di sana itu yang ada towernya,” Ujar Nolin, Kamis (23/7) di Rumahnya Jalan Trans Dongidongi-Watumeta, Desa Tongoa.

Selain itu, pendapatan kedua orang tua kakak beradik yang notabenenya adalah petani dan ibu rumah tangga menjadi salah satu sarat kendala dalam proses pembelajaran daring, selain wilayah yang masih jauh dari jangkau jaringan komunikasi.

Menurut Nolin, untuk membiayayi pendidikan daring bersama adiknya itu ia sudah merogoh kocek hingga Rp500 ribu, sekadar mengisi pulsa ataupun data internet. Beberapa kali bahkan ia tak dapat mengikuti pembelajaran daring akibat tak memiliki uang untuk dibelanjakan kuota internet.

Metode Baru di Tahun Ajaran Baru

Akibat kondisi tersebut, pihak SMPN 16 Sigi dengan support Dinas Pendidikan setempat, membuat dua skema pembelajaran jarak jauh untuk mengefektifkan waktu meski dengan segala keterbatasannya.

Skema Sambang Siswa dan Email Box offline menjadi pilihannya. Dalam keterangannya, Wakil Kepala Sekolah Bungaria mengatakan, skema sambang siswa berarti para guru setiap mata pelajaran menyambangi siswa ke setiap rumahnya, dan dilakukan tiga kali dalam seminggu.

Lokasi tersebut mencapai empat desa yang masing-masingnya berada di antara Kabupaten Sigi dan Kabupaten Poso yang jaraknya mencapai 15 kilometer dari Sekolah. Keempat desa itu menjadi sebaran 300 siswa SMPN 16 Sigi yang harus didatangi oleh seluruh Guru Mata Pelajaran.

“Itu juga kita harus cepat kesana, karena kalau lambat biasanya siswa sudah ke kebun bantu orang tuanya, belum lagi juga cuaca saat ini masih musim hujan kan,” Jelas Bungaria, Kamis (23/7) Siang.

Bungaria mengaku, meski dengan metode trsebut belum sampai pada tataran efektif, pihaknya sebagai tenaga pendidik terus memaksimalkan aktu yang ada untuk menjalankan kewajibannya.

Sedangkan skema yang kedua, lanjut Bungaria, yakni memasang email box offline di lima titik dalam empat desa terebut. Artinya email box itu menjadi tempat pengambilan ataupun pengembalian tugas yang akan dan sudah selesai dikerjakan para siswa, sehingga tak perlu lagi jauh ke sekolah.

Sementara itu, Pemerintah Kabupaten Sigi, melalui dinas pendidikannya mengakui penerapan belajar daring sulit diterapkan di wilayahnya. Akses internet masih jadi hal yang sulit di sebagian besar wilayah di Sigi.

“Hampir semua wilayah di Sigi akses internet susah, terutama di Kecamatan terpencil dan terluar, Pipikoro, Marawola Barat, dan Palolo. Makanya strategi pembelajaran kami arahkan semacam ini,” Ujar Kepala Bidang Pendidikan Dasar Sigi, Handi Arno, Jum’at (24/7).

Selain itu, pihaknya juga turut menjamin biaya operasional para guru di lapangan yang menjalankan metode sambang siswa tersebut. Pihaknya akan turut mengevaluasinya dengan menyesuaikan kebijakan pusat dan daerah. Terlebih karena karakteristik wilayah Sigi yang berbeda dari daerah lain.

Oleh: Muhammad Izfaldi

Izfaldi Muhammad