Sebagai yang diketahui oleh sebagian besar penduduk Indonesia, bahkan seluruh dunia bahwa Indonesia adalah negara dengan garis pantai terpanjang kedua di Dunia setelah Kanada. Panjang garis pantai yang dimiliki Indonesia mencapai 54.716 km atau setara dengan 1.3 kali keliling bumi.
Panjangnya garis pantai yang ada di Indonesia dapat diakibatkan karena banyaknya pulau yang dimiliki oleh Indonesia. Sudah cukup terkenal bahwa Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di Dunia. Bahkan, hingga saat ini masih belum ada jumlah pasti berapa jumlah pulau yang dimiliki oleh Indonesia.
Data menurut Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2018, Indonesia memiliki 16.056 pulau. Jumlah ini juga yang telah didaftarkan kepada PBB pada sesi kesebelas sidang United Nations Group of Experts on Geographical Names (UNGEGN). Sedangkan data yang dimiliki Badan Informasi Geospasial (BIG) terdapat 17.504 pulau di Indonesia, dan BIG memiliki tugas untuk mendaftarkan sisanya ke PBB pada sidang UNGEGN keduabelas pada tahun 2021.
Meski bukan yang terpanjang di Dunia, tetapi luas Indonesia yang mencapai 7,81 juta kilometer persegi membuat Indonesia mendapatkan julukan negara dengan kepulauan terbesar di Dunia. Dari seluruh luas Negara Indonesia, hanya 2,01 juta kilometer persegi yang merupakan daratan. Sisanya merupakan lautan, yang mana 2,55 juta kilometer persegi diantaranya merupakan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia.
Melihat kembali sejarah, luas wilayah lautan Indonesia yang begitu luasnya tidak didapatkan langsung secara instan. Pada awal kemerdekaan, wilayah Indonesia masih diakui sebagai pulau pulau yang dipisahkan lautan di tengahnya.
Lalu pada tahun 1957, Perdana Menteri Indonesia saat itu, Djuanda Kartawidjaja, mendeklarasikan bahwa laut Indonesia adalah termasuk laut sekitar, di antara dan di dalam kepulauan Indonesia menjadi satu kesatuan wilayah NKRI.
Deklarasi tersebut hingga saat ini dikenal sebagai “Deklarasi Djuanda”. Barulah pada Konvensi Hukum Laut PBB ke III United Nation Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) tahun 1982, Deklarasi Djuanda diakui dan ditetapkan sehingga wilayah Indonesia menjadi satu kesatuan seperti saat ini.
Dari perjuangan yang Panjang tersebut, saat ini Indonesia masih belum bisa memanfaatkan wilayah pesisir dan lautnya dengan optimal. Saat ini, kegiatan ekonomi di Indonesia masih banyak berpusat di Pulau Jawa, yang mana menjadi pulau terpadat di Indonesia. Bahkan, menurut Kementrian Kelautan dan Perikanan (KKP) Indonesia pada tahun 2017, penduduk Indonesia yang memiliki profesi sebagai nelayan hanya berjumlah 2,7 juta dan terus turun dari tahun ke tahun.
Jumlah nelayan Indonesia dapat dikatakan hanya sedikit apabila dibandingkan dengan luas laut yang dimiliki Indonesia. Bahkan, mayoritas pelayan tersebut berada dalam ambang batas garis kemiskinan dan menyumbang 25 persen angka kemiskinan nasional.
Cukup miris mengingat sumber daya alam yang dimiliki Indonesia sangatlah besar. Menurut penelitian yang dilakukan United Nations Developments Programs (UNDP) pada tahun 2017, potensi kekayaan alam laut yang dimiliki Indonesia dapat mencapai 2,5 triliun dollar Amerika Serikat per tahunnya.
Apabila dikonfersikan ke Rupiah dengan kurs pada 13 Oktober 2020, jumlahnya mencapai 36.900 triliun Rupiah per tahunnya! Jumlah itu setara dengan 18 kali APBN Indonesia pada tahun 2020. Bahkan lebih mencengangkannya lagi, menurut penelitian UNDP, Indonesia baru bisa memanfaatkan 7 persen kekayaan tersebut karena minimnya teknologi.
Potensi laut dan pesisir Indonesia mayoritas bersumber dari ikan, terumbu karang, ekosistem mangrove, ekosistem lamun, potensi wisata bahari, dan lain sebagainya. Potensi wisata pesisir menjadi keunggulan Indonesia untuk saat ini. Berada di negara tropis yang memiliki suhu hangat dan berbagai macam flora dan fauna, menjadi pemikat utama para wisatawan mancanegara menjadikan Indonesia destinasi wisata.
Salah satu contoh wilayah di Indonesia yang terkenal di mancanegara karena wisata pesisirnya adalah Bali. Bali dapat mengoptimalkan wisata pesisirnya dengan optimal. Bahkan, Dalam gelaran Annual Meeting IMF-World Bank (WB), Kepala Dinas Pariwisata Provinsi Bali, AA Gede Yuniartha Putra menyampaikan bahwa pendaptan Bali dari sektor pariwisata mencapai 1 Triliun Rupiah.
Selain Bali, Raja Ampat di Papua juga menjadi destinasi wisata mancanegara yang ingin melihat keindahan laut Indonesia. Gugusan pulau pulau kecil yang indah dan lokasi lokasi snorkling untuk melihat terumbu karang dan ikan di lautan menjadi panorama utama di Raja Ampat.
Untuk perihal surfing, Mentawai terkenal akan ombaknya yang menjadi surga bagi para peselancar. Namun, pantai di sebelah barat Sumatera ini masih sepi dari wisatawan dan tidak seterkenal Bali. Apabila banyak daerah di Indonesia dapat mengoptimalkan pendapatan dari sektor pariwisata pesisir seperti daerah diatas, pendapatan Indonesia dapat meningkat secara pesat.
Namun, di musim pandemic seperti sekarang, pendapatan dari sektor pariwisata tidak terlalu dapat diandalkan. Banyak negara yang menerapkan lockdown dan beberapa penerbangan Internasional diberhentikan. Potensi laut lain yang masih dapat diandalkan Indonesia adalah dari segi perikanan. Selama ini sektor perikanan masih kurang mendapat perhatian serius bila dibandingkan dengan sektor pangan di daratan seperti perkebunan maupun persawahan.
Padahal jika potensi pembangunan kelautan Indonesia dikelola dengan baik, maka dapat menjadi salah satu sumber modal utama pembangunan, dan dapat memberikan manfaat yang maksimal bagi negara dan masyarakat Indonesia. Secara potensi, perikanan Indonesia adalah yang terbesar di dunia, baik perikanan tangkap maupun perikanan budidaya.
Menurut Dewan Pertimbangan Presiden, Potensi produksi perikanan sekitar 67 juta ton/tahun. Dari angka ini, potensi produksi perikanan budidaya memiliki presentase terbesar, yaitu sebesar 56,8 juta ton/tahun sedangkan untuk perikanan tangkap sebesar 10,2 juta ton/tahun. Saat ini, kontribusi sektor perikanan terhadap PDB dan penerimaan pajak masih relatif kecil, yakni sekitar 2,5% dan 0,1%.
Menurut Dewan Pertimbangan Presiden juga, dalam hal kontribusi sektor KP perikanan terhadap ketahanan pangan nasional cukup signifikan. Sekitar 60% dari total asupan protein hewani yang dikonsumsi oleh rakyat Indonesia itu berasal dari ikan dan seafood. Pada 2014, Indonesia merupakan produsen perikanan tangkap dan perikanan budidaya terbesar kedua di dunia, hanya kalah dari China. Sekalipun potensi perikanan Indonesia sangat besar, namun pemanfaatannya masih rendah, nelayan masih banyak yang miskin, tetapi sumber daya ikannya banyak yang rusak juga.
Masalah terkait pemanfaatan sumber daya perikanan ini memiliki banyak akar masalah. Dari segi sumber daya manusia, minat profesi sebagai nelayan turun dari waktu ke waktu. Faktor ekonomi menjadi alasan utamanya. Mayoritas nelayan di Indonesia, seperti yang sudah disebutkan termasuk kedalam kategori miskin.
Selain itu, modal yang dibutuhkan oleh nelayan tinggi dan risiko yang diterima juga tinggi. Oleh karena itu peran pemerintah disini sangatlah besar. Pemerintah dapat menyediakan sarana produksi, seperti jaring, Bahan Bakar Minyak (BBM), dan mesin kapal dengan jumlah yang memadai, kualitas yang baik, dan harga yang relatif murah.
Pemerintah dapat mengkoordinasikan sarana tersebut, salah satunya dapat melalui penyediaan koperasi-koperasi bagi nelayan. Kemudian dari sisi penjualan, pemerintah juga harus memberikan jaminan pemasaran agar harga ikan tidak fluktuatif atau naik turun. Dengan beberapa hal tersebut, harapannya dapat membuat kesejahteraan nelayan akan meningkat dan membuat profesi nelayan diminati sehingga tidak kekurangan sumber daya manusia di bidang perikanan.
Lalu, untuk manajemen wilayah pesisir dan laut saat ini hanya optimal di daerah jawa dan sekitarnya. Untuk beberapa daerah, wilayah pesisir hanya dibiarkan tanpa dioptimalkan potensinya. Sebagai contoh, saat ini Pemerintah Papua sedang menyusun dokumen rencana zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil (RZWP3K).
Setelah dilakukan zonasi, berbagai persoalan di pesisir papua ditemukan. Contoh permasalahan yang ditemukan antara lain pembuangan limbah tambang (tailing) PT. Freeport, yang merusak pesisir selatan. Selain limbah padat seperti tailing, dicurigai juga ada limbah cair, terutama dari aktivitas tambang ilegal yang sedang marak di pesisir selatan dan Mimika Barat. Berbagai persoalan ini berakibat pada sedimentasi, pencemaran hingga berkurangnya keragaman hayati. Masyarakat yang hidup di wilayah ini juga rawan terkena penyakit.
Potensi pariwisata di Papua juga belum terkelola dengan maksimal. Persoalan batas juga menjadi masalah di papua, utamanya yang menyangkut batas wilayah adat dan batas wilayah pemerintahan. Masih banyak masalah masalah lain yang dialami di pesisir papua, antaranya hal tata kelola, penegakan hukum dan keamanan di wilayah pesisir, penambangan ilegal, penyelundupan narkoba dan hasil bumi, penyalahgunaan izin kapal, dan sebagainya. Harapannya dengan manajemen yang baik, semua masalah diatas dapat teratasi untuk Indonesia yang lebih maju dan sejahtera.
Baca Juga
Artikel Terkait
-
Ilmuwan Temukan Bukti 'Garis Pantai Samudra' di Mars, Indikasi Kehidupan di Planet Merah
-
Bantu Hilangkan Stres, Ini 5 Alasan Pantai Baik untuk Kesehatan Mental
-
Sudah Lama Ngarep RK Pindah ke Jakarta Karena Toleran, Komunitas Tionghoa Deklarasi Dukungan ke Pasangan RIDO
-
Liburan Akhir Tahun: Rasakan Kedamaian Ombak dan Matahari Terbenam di Pinggir Pantai
-
Teror Truk Tanah PIK 2: Kecelakaan Maut Picu Amarah Warga
News
-
Dari Kelas Berbagi, Kampung Halaman Bangkitkan Remaja Negeri
-
Yoursay Talk Unlocking New Opportunity: Tips dan Trik Lolos Beasiswa di Luar Negeri!
-
See To Wear 2024 Guncang Industri Fashion Lokal, Suguhkan Pengalaman Berbeda
-
Harumkan Indonesia! The Saint Angela Choir Bandung Juara Dunia World Choral Championship 2024
-
Usaha Pandam Adiwastra Janaloka Menjaga, Mengenalkan Batik Nitik Yogyakarta
Terkini
-
Lezatnya Olahan Menu di Skuydieat, Cabe Ijonya Menggugah Selera
-
Bandai Namco Diguncang Isu: Pembatalan Proyek Besar dan Krisis Internal
-
Belajar Merancang Sebuah Bisnis dari Buku She Minds Her Own Business
-
Sheila On 7 Siap Mengguncang Jakarta Desember 2024, Ini Harga Tiketnya
-
Usai Libas Arab, Calvin Verdonk Girang Peluang Lolos Piala Dunia Semakin Dekat