Tanaman karet adalah salah satu jenis tanaman perkebunan yang dikembangkan di berbagai negara termasuk Indonesia. Produk utama tanaman karet yaitu karet itu sendiri yang dapat diperoleh dari proses penggumpalan getah tanaman karet, yang dapat juga disebut lateks.
Karet merupakan salah satu komoditi hasil perkebunan yang mempunyai peran cukup penting dalam kegiatan perekonomian di Indonesia. Karet juga salah satu komoditas ekspor Indonesia yang cukup besar sebagai penghasil devisa negara selain minyak dan gas.
Berdasarkan hasil publikasi kementrian perdagangan, karet dan olahannya merupakan komoditi ekspor non migas terbesar ke 5 di Indonesia. Dari 162.840,9 US$ nilai ekspor non migas, karet menyumbang nilai sebesar 6.380,10 US$ pada tahun 2018. Artinya sekitar 4% pendapatan ekspor merupakan sumbangan dari komoditi karet.
Di Indonesia sendiri, luas areal dan produksi karet terbesar berasal dari perkebunan yang berstatus Perkebuan Rakyat (PR), yaitu perkebunan yang diselenggarakan atau dikelola oleh rakyat/perkebunan yang dikelompokkan dalam usaha kecil, tanaman perkebunan rakyat dan usaha rumahtangga perkebunan rakyat. Kemudian disusul oleh Perkebunan Besar Swasta (PBS) dan Perkebunan Besar Negara (PBN).
Provinsi Sumatera Selatan merupakan daerah yang memiliki produksi karet kering tertinggi dan juga merupakan daerah yang memiliki luas areal PR terluas di Indonesia.
Menurut data publikasi Badan Pusat Statistik (BPS), pada tahun 2018 Produksi karet kering PR diperkirakan mencapai 926,54 ribu ton atau sekitar 30,83 persen dari total produksi karet kering PR nasional, dengan luas areal PR diperkirakan sebesar 788,77 ribu hektar (25,33 %) dari luas areal PR karet nasional.
Luas areal PR dan tingkat produksi PR karet di Provinsi Sumatera Selatan yang cukup tinggi nyatanya tidak menjamin kesejahteraan petani karet juga tinggi.
Banyak sekali petani karet yang mengeluhkan bahwa mereka mengalami defisit, yaitu kenaikan harga produksi relatif lebih kecil dibandingkan dengan kenaikan harga barang konsumsinya atau pendapatan petani turun, lebih kecil dari pengeluarannya.
Harga karet yang cendrung berfluktuasi dan dinilai masih sangat murah serta harga barang-barang pokok dan kebutuhan hidup lainnya cendrung mengalami peningkatan merupakan faktor utama yang selalu dikeluhkan dan menjadi permasalahan bagi para petani karet di provinsi Sumatera Selatan.
Harga karet sendiri mulai bergerak tarun sejak tahun 2013 meski pada tahun 2011 saat booming komoditas menembus US$ 5/kg. Namun, pada tahun2017 diketahui hanya US$1,65 per Kg, dan pada tahun 2018 mencapai US$1,4 per Kg.
Berdasarkan catatan Dinas Perkebunan (Disbun) Sumsel, harga karet harian pada Maret 2020 sempat berada di posisi Rp13.892 per Kg untuk KKK 100%, sementara untuk KKK 60%-50% senilai Rp8.335-Rp6.946 per Kg. Sedangkan, petani yang menjual tidak melalui mekanisme lelang atau bergabung dalam Unit Pengolahan Bahan Olah Karet (UPPB) malah hanya menerima harga Rp4.500 hingga Rp4.000 per Kg.
Dalam hal ini, sangat diperlukan upaya dan kebijakan yang tepat dari pemerintah terhadap penetapan dan penyetaraan harga karet. Agar para petani karet rakyat (PR) yang memiliki perkebunan karet berskala kecil serta menjual tidak melalui mekanisme lelang atau bergabung dalam Unit Pengolahan Bahan Olah Karet (UPPB) tetap dapat mendapatkan harga karet yang sesuai.
Selain itu, diperlukan juga pengembangan industri hilir dan sosialisasi pemanfaatan kayu karet sebagai bahan baku industri kayu. Selama ini, para petani hanya mengetahui manfaat dari karet/lateks yang memiliki nilai jual serta dapat dibuat beragam jenis produk.
Sedangkan, sampai saat ini potensi pemanfaat kayu karet tua belum dapat dimanfaatkan secara optimal. Padahal, pemanfaatan kayu karet merupakan peluang baru untuk meningkatkan margin keuntungan dalam perkebunan karet. Sehingga, diperlukan Kerjasama dari berbagai pihak agar hal tersebut dapat dioptimalkan dengan baik dan dapat meningkatkan kesejahteraan petani karet rakyat (PR) yang berskala kecil khususnya di Provinsi Sumatra Selatan.
Baca Juga
Artikel Terkait
-
Negara Rugi Rp1,3 Triliun, Kasus Korupsi Proyek LRT Palembang Tambah 'Luka' Waskita Karya
-
Harga Karet Global Melonjak, Emiten SURI Langsung Ketiban Durian Runtuh
-
Menghubungkan Desa Terisolir, BRI Bangun Jembatan di Desa Lubuk Dalam
-
Ironi Jual Besi Rambu Lalu Lintas Demi Judi, Netizen: Enggak Bisa Makan Banget?
-
Bukan Sekadar Cantik, Filosofi Rumah Limas di Uang 10 Ribu Ini Bikin Takjub!
News
-
Imabsi Gelar Kelas Karya Batrasia ke-6, Bahas Repetisi dalam Puisi
-
Jalin Kerjasama Internasional, Psikologi UNJA MoA dengan Kampus Malaysia
-
Bicara tentang Bahaya Kekerasan Seksual, dr. Fikri Jelaskan Hal Ini
-
Komunitas GERKATIN DIY: Perjuangan Inklusi dan Kesehatan Mental Teman Tuli
-
5 Hero Marksman Jungle Terbaik di META Mobile Legends November 2024
Terkini
-
Sinopsis Film The Sabarmati Report, Kisah Dua Jurnalis Mengungkap Kebenaran
-
Melawan Sunyi, Membangun Diri: Inklusivitas Tuna Rungu dan Wicara ADECO DIY
-
Melihat Jadwal Tur Linkin Park, Jakarta Satu-satunya Kota di Asia Tenggara
-
Ulasan Novel Seribu Wajah Ayah: Kisah Perjuangan dan Pengorbanan Ayah
-
Wajib Beli! Ini 3 Rekomendasi Cushion Lokal dengan Banyak Pilihan Shade