Scroll untuk membaca artikel
Tri Apriyani
Ilustrasi Pemulihan Ekonomi Nasional (shutterstock)

Salah satu langkah represif pemerintah dalam menangani Covid-19 adalah dengan merelokasi anggaran melalui program pemulihan ekonomi nasional. Peraturan Pemerintah (PP) 23 tahun 2020 tentang pelaksanaan program Pemulihan Ekonomi Nasional dalam rangka mendukung kebijakan keuangan negara untuk penanganan pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) dan atau menghadapi ancaman yang membahayakan perekonomian nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan serta Penyelamatan Ekonomi Nasional ditetapkan di Jakarta oleh Presiden Joko Widodo pada tanggal 9 Mei 2020.

Program Penyelamatan Ekonomi Nasional merupakan bentuk respon kebijakan yang ditempuh oleh Pemerintah dalam upaya untuk menjaga dan mencegah aktivitas usaha dari pemburukan lebih lanjut, mengurangi semakin banyaknya pemutusan hubungan kerja dengan memberikan subsidi bunga kredit bagi debitur usaha mikro, kecil, dan menengah yang terdampak, mempercepat pemulihan ekonomi nasional, serta untuk mendukung kebijakan keuangan negara.

Program PEN bertujuan untuk melindungi, mempertahankan, dan meningkatkan kemampuan ekonomi para Pelaku Usaha termasuk kelompok usaha mikro, kecil, dan menengah, dalam menjalankan usahanya. Beberapa program pun disiapkan, seperti subsidi bunga UMKM, penempatan dana untuk bank-bank yang terdampak restrukturisasi, penjaminan kredit modal kerja, suntikan modal untuk BUMN, dan investasi pemerintah untuk modal kerja.

Pelaksanaan Program PEN diharapkan dapat meminimalkan terjadinya pemutusan hubungan kerja oleh dunia usaha karena dampak pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19). Pelaksanaan program PEN dilakukan dengan empat cara. Yaitu Penyertaan Modal Negara (PMN) ke BUMN, penempatan dana, investasi pemerintah dan/ atau penjaminan. Selain itu, pemerintah juga bisa melakukan kebijakan melalui belanja negara sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.

Untuk pembiayaan program PEN, pemerintah dapat menerbitkan Surat Berharga Negara (SBN) yang dapat dibeli oleh Bank Indonesia (BI) di pasar perdana. Pelaksanaannya dilakukan secara bertahap dan hasil penerbitannya akan disimpan dalam suatu rekening khusus di BI. Sebanyak 692,5T telah dianggarkan secara serius untuk menggerakkan kembali roda perekonomian. Namun, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan realisasi anggaran program pemulihan ekonomi nasional (PEN) baru mencapai Rp383,01 triliun atau 55,1 persen dari total pagu sebesar Rp695,2 triliun per 9 November 2020.

Artinya masih ada waktu 1,5 bulan lagi untuk pemerintah mempercepat realisasi PEN sampai tuntas dan tepat manfaat. Lambannya realisasi anggaran ini salah satunya terjadi karena desain program yang terlalu kompleks untuk memenuhi asas akuntabilitas dan mencegah terjadinya penyalahgunaan (moral hazard).

Proses birokrasi yang rumit menurut penulis juga menjadi penghambat dari percepatan penyerapan dana PEN. Untuk program pemulihan ekonomi, karena ada peringatan terkait akuntabilitas dan moral hazard, maka desain kebijakan dibuat dengan sangat hati-hati dan cenderung menjadi kompleks.

Maka, keseriusan pemerintah sebagai pelayan rakyat sudah seharusnya dibuktikan dengan mengambil beberapa langkah tegas, di antaranya menyederhanakan proses birokrasi dan mempermudah alur transfer anggaran kepada setiap sektor serta menyederhanakan desain program yang tetap berpegang teguh pada prinsip akuntabilitas namun tidak mengabaikan realitas di lapangan seperti apa.

Kondisi pandemi sudah nyata melumpuhkan kegiatan perekonomian beberapa sektor, namun apabila anggaran pemulihan tidak cepat terserap, bagaimana lalu para pelaku UMKM, BUMN, dan modal kerja akan perlahan membaik? Bagaimana keseriusan pemerintah dalam mengembalikan gairah perekonomian?

Oleh: Afidah Nur Aslamah / Mahasiswa Berprestasi Utama Universitas Negeri Jakarta 2020