Teknologi merupakan salah satu aspek yang sampai sekarang terus mengalami kemajuan. Pemutakhiran-pemutkhiran selalu diperbarui untuk meningkatkan sistem yang lebih inovatif. Pada era digital, teknologi mengalami progress yang luar biasa. Eksistensi media massa berangsur-angsur menurun tergantikan dengan adanya internet yang membuat jarak dan waktu tidak menjadi masalah untuk berkomunikasi.
Keunggulan-keunggulan yang ditawarkan, mudah diterima dengan baik dan cepat oleh masyarakat. Respons itulah yang membuat para pendiri teknologi berlomba-lomba untuk menciptakan gerbrakan-gebrakan baru yang bertujuan untuk memudahkan segala kebutuhan sehari-hari manusia.
Pada tahun 2015, media sosial sedang panas-panasnya diperbincangkan khalayak ramai. Masyarakat yang semula menggunakan sms dan telepon pulsa, berbondong-bondong beralih ke internet yang terfokuskan oleh aplikasi facebook pada saat itu. Media yang dapat digunakan untuk berinetraksi dengan orang lain, mengekspresikan diri dan sebagai wadah infromasi itulah membuat masyarakat larut dalam menggunakannya. Alih-alih demikian, pada saat itu harga paket internet cenderung mahal, oleh karena itu penggunannya masih terbatas.
Seiring berjalannya waktu, modifikasi-modifikasi pada media sosial banyak dilakukan oleh pendiri-pendiri besar teknologi. Seakan tertantang dengan peluang yang ada, dengan kurun waktu yang singkat bermuncullah fitur-fitur aplikasi lainnya seperti instagram, youtube dan lain-lain yang seakan beriringan kemunculannya. Tidak membutuhkan waktu yang lama masyarakat dapat menerima dan mulai menyesuaikan diri dengan cepat.
Hal ini dibuktikan dari kutipan berita Kompas (04/02/2019) yang menjelaskan data menurut laporan Digital Around The World bahwa pengguna media sosial sebanyak 150 juta dari 268,2 juta penduduk Indonesia. Namun, dengan suguhan yang memberikan banyak manfaat ini tidak menafikkan bahwa terdapat banyak perubahan yang terjadi dalam keteraturan masyarakat salah satunya yaitu, menurunnya etika dalam kehidupan sehari-hari di dunia nyata maupun maya. Fenomena ini sering terjadi pada kalangan remaja, bahkan sampai kalangan dewasa.
Adanya tindakan tersebut tentu terdapat faktor-faktor yang menyebabkan hal itu dapat terjadi yaitu, kurangnya pengawasan orang tua terhadap penggunaan telepon genggam, mengikuti trend/gaya hidup, pengaruh teman bermain, pengaruh budaya setempat, pengaruh orang tua, dan kurangnya sosialisasi mengenai pentingnya pendidikan karakter pada anak.
Manusia Satu Dimensi
Menurut sudut pandang sosiologis, setiap individu tidak dapat hidup sendiri yang oleh sebab itu membutuhkan lawan komunikasi untuk berinteraksi. Interaksi yang diciptakan individu inilah yang akan membentuk suatu hubungan dan terciptanya nilai dan norma dalam masyarakat.
Herbert Marcuse di dalam bukunya yang berjudul One Demisional Man (1964) mengkritik pedas adanya modernisasi yang baginya itu merupakan kemosrotan dalam masyarakat. Menurutnya masyarakat akan terlena dengan semua kemudahan yang disediakan oleh teknologi, jenis masyarakat inilah yang disebutkan oleh Marcuse dengan “Masyarakat yang sakit”. Marcuse mengungkapkan pendapatnya bahwa dengan adanya teknologi akan menimbulkan masalah baru yang akan terjadi di masyarakat. Hal ini terbukti ketika teknologi merajai hidup manusia seperti saat ini.
Manusia merupakan wujud makhluk yang paling sempurna diantara makhluk lainnya, memiliki akal yang menjadi pembeda. Berangkat dari nilai yang secara tidak kasat mata tertanam dalam masyarakat, membuat masyarakat mempunyai aturan-aturan yang mengikat individu agar tercapainya keteraturan dalam bermasyarakat. Tanpa disadari dunia terbagi menjadi dua, yaitu dunia nyata dan dunia maya. Dunia nyata tempat berpijak, bertemu orang secara langsung dan dunia maya adalah dunia berselancar melalui media sosial, kebanyakan yang menggunakan dunia maya ini merupakan remaja.
Remaja merupakan peralihan dari masa kanak-kanak menuju dewasa, hal ini menyebabkan tingginya kelabilan dan emosional dalam diri. Mempunyai rasa penasaran yang tinggi dan tertarik untuk mencoba hal-hal yang baru. Oleh karena itu, pengguna media sosial kebanyakan remaja. Bermedia membuat anak merasa dibebaskan dalam melakukan apa saja, yang membuat mereka merasa terpenuhi keinginannya tanpa adanya pengawasan dari orang tua. Oleh karean iutlah, tidak jarang remaja sering terjeras kasus kriminalitas dan tindak kejahatan. Hal ini tentu saja menjadi cerminan krisis moral pada remaja yang sangat memprihatinkan seperti, penggunaan narkoba, seks bebas dan penyalahgunaan minuman beralkohol.
Dergradasi Etika
Pada saat ini memainkan telepon genggam menjadi sebuah kebiasaan yang baru dikalangan remaja yang sudah tidak dapat dikontrol lagi. dalam dunia nyata bahkan seorang anak acuh tak acuh ketika orang tua sedang berbincang dengannya. Banyak diantara mereka bahkan hanya fokus tertuju pada telepon genggamnya. Kebiasaan-kebiasaan ini berlanjut sampai dengan hari ini. Menurunnya etika ini tidak hanya berlaku di dunia nyata saja, didunia maya ternyata lebih mengerikan.
Kemosrotan moral generasi bangsa dapat kita lihat dari kutipan berita yang dirilis oleh jogja.tribunnews (31/12/2018) adanya akun di Instagram yang menyerang secara tulisan komentar salah satu publik dengan bodyshamming yang mengatakan bahwa hidung yang di punyai artis tersebut besar sehingga jempol jari kaki dapat masuk.
Kemudian berita yang dirilis oleh tribunnews.com (08/11/2020) seorang remaja yang mengirim pesan lewat instagram ke artis Betrant Peto dengan mengata-ngati dengan sebutan anak pungut. Kata-kata kotor pun diluncurkan oleh pelaku, yang ternyata pelakunya masih remaja.
Lagi, kasus pelecehan seksual yang terjadi selama pandemi meningkat sebab dikarena tingginya instensitas penggunaan telpon genggam. Berita ini dirilis oleh Kompas.com (01/07/2020) mengemukakan bahwa meningkatnya laporan pelecehan seksual yang tahun 2019 kemarin hanya 2 kasus setahun, pada tahun 2020 ini ada 4 kasus dalam 6 bulan.
Berbagai kasus yang hadir membuktikan bahwa kemudahan yang diberikan oleh teknologi yang ada menimbulkan masalah-masalah baru dalam masyarakat. Buramnya batasan dalam bermedia sosial memberikan dampak yang tidak main-main. Cakupan-cakupan mengenai hak dan kewajiban tidak terstruktur dalam bermedia. Seolah dunia maya merupakan wadah untuk menyalurkan keinginan tanpa menghitung risiko yang akan diterima. Penerapan etika dalam kehidupan remaja memang masih menjadi kendala sebab pengaruh yang dibawa oleh kebudayaan luar. Alih-alih dapat menyesuaikan peradaban malah tergerus dan tenggelam dalam modernitas. Hal ini menjadi salah satu faktor yang merusak generasi penerus bangsa.
Baca Juga
Artikel Terkait
-
Tersesat di Dunia Maya: Literasi Digital yang Masih Jadi PR Besar
-
Paylater dan Cicilan: Solusi atau Jalan Pintas Menuju Krisis?
-
6 Cara Pakai Media Sosial yang Aman untuk Kesehatan Mental
-
Viral Earbuds Berdarah, Ini Batas Aman Volume untuk Mendengarkan Musik
-
Australia Bikin RUU Larangan Media Sosial untuk Anak di Bawah 16 Tahun, Jika Dilanggar Dendanya Mencapai Rp500 Miliar
News
-
Dari Kelas Berbagi, Kampung Halaman Bangkitkan Remaja Negeri
-
Yoursay Talk Unlocking New Opportunity: Tips dan Trik Lolos Beasiswa di Luar Negeri!
-
See To Wear 2024 Guncang Industri Fashion Lokal, Suguhkan Pengalaman Berbeda
-
Harumkan Indonesia! The Saint Angela Choir Bandung Juara Dunia World Choral Championship 2024
-
Usaha Pandam Adiwastra Janaloka Menjaga, Mengenalkan Batik Nitik Yogyakarta
Terkini
-
Review Film Heretic, Hugh Grant Jadi Penguji Keyakinan dan Agama
-
3 Rekomendasi Two Way Cake Lokal dengan Banyak Pilihan Shade, Anti-Bingung!
-
4 Daily OOTD Simpel nan Modis ala Chae Soo-bin untuk Inspirasi Harianmu!
-
Inspiratif! Ulasan Buku Antologi Puisi 'Kita Hanya Sesingkat Kata Rindu'
-
3 Peel Off Mask yang Mengandung Collagen, Bikin Wajah Glowing dan Awet Muda