Banjir merupakan peristiwa yang setiap tahun menjadi topik pemberitaan. Pada musim hujan, banyak kota di Indonesia mengalami bencana banjir. Pulau Kalimantan merupakan sebuah pulau yang rawan banjir, karena jika melihat dari kondisi geografisnya Pulau Kalimantan merupakan daerah rawa dan mempunyai banyak sungai.
Kalimantan merupakan salah satu pulau besar di Indonesia. Luasnya meliputi 748.1681 km2 sehingga memiliki daerah tangkapan hujan lebat hal ini berdampak pada besarnya sungai yang ada di dalamnya disertai banyak anak sungai yang panjang dan panjang.
Selain besarnya luas pulau, letak Kalimantan yang berada di garis khatulistiwa menyebabkan curah hujan yang cukup tinggi sehingga menjadikan Kalimantan sebagai salah satu hutan hujan dunia dengan intensitas curah hujan yang cukup tinggi. Intensitas curah hujan yang tinggi di Kalimantan berdampak pada banyaknya air limah yang terjadi di sungai-sungai di Kalimantan.
Menurut Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) hujan lebat dengan curah hujan sangat deras terjadi dan menyebar di Kalimantan Selatan pada tanggal 8 sampai 14 Januari 2021. Berbagai kondisi terjadi yang menyebakan banjir meluas memaksa warga mengungsi ke lokasi yang leih aman. Menurut penilaian Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mengamati peruahan tutupan lahan dari hutan kering menjadi perkebunan termasuk kegiatan penanganan yang terjadi antara tahun 1990 dan 2019.
Di Kalsel masalah kerusakan lingkungan terutama pertambangan dan perkebunan masih marak dan media lokal belum cukup meliputnya. Sebagai bagian dari orang itu menjadi hal yang tahu karena alam Kalimantan Selatan telah hancur karena dominasi kontraktor pertambangan dan perkebunan berpengaruh di Kalimantan Selatan. Beberapa keberadaan banjir diyakini menjadi penyebabnya yaitu:
- Media massa sebagai salah satu alat informasi digunakan dalam kegiatan komunikasi yaitu memberikan Informasi tentang tindakan perusakan lingkungan masih teratas.
- Kurangnya minat masyarakat terhadap perlindungan lingkungan di Kalimantan Selatan . Namun pasca bencana banjir banyak orang yang kembali fokus pada kerusakan lingkungan yang terjadi.
Maka dari itu perlunya penataan kota yang dapat mengurangi resiko banjir selama sistem tersebut menyediakan ruang bagi air untuk diserap dan dialirkan sehingga tidak ada aliran liar yang menyebakan banjir. Satu hal yang perlu dipertimbangkan adalah kapasitas sistem drainase atau saluran air, terlepas dari apakah sejumlah drainase di kota tersebut dapat menampung air.
Baca Juga
Artikel Terkait
-
Jakarta Bebas Macet dan Banjir di 2029? Ini Janji Gubernur Pramono Saat Perayaan HUT ke-498 Jakarta
-
Dari Wahabi ke Oligarki, Ketua PBNU Gus Ulil Tuduh Aktivis Lingkungan Didanai Amerika
-
PT IMIP Janji Manut Arahan Kementerian LH soal Perbaikan Lingkungan
-
Kanal Aduan SPMB Kalsel, Masalah, Kecurangan dan Kendala Bisa Dilaporkan
-
Keadilan untuk Hutan: KLH Menang Gugatan Tambang Ilegal Rp48 Miliar
News
-
Tari dan Diplomasi Akademik di Medan, Beginilah AP2TPI Disambut
-
Mandiri Jogja Marathon 2025 Jadi Event Sport Berbalut Kampanye Lingkungan dan Kearifan Lokal
-
Mandiri Jogja Marathon 2025 dan Misi Keberlanjutan Mandiri Looping for Life
-
Tak Sekedar Ajang Lari, Mandiri Jogja Marathon 2025 Jadi Ladang Rezeki bagi UMKM
-
Siswa MTS Sukoharjo Dibekali Jurus Ampuh Komunikasi Efektif di Era Digital!
Terkini
-
Sinopsis Kpop Demon Hunters, Idol Kpop Lawan Iblis Pengincar Jiwa Fans
-
5 Alasan Loki Harus Bergabung dengan Bajak Laut Topi Jerami di One Piece
-
Ketar-ketir! Media Vietnam Soroti Naturalisasi di Timnas Putri Indonesia
-
Jadi Presiden Snow di Prekuel The Hunger Games, Ini Tanggapan Ralph Fiennes
-
Sinopsis Head Over Heels, Tekad Seorang Dukun untuk Rebut Cinta Pertama