Tepat pada Minggu (20/2/2022), saya bersama ketua DPC GMNI Majene berkunjung ke Tempat Pelelangan Ikan (TPI) yang berada di Battayang, kecamatan Banggae, kabupaten Majene, Sulawesi Barat, untuk melihat kondisi di sana.
Ketua DPC GMNI Majene yang biasa disapa bung Agung, mulai berbincang kepada salah satu penjual ikan di sana. Banyak cerita dan harapan yang mereka sampaikan, termasuk peran dan perhatian pemerintah setempat untuk TPI tersebut.
Di sekitaran TPI itu terlihat tak terawat lagi, sampah berserakan di mana-mana yang membuat mata tampak jijik untuk memandangnya. Kata salah satu penjual ikan di sana, sudah tidak ada lagi petugas pembersihan yang bertugas di tempat tersebut.
"Dulu ada petugas kebersihan di sini, karena kami sudah tidak patungan lagi untuk kumpul uang retribusi, akhirnya petugas itu sudah tidak ada lagi," ujar Jusmia, salah satu penjual ikan di TPI itu.
Selain kondisi lingkungan, bangunan atau stang penjual ikan di tempat itu sudah terlihat kuno, atap seng dan terpal masih membendung pada tempat itu. Namun, saat hujan tiba, kondisi TPI kemasukan air.
Seakan bahwa tempat mereka sudah tidak layak lagi untuk ditempati, padahal tempat tersebut satu-satunya TPI di kabupaten Majene. Selain itu, banyak masyarakat menggantungkan hidupnya di TPI.
Jusmia mewakili penjual ikan yang lain berharap kepada pemerintah kabupaten Majene untuk memperhatikan mereka. Mereka berharap adanya perbaikan sarana dan prasarana agar dapat menjual ikan dalam keadaan tenang serta nyaman.
Selain kondisi TPI yang sudah tidak layak huni, ternyata tempat tersebut juga tidak cukup bagi penjual ikan di sana. Hanya ada sekitar kurang lebih 20 stan yang berdiri, tetapi penjual ikan terlalu banyak. Alhasil, banyak penjual ikan terpaksa berjualan berada di jalan dekat jembatan. Namun, tempat itu tidak bisa untuk berteduh dari terpaan hujan dan panasnya sinar matahari.
Risiko tentu banyak, mereka sudah pasti tidak bisa menjual ikan kalau kondisi cuaca tidak mendukung, sehingga ketika menjual ikan di pagi hari hanya bisa bertahan sampai jam 10.00 Wita. Pasalnya, mereka tidak mampu menahan panasnya matahari, begitu pun saat terjadi hujan.
Sebenarnya ada tempat penjual ikan yang dibangun atas inisiatif dan swadaya masyarakat, mereka mengumpulkan Rp 2.000 per hari sampai tempat tersebut bisa digunakan. Akan tetapi, para penjual ikan takut menempatinya karena membahayakan akibat abrasi air laut.
Baca Juga
-
Hari Raya Idul Fitri, Memaknai Lebaran dalam Kebersamaan dan Keberagaman
-
Lebaran dan Media Sosial, Medium Silaturahmi di Era Digital
-
Ketupat Lebaran: Ikon Kuliner yang Tak Lekang oleh Waktu
-
Dari Ruang Kelas ke Panggung Politik: Peran Taman Siswa dalam Membentuk Identitas Bangsa
-
Menelisik Sosok Ki Hajar Dewantara, Pendidikan sebagai Senjata Perlawanan
Artikel Terkait
-
Lele Antibiotik: Amankah Dikonsumsi? Ancaman Resistensi Mengintai!
-
3 Jenis Ikan yang Biasa Dijadikan sebagai Menu Hidangan Saat Lebaran
-
Rekomendasi untuk Food Vlogger, 6 Kuliner Asal Australia Ini Bisa Pilihan Tepat saat Berlibur
-
Doa Nabi Yunus AS Saat Berada Dalam Perut Ikan
-
Gelaran Ikan Galau Sports Day Pound Fit Session 2025 Berlangsung Seru, 30 Creators Hadir!
News
-
Pasar Literasi Jogja 2025: Memupuk Literasi, Menyemai Budaya Membaca
-
Bukan Hanya Kembali Suci, Ternyata Begini Arti Idulfitri Menurut Pendapat Ulama
-
Contoh Khutbah Idul Fitri Bahasa Jawa yang Menyentuh dan Memotivasi
-
Hikmat, Jamaah Surau Nurul Hidayah Adakan Syukuran Ramadhan
-
Demi Mengabdi, Mahasiswa Rantau AM UM Tak Pulang Kampung saat Lebaran!
Terkini
-
Reuni Lagi, Lee Do Hyun dan Go Min Si Bakal Bintangi Drama Baru Hong Sisters
-
Review Novel 'Entrok': Perjalanan Perempuan dalam Ketidakadilan Sosial
-
Lebaran Usai, Dompet Nangis? Waspada Jebakan Pinjol yang Mengintai!
-
Mark NCT Wujudkan Mimpi Jadi Bintang di Teaser Terbaru Album The Firstfruit
-
Review Film All We Imagine as Light: Kesunyian di Tengah Hiruk-pikuk Mumbai