Scroll untuk membaca artikel
M Nurhadi | Nadia Lutfiana
Film KKN di Desa Penari. [Instagram]

Film horor KKN di Desa Penari sah dinobatkan sebagai film terlaris di Indonesia. Jumlah penonton film KKN Desa Penari mencapai 7 juta orang.

Total pendapatan film KKN di Desa Penari pun diasumsikan sudah mencapai keuntungan kotor sebesar Rp200 miliar. Tentu saja jumlah ini jauh di atas biaya produksi sekitar Rp15 miliar. 

Menanggapi keuntungan dan antusiasme penonton ini, Bos Rumah Produksi MD Pictures Manoj Punjabi mengatakan dirinya sangat bersyukur karena film KKN di Desa Penari telah mendapatkan sambutan yang luar biasa.

Pernyataan itu dia sampaikan dalam sebuah video yang diunggah di akun Instagram pribadinya. Video yang menampilkan Manoj tersebut disambut suara Badarawuhi, tokoh dalam film KKN di Desa Penari dari belakang. 

Jumlah penonton yang tinggi ini, imbuh Manoj, merupakan bukti bahwa masyarakat Indonesia sangat menghargai karya anak bangsa sendiri. 

Potret Aghniny Haque dalam Film KKN di Desa Penari (Instagram/@aghninyhaque)

Kendati demikian, dia tidak memerinci berapa pendapatan masing-masing personel yang terlibat. Termasuk dirinya dan para pemain utama antara lain Achmad Megantara, Adinda Thomas, Tissa Biani, Aghniny Haque, Aulia Sarah, dan Fajar Nugraha. 

Walau demikian, warganet sempat dihebohkan dengan berita viral yang menyatakan bayaran pemain figuran dalam film KKN di Desa Penari hanya Rp75.000.

Pemain figuran itu berperan sebagai hantu  yang berada di Dusun Ngluweng Kalurahan Ngleri Kapanewon Playen, Gunungkidul. Para pemain juga tidak diperbolehkan menghapus make up dalam waktu 24 jam. 

Salah satu pemeran hantu bernama Subardo. Lelaki 51 tahun itu dibayar Rp 75.000 untuk sekali pengambilan gambar. Subardo pun curhat mengenai pengalaman syuting sebagai hantu di film KKN di Desa Penari. Tampil dengan durasi pendek di film, Subardo harus melakukan persiapan yang cukup melelahkan.

Subardo harus berjuang sehari semalam. Sebab make up yang menutup wajahnya tidak boleh dihapus dalam 24 jam. "Ketika menunggu giliran syuting, saya dan puluhan orang lainnya harus berada di dalam bus dengan AC tetap hidup," tutur Subardo.

Bukan tanpa alasan, ini bertujuan agar make up yang dipakai tidak luntur.  "Kasihan yang make up-nya separuh wajah, honornya sama tapi lebih susah," ujarnya.

Perjuangan Subardo menjadi hantu tidak berhenti sampai di situ. Saat syuting, ia tidak boleh mengedipkan mata apalagi memejamkannya.

Kontributor : Nadia Lutfiana Mawarni

Nadia Lutfiana