Kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12% mulai 1 Januari 2025 akan menuai kritik dari Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo).
Bob Azam, Direktur Ketenagakerjaan Apindo, menilai kebijakan ini tidak bijaksana mengingat situasi perekonomian Indonesia yang lemah. Dia menyarankan pemerintah menunda penerapannya sampai perekonomian lebih stabil.
Menurut Bob, tarif PPN Indonesia saat ini tergolong tinggi dibandingkan negara-negara ASEAN. Ada kekhawatiran tambahan tarif masih akan membebani masyarakat yang daya belinya lemah. Hal ini bisa mengecilkan ukuran perekonomian bahkan mengurangi penerimaan pajak negara.
Apindo memperkirakan dampak kenaikan PPN terhadap efisiensi perusahaan sehingga puncak harga komoditas dapat diminimalisir. Namun, Bob mengakui ada batasan tertentu dalam efisiensi.
Ia menambahkan, tekanan kenaikan pajak di tengah pemulihan ekonomi dapat membuat konsumen lebih berhati-hati dalam berbelanja, sehingga merugikan pertumbuhan ekonomi dalam negeri.
Payaman Simanjuntak, pengamat ketenagakerjaan Universitas Indonesia, mengingatkan adanya risiko lain seperti pemutusan hubungan kerja (PHK). Menurutnya, lemahnya daya beli akan menurunkan permintaan terhadap barang dan jasa.
Jika situasi ini terus berlanjut, perusahaan mungkin harus memangkas produksi dan memberhentikan karyawan. Ia juga menyebutkan kemungkinan terjadinya protes buruh akibat kebijakan tersebut. Namun, dia menegaskan tindakan seperti itu tidak akan menyelesaikan permasalahan utama.
Sementara itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani menegaskan kenaikan pajak pertambahan nilai menjadi 12% akan terus diterapkan sesuai UU Nomor. 7 Juli 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).
Aturan tersebut disahkan DPR pada 29 Oktober 2021 dan merupakan bagian dari reformasi perpajakan untuk memperkuat basis pendapatan negara.
Sri Mulyani mengatakan pemerintah akan fokus pada implementasi yang tepat agar dampak negatif dari kebijakan ini dapat diminimalisir.
Sosialisasi kepada masyarakat dan pemangku kepentingan ekonomi juga akan ditingkatkan untuk memastikan pemahaman yang lebih baik.
Ia menambahkan, kenaikan PPN diharapkan dapat mendukung pembiayaan pembangunan, termasuk program strategis pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Namun, banyak pihak yang menilai waktunya belum tepat untuk menerapkan kenaikan tersebut.
Para ekonom telah memperingatkan bahwa menaikkan pajak pertambahan nilai selama pemulihan ekonomi dapat mengurangi konsumsi rumah tangga, yang selama ini menjadi mesin perekonomian Indonesia.
Jika tidak dikelola dengan baik, kebijakan-kebijakan tersebut justru dapat melemahkan pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan.
Dengan adanya perbedaan pandangan tersebut, diharapkan pemerintah dapat mempertimbangkan berbagai masukan dan mencari solusi untuk menjaga keseimbangan antara kebutuhan fiskal negara dan daya beli masyarakat.
BACA BERITA ATAU ARTIKEL LAINNYA DI GOOGLE
Baca Juga
Artikel Terkait
-
Kapan Pemutihan Pajak Kendaraan Jogja Tahun 2025 Dibuka? Ini Info Tanggalnya
-
Pemutihan Pajak Kendaraan Jateng 2025, Kapan Batas Akhirnya?
-
Niat Bayar Pajak Kendaraan, Wanita Ini Syok Lihat Data Tilang Elektronik
-
Sri Mulyani Jalin Komunikasi Intens dengan Dubes AS Soal Tarif Resiprokal
-
Pemutihan Pajak Kendaraan Jatim 2025 Kapan Dibuka? Jangan sampai Ketinggalan, Cek Jadwalnya!
News
-
Lawson Ajak Jurnalis dan Influencer Kenali Arabika Gayo Lebih Dekat
-
Resmi Cerai, Ini 5 Perjalanan Rumah Tangga Baim Wong dan Paula Verhoeven
-
Mahasiswa PPG FKIP Unila Asah Religiusitas Awardee YBM BRILiaN Lewat Puisi
-
Jobstreet by SEEK presents Mega Career Expo 2025: Temukan Peluang Kariermu!
-
Sungai Tungkal Meluap Deras, Begini Nasib Pemudik Sumatra di Kemacetan
Terkini
-
Marc Klok Sebut Duel Lawan Bali United Bak Laga Final, Bobotoh Jadi Penguat
-
Review Sinners: Bukan Film Soal Vampir Doang
-
Raih Nobel Sastra 2024, Han Kang Siap Rilis Buku Baru 'Light and Thread'
-
Produksi Serial Prekuel Pacific Rim Dilanjutkan dan Tayang di Prime Video
-
Novel Petualangan ke Tiga Negara: Perjalanan Edukasi yang Sarat Pengetahuan