Scroll untuk membaca artikel
Hikmawan Firdaus | Rion Nofrianda
Kegiatan kuliah umum yang disampaikan oleh Dr. Elfis Suanto, M.Si (Dok.pribadi/Rion Nofrianda)

Suasana akademik yang semarak memenuhi auditorium utama Universitas Islam Negeri (UIN) Sjech M. Djamil Djambek Bukittinggi, Sumatera Barat, pagi itu, Rabu (11/6/2025). Ratusan mahasiswa dari Program Studi Tarbiyah Matematika, Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan, dengan penuh antusiasme menghadiri kuliah umum bertema “Penelitian Evaluasi Formatif sebagai Bagian dari Penelitian Pengembangan”. Kegiatan ini menjadi bagian dari agenda strategis fakultas dalam memperkuat wawasan metodologis mahasiswa, sekaligus mendorong tumbuhnya kesadaran kritis terhadap praktik evaluasi dalam dunia pendidikan.

Hadir sebagai pemateri utama, Dr. Elfis Suanto, M.Si, dosen sekaligus peneliti dari Universitas Riau yang telah dikenal luas di kalangan akademisi pendidikan sebagai pakar dalam bidang evaluasi pembelajaran dan pengembangan instruksional. Dengan gaya penyampaian yang lugas namun inspiratif, Dr. Elfis membukakan cakrawala berpikir para mahasiswa tentang pentingnya evaluasi formatif sebagai bagian integral dari proses pengembangan produk pendidikan. Ia menekankan bahwa evaluasi formatif bukan sekadar proses penilaian, tetapi merupakan bagian inheren dari siklus ilmiah yang memungkinkan adanya perbaikan berkelanjutan terhadap produk atau sistem yang sedang dikembangkan.

Dalam paparannya, Dr. Elfis menjelaskan bahwa penelitian evaluasi formatif memiliki peran strategis dalam memastikan efektivitas dan relevansi produk pendidikan yang dihasilkan.

"Evaluasi formatif dalam hal ini adalah penelitian yang berfungsi untuk merencanakan, mendapatkan, dan menganalisis data serta informasi yang digunakan dalam merevisi atau memperbaiki suatu produk yang sudah ada, " ujarnya.

Ia menambahkan bahwa tanpa adanya evaluasi formatif, produk pengembangan baik berupa media, modul, strategi, maupun kurikulum berpotensi gagal dalam menjawab kebutuhan nyata di lapangan.

Lebih lanjut, Dr. Elfis menyoroti perbedaan esensial antara evaluasi formatif dan evaluasi sumatif. Jika evaluasi sumatif lebih fokus pada penilaian hasil akhir, maka evaluasi formatif berorientasi pada proses. Evaluasi ini dilakukan selama pengembangan produk berlangsung, bukan setelahnya. Dengan kata lain, evaluasi formatif bersifat diagnostik dan berperan sebagai alat reflektif bagi pengembang untuk memahami apa yang perlu diperbaiki, ditambah, atau bahkan diubah secara menyeluruh.

Mahasiswa yang hadir tampak terlibat aktif dalam mengikuti jalannya kuliah. Beberapa di antaranya bahkan mencatat dengan saksama poin-poin penting yang disampaikan. Sebagian besar peserta mengaku bahwa topik ini membuka perspektif baru bagi mereka, terutama dalam merancang skripsi atau penelitian tugas akhir yang lebih aplikatif dan kontekstual. Dalam sesi tanya jawab yang berlangsung hangat, muncul berbagai pertanyaan dari mahasiswa yang menggambarkan betapa besar ketertarikan mereka terhadap topik ini. Salah satu pertanyaan menarik datang dari mahasiswa semester akhir yang bertanya mengenai bagaimana memastikan bahwa data dari evaluasi formatif benar-benar bisa menjadi dasar dalam pengambilan keputusan revisi produk. Dengan sabar, Dr. Elfis menjawab bahwa kunci dari efektivitas evaluasi formatif terletak pada kejelasan indikator, konsistensi metode, dan keterbukaan terhadap kritik selama proses berlangsung.

Kuliah umum ini juga menjadi wadah untuk mengkritisi praktik penelitian pendidikan yang selama ini terlalu terfokus pada hasil dan angka statistik, tetapi abai terhadap proses kreatif dan iteratif yang justru menentukan kualitas akhir produk. Dalam konteks pengembangan pembelajaran matematika, Dr. Elfis memberikan contoh konkret bagaimana evaluasi formatif dapat digunakan untuk merevisi modul pembelajaran berbasis masalah (problem-based learning). Menurutnya, feedback dari siswa, observasi kelas, serta uji keterpahaman dapat menjadi instrumen penting dalam mengevaluasi sejauh mana modul tersebut relevan dan mampu menjawab kebutuhan siswa dalam memahami konsep-konsep matematika abstrak.

Dr. Elfis juga menekankan pentingnya posisi guru dan calon guru sebagai pengembang produk pendidikan yang sadar evaluasi. Ia mengatakan bahwa seorang pendidik tidak cukup hanya menjadi pengguna kurikulum dan media, tetapi juga harus memiliki kemampuan untuk menilai, mengkritisi, dan menyempurnakan produk tersebut. Dalam hal ini, keterampilan melakukan evaluasi formatif menjadi bagian dari literasi pedagogik yang harus dimiliki oleh setiap calon guru.

Kuliah umum ini tidak hanya memberikan wawasan teoritis, tetapi juga membuka ruang perenungan mendalam bagi para mahasiswa. Mereka diajak untuk tidak hanya berpikir sebagai akademisi yang mengerjakan penelitian karena tuntutan kurikulum, melainkan sebagai calon pendidik yang memiliki tanggung jawab intelektual dan moral dalam memastikan bahwa produk-produk pendidikan yang mereka gunakan atau kembangkan benar-benar membawa dampak positif bagi siswa. Suatu pendekatan yang humanistik dan reflektif, sekaligus ilmiah dan sistematis.

Kegiatan ini disambut dengan penuh apresiasi oleh jajaran dosen dan pimpinan fakultas. Dosen-dosen pengampu mata kuliah metodologi penelitian pun mengakui bahwa paparan Dr. Elfis sangat relevan dan mampu memperkaya pemahaman mahasiswa. Banyak dari mereka yang menyatakan bahwa kuliah umum ini bisa dijadikan bahan refleksi dalam menyusun tugas akhir mahasiswa dan membimbing skripsi. Keterhubungan antara teori dan praktik, antara evaluasi dan pengembangan, menjadi titik temu yang sangat dibutuhkan dalam proses pembelajaran di tingkat pendidikan tinggi.

Menjelang akhir kuliah, Dr. Elfis memberikan pesan inspiratif yang menggugah kesadaran para mahasiswa tentang peran vital mereka dalam sistem pendidikan nasional. Ia mengatakan, “Kualitas sistem pendidikan tidak akan pernah bisa melebihi kualitas gurunya.” Kalimat ini sontak mendapat tepuk tangan meriah dari seluruh hadirin. Bagi Dr. Elfis, pesan ini bukan sekadar kutipan retoris, tetapi refleksi filosofis yang dalam tentang bagaimana perubahan dalam dunia pendidikan sejatinya dimulai dari sosok guru yang reflektif, adaptif, dan berorientasi pada perbaikan berkelanjutan.

Beliau juga menekankan bahwa mahasiswa pendidikan, khususnya dari jurusan Tarbiyah Matematika, memiliki tanggung jawab yang besar dalam menciptakan iklim pembelajaran yang bermakna. Matematika sebagai disiplin ilmu yang logis dan sistematis, membutuhkan pendekatan pengajaran yang adaptif dan kontekstual. Evaluasi formatif di sini menjadi jembatan antara kejelasan konsep dan pemahaman siswa, antara teori pedagogik dan praktik kelas yang dinamis.

Setelah kuliah selesai, sejumlah mahasiswa menyatakan bahwa kegiatan ini menjadi salah satu kuliah umum paling bermakna yang pernah mereka ikuti. Tidak sedikit yang merasa termotivasi untuk menjadikan evaluasi formatif sebagai bagian dari penelitian mereka ke depan. Bahkan beberapa mahasiswa secara spontan membentuk kelompok diskusi kecil untuk membedah lebih lanjut materi yang telah disampaikan. Hal ini menunjukkan bahwa semangat ilmiah yang dibangun melalui kuliah umum ini benar-benar mampu menyentuh lapisan kesadaran intelektual mahasiswa.

Ketika ditanya tentang kesan terhadap mahasiswa UIN Bukittinggi, Dr. Elfis menyampaikan kekagumannya atas semangat dan keterlibatan aktif peserta dalam diskusi.

“Saya melihat potensi besar di sini. Mereka kritis, mau bertanya, dan mau mendengarkan. Itu modal penting untuk menjadi guru yang reflektif,” katanya.
Terakhir, ia kembali menggarisbawahi pentingnya posisi guru sebagai motor perubahan pendidikan.

“Ingat baik-baik, tutupnya dengan tegas namun hangat, evaluasi formatif hanya akan bermakna jika dilakukan oleh guru yang berpikir mendalam dan peduli terhadap hasil pembelajaran muridnya. Pendidikan itu tanggung jawab moral. Dan kualitas sistem pendidikan kita, tidak akan pernah melebihi kualitas gurunya.”

Kuliah umum ini menjadi bukti nyata bahwa pendidikan tinggi Islam, khususnya di UIN Sjech M. Djamil Djambek Bukittinggi, tengah bergerak ke arah yang lebih progresif dan transformatif. Melalui pemikiran-pemikiran akademisi seperti Dr. Elfis Suanto, mahasiswa tidak hanya belajar tentang metode penelitian, tetapi juga belajar bagaimana menjadi agen perubahan yang sesungguhnya dalam dunia pendidikan. Sebuah kuliah umum yang bukan hanya mengajarkan tentang evaluasi formatif, tetapi juga menyemai semangat reformasi pendidikan dari akar yang paling dalam yaitu kualitas guru.

Dengan berakhirnya kuliah umum ini, semangat baru seolah menyelimuti mahasiswa Tarbiyah Matematika UIN Bukittinggi. Mereka tidak hanya membawa pulang catatan teori dan metodologi, tetapi juga membawa pulang motivasi, keyakinan, dan komitmen untuk menjadi guru masa depan yang tidak berhenti belajar, tidak berhenti memperbaiki, dan tidak berhenti berinovasi. Karena sebagaimana yang disampaikan oleh sang pemateri, masa depan pendidikan Indonesia akan selalu bergantung pada sejauh mana kualitas para pendidiknya dan kualitas itu, harus dimulai dari sini, dari sekarang, dari kampus ini.

Rion Nofrianda