- Gelombang demonstrasi di berbagai kota Indonesia dipicu kenaikan tunjangan DPR, namun berkembang menjadi kritik luas terhadap pemerintah setelah tewasnya Affan Kurniawan.
- PBB dan Parlemen ASEAN mengecam penggunaan kekerasan aparat yang menimbulkan korban jiwa, serta mendesak investigasi independen dan transparan.
- Pemerintah Indonesia memangkas tunjangan DPR dan memberi sanksi pada aparat, namun publik masih meragukan transparansi proses hukum yang berjalan.
Gelombang demonstrasi besar yang melanda berbagai kota di Indonesia sejak akhir Agustus 2025 kini menjadi perhatian dunia internasional. Aksi protes yang awalnya menolak kenaikan tunjangan anggota DPR, berkembang menjadi kritik tajam terhadap kebijakan pemerintah dan gaya hidup politikus.
Namun, tragedi yang menimpa sejumlah warga akibat kekerasan aparat membuat isu ini tidak hanya berskala nasional, melainkan juga mendapat sorotan dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) serta Parlemen ASEAN.
Latar Belakang Demonstrasi
Aksi unjuk rasa bermula dari penolakan masyarakat atas tunjangan perumahan DPR sebesar Rp50 juta per bulan, yang dinilai sangat kontras dengan kondisi rakyat. Kebijakan tersebut memicu kemarahan mahasiswa, buruh, hingga komunitas ojek online.
Situasi kian memanas setelah aparat keamanan menggunakan kekerasan dalam membubarkan massa. Puncaknya, seorang pemuda berusia 21 tahun, Affan Kurniawan, tewas tertabrak kendaraan taktis Brimob pada 28 Agustus 2025. Insiden inilah yang menjadi titik balik gelombang protes di berbagai daerah.
Kekerasan dan Korban Jiwa
Sejumlah laporan menyebutkan bahwa aksi protes di Jakarta, Makassar, Yogyakarta, Bandung, hingga Banjarmasin berakhir dengan bentrokan. Aparat menggunakan gas air mata, peluru karet, bahkan meriam air untuk membubarkan massa.
Organisasi HAM mencatat sedikitnya enam hingga delapan orang meninggal dunia, puluhan luka-luka, dan ribuan orang ditangkap. Selain itu, sekitar 20 orang dilaporkan hilang setelah demonstrasi berlangsung.
Reaksi PBB
PBB melalui Kantor Komisaris Tinggi Hak Asasi Manusia (OHCHR) menyatakan keprihatinan atas jatuhnya korban jiwa. Juru bicara OHCHR menegaskan bahwa pemerintah Indonesia wajib melakukan investigasi yang cepat, menyeluruh, dan transparan terkait penggunaan kekerasan berlebihan oleh aparat.
PBB menekankan bahwa hak kebebasan berkumpul dan berekspresi adalah bagian dari hak asasi yang harus dijaga.
Selain itu, PBB juga menyerukan agar aparat keamanan mematuhi prinsip proporsionalitas dalam penggunaan kekuatan. Media diharapkan dapat meliput kejadian ini tanpa intimidasi, sehingga masyarakat internasional mendapat informasi objektif mengenai situasi di lapangan.
Sikap Parlemen ASEAN
Desakan serupa datang dari Parlemen ASEAN untuk HAM (ASEAN Parliamentarians for Human Rights/APHR). Mereka mengecam keras tindakan aparat yang menewaskan Affan Kurniawan serta penggunaan gas air mata terhadap demonstran.
Menurut APHR, peristiwa ini tidak hanya melanggar hak dasar warga negara, tetapi juga dapat merusak citra demokrasi Indonesia di mata dunia. APHR mendesak pemerintah agar memastikan pelaku pelanggaran bertanggung jawab secara hukum.
Langkah Pemerintah Indonesia
Menanggapi tekanan domestik dan internasional, pemerintah Indonesia mulai mengambil sejumlah langkah. Presiden Prabowo Subianto mengumumkan pemangkasan tunjangan DPR yang menjadi pemicu awal demonstrasi.
Beberapa aparat yang terlibat dalam insiden penabrakan Affan juga disebutkan telah diberi sanksi. Namun, masyarakat sipil masih meragukan transparansi proses hukum yang dilakukan.
Pemerintah juga menegaskan bahwa mereka tetap harus menindak tegas aksi-aksi anarkis, termasuk pembakaran fasilitas publik dan penjarahan. Pernyataan ini memunculkan kekhawatiran baru bahwa aparat bisa kembali menggunakan cara-cara represif dalam mengendalikan situasi.
Mengapa Investigasi Penting?
Keadilan bagi Korban
Investigasi menyeluruh diperlukan agar keluarga korban mendapatkan keadilan, serta memastikan aparat yang bersalah ditindak.
Menjaga Stabilitas Nasional
Penanganan yang transparan dapat meredam kemarahan publik dan mencegah demonstrasi semakin meluas.
Citra Indonesia di Dunia
Sebagai negara demokrasi terbesar di Asia Tenggara, reputasi Indonesia akan sangat bergantung pada cara pemerintah menangani kasus ini.
Penguatan Demokrasi
Transparansi dan akuntabilitas merupakan kunci untuk memperkuat kepercayaan rakyat terhadap institusi negara.
Desakan PBB dan Parlemen ASEAN menunjukkan betapa seriusnya perhatian dunia terhadap kekerasan dalam penanganan demo di Indonesia.
Tekanan internasional ini harus dijadikan momentum oleh pemerintah untuk melakukan investigasi yang independen, transparan, dan berorientasi pada keadilan. Tanpa langkah nyata, bukan hanya kepercayaan publik yang runtuh, tetapi juga citra Indonesia sebagai negara demokratis di mata global.
Baca Juga
Artikel Terkait
-
TikTok Live Aktif Lagi Setelah Hilang karena Aksi Demo
-
Masuk Akal, Cuma Satu Ini Tuntutan Pandji Pragiwaksono Andai Bertemu Pemangku Kebijakan
-
Fakta-fakta Kematian Andika Lutfi Falah dalam Demo 28-30 Agustus, Tempurung Kepala Retak
-
Sejarah Berulang? 3 Aksi Massa Dunia yang Menggambarkan Kondisi Kita Sekarang
-
Gibran Sambangi Rumah Duka Andika, Pelajar Tewas di Demo DPR: Dialog dengan Ortu, Ini Isinya
News
-
Sejarah Berulang? 3 Aksi Massa Dunia yang Menggambarkan Kondisi Kita Sekarang
-
Dari Penjarahan ke Pesan Persatuan: Sri Mulyani Tepis Amarah dengan Harapan
-
Tragis! Rumah Zack Lee Dijarah Imbas Kontroversi Nafa Urbach
-
Diplomat Indonesia Tewas Ditembak di Peru! Ini Profil dan Jejak Karier Zetro Leonardo Purba
-
Polemik Gas Air Mata di UNISBA dan UNPAS Bandung, Rektor dan Polisi Beri Klarifikasi
Terkini
-
Pemainnya Dipanggil Timnas Indonesia, Pelatih Persija Berikan Dukungan
-
Memahami Rosemary's Baby Versi Pria dari Gambaran Film
-
Rumah Uya Kuya dan Eko Patrio Dijarah, Gimana Nasib Anabul yang Jadi Korban?
-
Penggusuran Digital: Saat Kelompok Rentan Hilang dari Narasi Publik
-
Realitas Idealisme Di Tengah Badai: Cermin Bagi Indonesia Masa Kini