Belakangan ini timeline kita isinya cuma satu: aksi massa di jalanan. Rakyat turun ke jalan itu bukan karena iseng atau kurang kerjaan, tapi karena merasa suara mereka udah nggak didengerin lagi di ruang-ruang rapat yang dingin dan ber-AC.
Tapi sayangnya, di mana-mana polanya sering sama. Alih-alih diajak dialog, massa malah disambut dengan gas air mata, tameng, dan barikade. Suara rakyat seolah dianggap sebagai ancaman.
Ternyata, apa yang terjadi di sini itu punya pola yang mirip banget sama demo-demo legendaris di belahan dunia lain. Sejarah seolah berulang, dan ada banyak pelajaran yang bisa kita ambil dari sana. Yuk, kita lihat beberapa aksi massa paling ikonik yang pernah mengguncang dunia, seperti dilansir Live Science, Selasa (2/9/2025).
1. Mei 1968: Saat Mahasiswa Prancis Bikin Presiden Hampir Kabur
Semua ini berawal dari hal yang kelihatannya sepele banget. Mahasiswa di Paris protes soal isu Perang Vietnam dan aturan konyol di asrama yang melarang cewek dan cowok sekamar. Tapi, saat polisi ikut campur dengan cara yang represif, apinya langsung membesar.
Simpati publik meledak. Para buruh pabrik ikutan mogok kerja. Jumlahnya? Gila-gilaan, sampai sepuluh juta orang! Tuntutan mereka pun meluas, dari kenaikan gaji sampai kebebasan yang lebih besar.
Situasi jadi sangat tidak terkendali sampai-sampai Presiden Charles de Gaulle sempat panik dan kabur dari Prancis, sebelum akhirnya kembali dan berhasil membalikkan keadaan.
Kenapa ini relate? Pelajaran paling jelas: sebuah percikan kecil bisa jadi kebakaran besar kalau direspons dengan cara yang salah. Aksi yang awalnya kecil bisa meledak jadi gerakan nasional jika negara memilih jalan kekerasan ketimbang dialog.
2. 1989: Tragedi Tiananmen dan 'Tank Man' yang Abadi
Siapa sih yang nggak tahu foto ikonik "Tank Man"? Seorang pria seorang diri, berdiri menantang barisan tank tempur di Lapangan Tiananmen, Tiongkok. Foto ini jadi simbol perlawanan paling kuat, tapi di baliknya ada tragedi yang sangat kelam.
Semua berawal saat mahasiswa yang baru pulang belajar dari luar negeri menuntut kebebasan politik yang lebih luas di Tiongkok. Aksi mereka yang berlangsung selama enam minggu di Lapangan Tiananmen mendapat dukungan luas.
Tapi pemerintah Tiongkok nggak main-main. Hukum darurat militer diberlakukan, 300.000 tentara dikerahkan, dan pada 3 Juni 1989, Lapangan Tiananmen berubah jadi lautan darah. Ribuan nyawa melayang dalam satu malam.
Kenapa ini relate? Ini jadi pengingat paling kelam bahwa perlawanan rakyat bisa dihadapi dengan kekerasan paling brutal oleh negara. Saat sebuah rezim merasa terancam, mereka bisa melakukan apa saja untuk mempertahankan kekuasaannya, bahkan dengan mengorbankan rakyatnya sendiri.
3. 2020: Black Lives Matter dan Kekuatan Video Viral
Ini contoh paling modern dan paling dekat dengan kita. Satu video delapan menit yang merekam pembunuhan brutal terhadap George Floyd oleh seorang polisi langsung menyulut amarah global, bahkan di tengah lockdown pandemi Covid-19.
Hanya dalam waktu 48 jam, ribuan orang turun ke jalan. Dalam seminggu, demo meledak di 75 kota di Amerika dan menyebar ke seluruh dunia. Jutaan orang dari berbagai ras bersatu, menuntut keadilan dan reformasi di kepolisian.
Presiden Donald Trump saat itu bahkan sempat mengancam akan mengerahkan militer untuk memadamkan kerusuhan.
Kenapa ini relate? Pelajaran paling gampang ditarik: di era digital ini, satu momen ketidakadilan yang terekam kamera bisa jadi pemantik revolusi. Kekuatan media sosial dalam menyebarkan informasi dan membangkitkan solidaritas itu nyata dan sangat dahsyat.
Dari tiga kisah di atas, polanya kelihatan jelas, kan? Aksi sering kali dimulai oleh anak muda atau kelompok yang terpinggirkan, kemudian membesar karena respons aparat yang berlebihan, dan bisa berakhir dengan berbagai cara: ada yang berhasil membawa perubahan, ada yang dipadamkan dengan paksa, dan ada juga yang perlahan padam dengan sendirinya.
Sejarah ini bukan buat bikin kita takut, tapi buat bikin kita lebih bijak. Jadi, menurut lo, apa pelajaran terbesar yang bisa kita ambil buat situasi sekarang?
Penulis: Flovian Aiko
Baca Juga
-
Dari Penjarahan ke Pesan Persatuan: Sri Mulyani Tepis Amarah dengan Harapan
-
Realitas Idealisme Di Tengah Badai: Cermin Bagi Indonesia Masa Kini
-
4 Low pH Micellar Water Korea untuk Rawat Skin Barrier pada Kulit Sensitif
-
BRI Super League: Bhayangkara FC Bidik Kemenangan di Markas Madura United
-
Demonstrasi 2025 dan Reformasi 1998, Akankah Sejarah Terulang Sama?
Artikel Terkait
-
Gibran Sambangi Rumah Duka Andika, Pelajar Tewas di Demo DPR: Dialog dengan Ortu, Ini Isinya
-
Polda Metro Jaya Tetapkan 38 Tersangka Aksi Anarkis Saat Demo, Dijerat Pasal Berlapis
-
Prabowo Ditantang Mundur jika Cinta Tanah Air: Gak Malu Bertahan Mati-matian di Kursi Kekuasaan?
-
Direktur Lokataru Jadi Tersangka Provokator Demo, Dituding Mobilisasi Anak di Bawah Umur
-
Demo 3 September 2025: Giliran Aliansi Perempuan Indonesia Geruduk DPR RI, Ini Tuntutannya
News
-
Dari Penjarahan ke Pesan Persatuan: Sri Mulyani Tepis Amarah dengan Harapan
-
Tragis! Rumah Zack Lee Dijarah Imbas Kontroversi Nafa Urbach
-
Diplomat Indonesia Tewas Ditembak di Peru! Ini Profil dan Jejak Karier Zetro Leonardo Purba
-
Polemik Gas Air Mata di UNISBA dan UNPAS Bandung, Rektor dan Polisi Beri Klarifikasi
-
Polemik Penangkapan Direktur Lokataru Delpedro Marhaen, Aktivis Nilai Bentuk Kriminalisasi
Terkini
-
Realitas Idealisme Di Tengah Badai: Cermin Bagi Indonesia Masa Kini
-
4 Low pH Micellar Water Korea untuk Rawat Skin Barrier pada Kulit Sensitif
-
BRI Super League: Bhayangkara FC Bidik Kemenangan di Markas Madura United
-
Demonstrasi 2025 dan Reformasi 1998, Akankah Sejarah Terulang Sama?
-
Praktik Okultisme dan Kutukan Iblis, Sinopsis 'Rosario' 2025 Mengerikan!