Hayuning Ratri Hapsari
Mantan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim (tengah) dibawa ke mobil tahanan usai menjalani pemeriksaan di Kejaksaan Agung, Jakarta, Kamis (4/9/2025). [Suara.com/Alfian Winanto]
Baca 10 detik
  • Nadiem Makarim dinilai sebagai sosok yang bersih secara integritas, namun sama sekali tidak memahami cara kerja birokrasi dan pemerintahan.
  • Selama menjabat, Nadiem hampir tidak pernah mengunjungi kampus atau berdialog dengan para rektor, hingga membuat mereka merasa diabaikan.
  • Gaya kepemimpinan Nadiem dianggap terlalu berorientasi start-up ("kayak ngatur ojek") sehingga tidak efektif untuk mengelola kementerian yang kompleks.
[batas-kesimpulan]

Di saat publik ramai membahas kasus korupsi Nadiem Makarim, mantan Menko Polhukam Mahfud MD muncul dengan sebuah analisis tajam yang langsung viral. Bukan sekadar mengkritik, Mahfud membedah habis sisi lain Nadiem yang selama ini tertutup citra "anak muda hebat" dan inovatif.

Dalam pandangannya, Mahfud melontarkan sebuah diagnosis "skakmat": Nadiem adalah orang yang bersih secara integritas, namun sama sekali tidak memahami cara kerja birokrasi dan pemerintahan. Ketidakpahaman inilah yang diyakini menjadi akar dari berbagai masalah di kementeriannya.

Mahfud MD saat bicara soal DPR RI. [YouTube/Mahfud MD Official]

Menteri yang Tak Pernah Menyapa Kampusnya Sendiri

Salah satu kritik paling telak dari Mahfud adalah soal minimnya interaksi Nadiem dengan dunia pendidikan yang seharusnya ia pimpin. Mahfud dengan tegas menyatakan bahwa Nadiem hampir tidak pernah menginjakkan kaki di kampus-kampus selama menjabat.

"Bayangkan Nadiem Makarim itu selama zaman menjadi menteri itu gak pernah sekalipun datang ke kampus perguruan tinggi," tegas Mahfud.

"Ke UI sekali kalau gak salah itu melantik aja. Bukan memberikan arahan kebijakan," tambahnya.

Kondisi ini begitu parah hingga Mahfud harus turun tangan langsung memfasilitasi pertemuan virtual antara Nadiem dan para rektor se-Indonesia atas perintah Presiden. Reaksi para rektor saat itu, menurut Mahfud, sangat menyedihkan dan menunjukkan betapa mereka merasa "tak punya menteri".

"Profesor rektor. Mereka bilang alhamdulillah menteri bisa menegur kami. Selama ini kami gak pernah. Rektor Universitas Diponegoro bahkan berteriak di zoom, 'Alhamdulillah ada kebijakan. Kami selama ini gak pernah diberi arahan gak pernah ketemu. Ada Pak Nadiem hadir ada'," cerita Mahfud, menirukan curahan hati para rektor.

Nadiem Makarim (instagram)

Diagnosis Utama: Bersih, tapi Nol Pemahaman Birokrasi

Dari pengalamannya, Mahfud sampai pada sebuah kesimpulan yang kini menjadi sorotan utama.

"Nadiem itu adalah orang yang bersih tetapi tidak paham birokrasi dan pemerintahan. Itu satu," ujarnya.

Menurut Mahfud, Nadiem membawa mindset start-up dan bisnis ojek online ke dalam pemerintahan, sebuah pendekatan yang sama sekali tidak cocok.

Ia berpikir semua bisa diselesaikan secara taktis dan cepat dengan "tap tap tap", padahal birokrasi memiliki alur, aturan, dan hierarki yang kompleks.

Ketidakpahaman ini juga yang membuat Nadiem menjadi sosok yang sangat sulit diakses, bahkan oleh pejabat tinggi negara. Pertemuan pun harus dilakukan di hotel, bukan di kantor kementerian, sebuah anomali bagi seorang pejabat publik.

Pujian yang Diiringi Catatan Kritis

Mahfud mengakui bahwa di awal, publik, termasuk dirinya, melihat Nadiem sebagai sosok membanggakan yang bisa membuat gebrakan. Namun, ia dengan cepat memberi catatan kritis bahwa Nadiem sebenarnya tidak punya rekam jejak sama sekali di bidang pendidikan.

Kombinasi antara ketiadaan rekam jejak, ketidakpahaman birokrasi, dan gaya kerja yang eksklusif inilah yang pada akhirnya dinilai menjadi formula bencana bagi kementerian yang sarat dengan anggaran besar dan tanggung jawab vital.