Selama ini, kita mengenal pohon sebagai penghasil oksigen utama dan hutan sebagai paru-paru dunia yang menopang kehidupan. Namun, ketika melihat hamparan perairan yang begitu luas, saya tiba-tiba teringat bahwa ada makhluk hidup lain yang bekerja terus-menerus menyuplai oksigen bagi bumi.
Mereka begitu kecil hingga sering luput dari perhatian, seolah keberadaannya tidak berarti apa-apa. Padahal, dari tempat yang jauh di bawah permukaan laut, mereka ikut menjaga keseimbangan udara yang kita hirup setiap hari.
Mungkin inilah saatnya kita mulai mempelajari lebih jauh tentang fitoplankton, makhluk mungil yang mengajarkan bahwa kontribusi besar tidak selalu datang dari sesuatu yang terlihat besar dan mencolok.
Mengenal Fitoplankton: Makhluk Kecil Tak Kasat Mata, Penyuplai Oksigen
Jika mendengar kata fitoplankton, mungkin yang terbayang adalah karakter Plankton di kartun SpongeBob. Padahal, makhluk yang kita bahas di sini jauh lebih kecil dan justru punya peran yang sangat besar bagi bumi.
Fitoplankton adalah mikroorganisme yang hidup melayang di permukaan laut dan perairan lain, mirip “tumbuhan kecil” tak kasat mata yang bekerja diam-diam menjaga keseimbangan alam di sekitar kita.
Mereka memiliki klorofil layaknya daun hijau pada pohon sehingga mampu menyerap cahaya matahari, mengubah karbon dioksida menjadi energi, lalu melepaskan oksigen ke lingkungan melalui proses fotosintesis. Karena lautan menutupi sebagian besar permukaan bumi, jumlah fitoplankton tersebar begitu luas dan melimpah.
Selain menjadi penyuplai oksigen, mereka juga menyerap karbon dioksida di udara sehingga membantu meredam efek rumah kaca yang kian terasa dari waktu ke waktu.
Kenapa Kita Tetap Butuh Hutan Kalau Laut Sudah Punya Fitoplankton?
Setelah mengetahui bahwa fitoplankton juga bisa menghasilkan oksigen, bukan berarti keberadaan hutan otomatis bisa diabaikan begitu saja. Kenyataannya, peran keduanya tidak bisa saling menggantikan.
Fitoplankton memang “pabrik” oksigen raksasa di laut yang menyumbang hampir setengah dari udara yang kita hirup, tetapi mereka tidak bisa menjadi penyuplai oksigen sendirian.
Hutan tetap memiliki perannya sendiri di daratan. Melalui pohon-pohonnya, hutan menyerap karbon dioksida dan menyimpannya di dalam batang, akar, hingga daun.
Akar yang kuat menjaga tanah tetap kokoh, mencegah longsor, sekaligus menyimpan cadangan air yang sangat berguna pada musim kemarau. Selain itu, hutan menjadi rumah bagi jutaan hewan yang tidak mungkin hidup di tempat lain selain di daratan.
Jika fitoplankton adalah jantung yang memompa oksigen dari lautan, maka hutan adalah paru-paru yang menyangga kehidupan di daratan luas. Keduanya saling melengkapi, bukan saling menggantikan. Memelihara keduanya berarti menjaga bumi tetap lestari.
Bahaya yang Mengintai: Dari Laut yang Menghangat hingga Ledakan Populasi
Ternyata, bukan hanya hutan di darat yang sedang dalam bahaya besar. Meskipun jauh dari pandangan kita, fitoplankton di lautan pun menghadapi ancaman yang tak kalah serius dan mengkhawatirkan.
Pemanasan global membuat suhu laut naik, yang sayangnya justru menghalangi nutrisi dari dasar laut untuk naik ke permukaan. Tanpa makanan penting ini, jumlah fitoplankton bisa merosot drastis.
Selain itu, limbah pupuk dan polusi dari daratan yang dibuang ke perairan juga memberikan dampak negatif, salah satunya memicu ledakan populasi fitoplankton yang tak terkendali (algal bloom).
Ledakan ini justru merusak keseimbangan perairan karena membuat area menjadi kekurangan oksigen dan merugikan organisme lain di sekitarnya. Hal ini terjadi karena ketika alga-alga tersebut mati, proses pembusukannya akan menguras habis oksigen di dalam air sehingga ikan dan makhluk lain tidak bisa bertahan hidup di sana.
Meskipun ukurannya sangat kecil, fitoplankton memiliki manfaat sebesar hutan. Namun, ini bukan berarti mereka bisa menggantikan peran hutan di daratan secara utuh. Dengan memahami hal ini, kita menjadi lebih sadar bahwa menjaga keduanya sama-sama penting untuk menjaga keseimbangan bumi serta kehidupan di dalamnya.
Baca Juga
-
Satu Miliar Pohon Ditanam, Mengapa Bencana dan Emisi Masih Terjadi?
-
Dari Lubang Kecil Bernama Biopori, Kita Belajar Mengurai Genangan Saat Hujan Turun
-
Waspada! 5 Bahaya Mikroplastik yang Diam-Diam Mengancam Kesehatan Tubuh
-
Deforestasi atas Nama Pembangunan: Haruskah Hutan Terus jadi Korban?
-
Mulai dari Rumah, Inilah 7 Cara Sederhana Menerapkan Green Living
Artikel Terkait
-
Sungboon Editor Resmi Hadir di Indonesia, Bawa Skincare Clean Berbasis Sains untuk Kulit Tropis
-
Krisis Iklim dan Cara Masyarakat Pesisir Membaca Ulang Laut yang Berubah
-
Belajar dari Perempuan Pesisir, Penjaga Ekosistem Tanpa Sertifikat Ahli
-
Bukan Meninggalkan, Hanya Mendefinisikan Ulang: Kisah Anak Nelayan di Era Modern
-
Bagaimana Perubahan Iklim Bisa Tingkatkan Ancaman Penyakit Zoonosis?
News
-
Lebih dari Sekadar Komunitas: PIK-R Bangka dan Misi Pembinaan Remaja
-
3 Film Korea yang Dibintangi Park Hae Soo di 2025, Wajib Ditonton!
-
Dari Pesisir untuk Warga: Aksi Tanam Mangrove Suara Hijau dan Sketch and Write
-
Tanpa Kembang Api, Swara Prambanan 2025 Rayakan Tahun Baru dengan Empati
-
Mangrove Sketch and Write, Merawat Pesisir Baros Lewat Aksi dan Karya
Terkini
-
Di Bawah Matahari yang Tak Berbelas Kasihan: Kegigihan Petani Garam Rembang
-
Olivia Rodrigo dan Louis Partridge Dikabarkan Putus Usai 2 Tahun Pacaran
-
Daily Look ala Winter aespa: 4 Ide Outfit Simpel yang Super Wearable!
-
Sering Jadi Sasaran Body Shaming, Audy Item Curhat: Mental Ikut Kena
-
Sinopsis Drama Korea Perfect Crown, Pernikahan Kontrak Penuh Ambisi