Scroll untuk membaca artikel
Hernawan | Kuat Ismanto
Makam Habib Ahmad bin Abdullah di Komplek Makam Sapuro Kota Pekalongan (Koleksi Pribadi)

Kota Pekalongan dikenal secara meluas dengan wisata religi (Makam Sapuro dan Pengajian Jumat Kliwon Kanzus Sholawat) dan produk kerajinan “Batik”, beserta dengan produk turunannya. Dua jenis wisata ini telah mampu menarik wisatawan/peziarah dari berbagai daerah di Indonesia, bahkan dunia.

Meskipun dua jenis wisata di atas telah menjadi perhatian berbagai pihak, namun belum bisa dilihat sebagai bentuk tata kelola pariwisata kota yang komprehensif. Hal ini tampak pada infrastruktur dan manajemen di dua jenis wisata itu yang belum optimal.

Menurut hasil penelitian penulis dalam disertasi (2022) yang berjudul “Kesiapan Implementasi Pariwisata Halal: Studi Kasus di Kota Pekalongan, Kota Semarang, dan Kota Surakarta” ditemukan bahwa kota ini memiliki kesiapan implementasi, sekaligus wisata religi dan wisata kreatif menjadi keunggulannya.

Menurut bahwa wisata religi ada di semua agama, termasuk dalam agama Islam. Menurut Timothy, dkk. Dalam buku “Tourism, Religion and Spiritual Journeys" (2006) bahwa wisata religi dianggap sebagai wisata yang selalu mengalami perkembangan. Maka dari itu, revitalisasi sebagai upaya peningkatan jumlah kunjungan para peziarah adalah upaya yang harus dilakukan bagi pemerintah daerah.

Wisata Religi di Kota Pekalongan 

Wisata religi di Kota Pekalongan bisa dibagi menjadi empat bentuk, yaitu: makam ulama, warisan (heritage) Islam, aktivitas keagamaan, dan tradisi dan budaya Islam. Keberadaanya ini telah melengkapi jenis wisata lainnya, yang ada di daerah ini, seperti wisata alam, wisata sejarah, wisata buatan, wisata minat khusus dan lainnya.

Kota Pekalongan dikenal dengan masyarakatnya yang relijius, yang ditandai dengan berbagai aktivitas keagamaannya. Pengajian rutin jum’at kliwon di Kanzus Sholawat yang diasuh oleh Habib Lutfi telah menarik kunjungan masyarakat dari dalam dan luar daerah.

Demikian halnya dengan pengajian lainnya, seperti yang diasuh oleh Habib Bagir. Kegiatan-kegiatan keagamaan yang dijalankan oleh masyarakat juga tidak kalah mewarnai kondisi keislaman kota ini. Makam Sapuro adalah magnet utama bagi para peziarah dari berbagai penjuru dunia. Dengan demikian, wisata religi dan kondisi sosial mayarakat Pekalongan saling mendukung pariwisata berbasis keagamaan. 

Berkaitan khusus dengan wisata religi, sesungguhnya kota ini memiliki sejumlah daya tarik bagi para peziarah yang perlu digali, di antaranya makam para ulama, masjid bersejarah, seni-budaya Islam, dan sejarah keIslaman yang mewarnai perkembangan kota ini dan sekitarnya. Namun demikian, tidak cukup referensi, petunjuk, atau bahkan prasasti sejarah yang bisa diakses dengan baik, sehingga menjadi daya tarik wisata religi yang memadai.

Di antara daya tarik wisata religi berupa makam di Kota Pekalongan yang sudah terkenal dan belum adalah Makam Sampuro, Makam Pangeran Sampang Tigo (Pandito Banyu Segoro/Satrio Gagak Putih). Di sisi lain, para tokoh Islam yang berkontribusi terhadap kota ini juga bisa disajikan seperti Ki Ageng Cempaluk Tumenggung (Kyai Ngabehi Bahureksa/Ki Gede Syeikh Hasan), Ki Bahurekso (Tumenggung Bahurekso), Syaikh Datuk Abdullah Imam, Sayyid Abdurrahman Paku Negara (Wali Jenggot), dan masih banyak lainnya. Makam para penyebar Islam di Kabupaten Pekalongan dan Batang bisa menjadi pendukung wisata religi Kota Pekalongan.

Masjid bersejarah di kota ini juga cukup banyak, seperti Masjid Kauman, Masjid Aulia, Masjid Wakaf, dan Masjid lainnya. Masjid-masjid ini, dalam pariwisata berguna sebagai daya tarik wisata sekaligus amenitas wisata.

Kegiatan rutin lainnya yang tidak kalah penting adalah tradisi perayaan seni-budaya yang bernuansa Islam, seperti tradisi syawalan, haul ulama, dan lainnya. Singkatnya, kegiatan keagamaan di kota ini sangat menarik menjadi daya tarik pariwisata halal, namun perlu ditata dengan lebih baik lagi. 

Revitalisasi Wisata Religi

Pengembangan (revitalisasi) wisata religi ini perlu kebijakan dan komitmen pemerintah daerah. Revitalisasi ini bisa dimaknai sebagai penataan ulang, perbaikan atas infrastruktur, pengemasan menjadi produk wisata, atau bahkan penambahan fasilitas yang ada. Perbaikan ini diharapkan mampu meningkatkan kepuasan wisatawan. 

Di antara usaha lain yang bisa dilakukan adalah menyusun peta wisata religi, atau lebih jauh menyusun produk wisata religi, yang ditawarkan di dalam website. Dalam pelaksanaannya, dinas pariwisata bisa bekerjasama dengan biro pariwisata lokal. Setelah berkunjung ke wisata religi, wisatawan diajak untuk menikmati wisata lainnya, yaitu wisata kreatif yang berhubungan dengan batik.

Dukungan stakeholder pariwisata daerah, akademisi, pelaku usaha, dan masyarakat sangat diperlukan. Aktor pembangunan pariwisata (pentahelix) tersebut perlu dikoordinasikan oleh pemerintah daerah untuk bersama-sama membangun pariwisata kota.

Revitalisasi wisata religi ini memungkinkan karena telah didukung oleh aspek wisata lainnya seperti atraksi, akses, amenitas, komunikasi, dan juga lingkungan yang aman dan nyaman. Dengan wisata religi, akan semakin mendukung karakter Kota Pekalongan. Usaha yang sungguh-sungguh untuk mengembangkan wisata religi dengan baik, akan berdampak ganda (multiplier effect) bagi sektor pembangunan lainnya dan daya tarik wisata lainnya

Wisata religi di Kota Pekalongan sangat penting bagi Pemerintah Kota untuk menarik kunjungan wisatawan. Dengan meningkatnya wisatawan religi, maka diharapkan berkunjung juga pada objek wisata lainnya, seperti wisata belanja (batik), wisata festival, wisata alam (pantai dan air), wisata sejarah, wisata seni-budaya, dan jenis wisata lainnya. Dengan meningkatkan kunjungan wisatawan di kota ini, diharapkan berdampak banyak pada aspek kehidupan masyarakat seperti UMKM, peluang pekerjaan, dan pendapatan masyarakat.

Kuat Ismanto