Pariwisata halal atau orang menyebut juga dengan istilah pariwisata syariah, pariwisata ramah Muslim (Friendly Muslim Tourism), dan lainnya, belum henti dibicarakan, sehingga seringkali menimbulkan kesalahpahaman di masyarakat. Maka dari itu, perkembangannya tampak lambat. Gagasan pariwisata ini pernah disampaikan oleh Wakil Presiden RI, Ma'ruf Amin dan Menparekraf RI Sandiaga S. Uno di berbagai kesempatan. Intinya, konsep pariwisata ini bisa diimplementasikan di Indonesia karena memiliki prospek yang baik, baik dari sisi besarnya umat Islam di Indonesia maupun dari sisi ekonomi.
Dalam industri pariwisata, persoalan gender menjadi aspek yang harus diperhatikan, tidak terkecuali dalam pariwisata halal. Maka, kasus kejahatan seksual di lokasi wisata tidak perlu terjadi di Indonesia. Atau, setidaknya bisa dicegah.
Berbagai kajian atas konsep pariwisata halal sudah dilakukan oleh para peneliti terdahulu, seperti yang penulis lakukan dalam disertasi (2022) berjudul “Kesiapan Implementasi Pariwisata Halal” di Jawa Tengah. Di antara temuannya adalah bahwa konsep pariwisata halal menjunjung tinggi nilai-nilai kebaikan, seperti konservasi lingkungan, penjagaan privasi wisatawan laki-laki dan perempuan, dan lainnya.
Secara konseptual, pariwisata halal adalah satu bentuk pariwisata yang berusaha memenuhi kebutuhan wisatawan Muslim saat melakukan wisata. Lalu pertanyaannya adalah apakah pariwisata halal itu ramah gender? Dalam kerangka konseptual teoritis, tulisan ini disajikan.
Menurut Battour, dkk (2014) dalam artikel yang berjudul “Islamic attributes of destination: Construct development and measurement validation, and their impact on tourist satisfaction” yang diterbitkan pada International Journal of Tourism Research, disebutkan bahwa terdapat empat kebutuhan yang harus ada pada pariwisata halal, yaitu: 1) tempat ibadah; 2) kehalalan makanan dan minuman di destinasi; 3) ketiadaan alkohol dan perjudian; dan 4) keterwujudan moralitas Islam. Untuk itu, maka terdapat dua aspek pokok dalam penyelenggaraan pariwisata halal yang dikaitkan dengan gender, yaitu dipenuhinya kebutuhan “halal” wisatawan, khususnya wisatawan Muslim. Dan aspek lainnya adalah terdapat dan terwujudnya moralitas Islam di destinasi wisata.
Kebutuhan “Halal” bagi Wisatawan
Mengkonsumsi makanan adalah kewajiban bagi umat Islam, maka keberadaannya di destinasi wisata wajib disediakan. Kewajiban ini tertuang dalam QS. Al Baqarah ayat 168, yang artinya "Wahai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan, karena sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu." Maka dari itu, para pengelola wisata dan pelaku usaha wisata harus menyediakannya sebagai bentuk layanan yang baik (excellent services). Maka menjadi lebih baik jika makanan dan minuman yang disajikan, baik di restoran maupun rumah makan, bersertifikat halal MUI-BPJPH.
Selain keberadaan makanan dan minuman halal di destinasi wisata, maka juga harus tersedia fasilitas ibadah yang memadai. Memadai ini bisa diartikan bersih, aman, dan nyaman. Lebih dari itu, di fasilitas ibadah juga sudah dilakukan pemisahan antara laki-laki dan perempuan, agar privasi laki-laki dan perempuan terjaga.
Di Indonesia, di sebagian hotel ada yang memiliki kolam renang yang terpisah antara laki-laki dan perempuan. Di Kota Padang, model kolam renang ini sudah disediakan. Jadi, dari sisi kebutuhan kenyamanan wisatawan yang menginginkan fasilitas demikian telah terpenuhi.
Gender dalam Pariwisata Halal
Kesetaraan gender merujuk pada kesetaraan penuh laki-laki dan perempuan untuk menikmati rangkaian lengkap hak-hak politik, ekonomi, sipil, sosial, dan budaya. Islam sebagai sebuah agama, sangat menjunjung tinggi martabat manusia, tidak terkecuali pada wanita dan anak-anak. Firman Allah dalam al-Qur’an surat Al-Ahzab ayat 59, yang artinya: "Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka". Jadi, perempuan dalam pandangan Islam menempati posisi yang terhormat, dan berkeadilan gender.
Dalam praktiknya, keadilan gender pada pariwisata halal bisa diwujudkan melalui beberapa aspek. Pertama, bisa dari sisi tata kelola pariwisata dan yang kedua dari sisi permintaan kebutuhan wisatawan.
Bagi pengelola pariwisata memberi kesempatan bagi perempuan untuk bergabung sebagai pengelola dan pelaku usaha. Sebagai karyawan, rekrutmen didasarkan pada kompetensi. Dengan karyawan perempuan, nantinya bisa memberi layanan yang maksimal bagi wisatawan perempuan. Jadi, hak sosial pekerjaannya bisa terpenuhi.
Dalam ranah kebutuhan wisatawan Muslimah, pengelola mewujudkan kebutuhannya seperti separasi fasilitas pariwisata bagi wisatawan laki-laki dan perempuan, seperti di tempat ibadah, toilet, atau bahkan layanan dari pengelola wisata.
Di hotel, wisatawan perempuan dilayani petugas perempuan, tamu laki-laki dilayani karyawan laki-laki. Lebih dari itu, jika hotel dengan gedung bertingkat, maka sebagai contoh, lantai 1 untuk tamu laki-laki, lantai 2 untuk tamu perempuan. Contoh-contoh bisa menjadi konsep saja, tetapi tidak menutup kemungkinan diterapkan. Kondisi ini bukan pemaksaan, tetapi bisa menjadi pilihan.
Dari uraian sebelumnya sudah tergambar bahwa tujuan pariwisata halal adalah mewujudkan kebaikan bagi semua pihak, tidak terkecuali dalam persoalan keadilan gender. Sekali lagi, posisi perempuan dalam pariwisata halal adalah terhormat.
Maka dari itu, tidak ada salahnya jika daerah yang sedang mengembangkan pariwisata untuk menengok atau bahkan mengambil pelajaran tentang pariwisata halal yang dikembangkan oleh Kemenparekraf RI sesuai dengan target Renstra yang telah disusun.
Jadi, dari sisi persoalan gender, pariwisata halal dalam posisi yang sudah jelas, yaitu mendukung perwujudan pariwisata yang ramah perempuan, seperti didengungkan dalam SDGs (Sustainable Development Goals), yang salah satunya bertujuan mewujudkan keadilan gender.
Baca Juga
Artikel Terkait
-
Aktivasi Co-Branding Wonderful Indonesia Ajak Masyarakat Jaga Keindahan Alam dan Budaya
-
Transformasi Red Hook: Dari Sarang Kejahatan Hingga Tujuan Wisata?
-
3 Rekomendasi Tempat Melukat di Bali untuk Ketenangan Batin
-
Kumpulan Mod BUSSID Bus Pariwisata: Dari HD, SHD, Hingga Double Decker!
-
Candi Sojiwan, Candi Bercorak Buddha yang Tersembunyi di Prambanan
Rona
-
Mengenal Pegon, Kendaraan Tradisional Mirip Pedati yang Ada di Ambulu Jember
-
Fesyen Adaptif: Inovasi Inklusif di Dunia Mode untuk Penyandang Disabilitas
-
KILAS dan Edukasi G-3R di Cimenyan: Membangun Kesadaran Pengelolaan Sampah
-
Vera Utami: Pionir Inklusivitas Pakaian Adaptif bagi Penyandang Disabilitas
-
Ekoregion Pembangunan Wilayah di Papua sebagai Solusi Pembangunan Berkelanjutan
Terkini
-
Sinopsis Kanguva, Film Action India yang Dibintangi Suriya dan Bobby Deol
-
Punya Jejak Kontroversial, Ini Sosok Wasit yang Pimpin Laga Indonesia vs Jepang
-
4 Padu Padan Daily OOTD ala Park Hyung-sik yang Chic dan Mudah Ditiru
-
Egy Maulana Masih Berhasrat Main di Luar Negeri, Usia Jadi Penyebab Utama?
-
Hadirkan Idola Lintas Generasi, Ini Lineup Resmi SMTOWN Live 2025 in Seoul