Scroll untuk membaca artikel
Hernawan | shabrina mara
Ilustrasi LGBT. (Dok: Elements Envanto)

Dewasa ini, tuntutan reformasi di segala bidang menyebar luas dan makin berkembang pesat seiring dengan berjalannya waktu. Kebebasan masyarakat dalam menjalani kehidupannya sudah tidak lagi terjerat oleh peraturan yang kaku.

Di antara kebebasan-kebebasan yang telah diraih itu salah satunya adalah kebebasan masyarakat kita dalam bertindak dan berpikir. Cara pandang hidup masyarakat dalam melihat dunia kini berangsur-angsur berubah.

Kebebasan berpendapat juga memiliki pengaruh yang besar dalam keterbukaan pola pikir dalam menerima berbagai ideologi atau prinsip hidup, yang dianut sebagian besar masyarakat di Indonesia. Salah satu bentuk dari fenomena sosial yang terbentuk akibat dari kebebasan dalam bertindak dan berpikir yang sedang terjadi di Indonesia adalah LGBTQ+.

LGBTQ+ adalah singkatan dari lesbian, gay, biseksual, transgender, queer, dan lain-lain. LGBTQ+ merupakan salah satu identitas atau orientasi seksual yang memiliki komunitas tersebar di berbagai belahan dunia.

Sejatinya, LGBTQ+ tidak bersumber dari aturan hukum maupun agama. Di beberapa negara, setidaknya 70 negara menerapkan peraturan perundang-undangan tentang LGBTQ+ dan memberikan sanksi kepada para transgender karena orientasi seksual mereka. Diskriminasi ini membuat para LGBTQ+ mendapat stigma yang buruk, risiko penangkapan, kekerasan, hingga hukuman mati.

Hal ini mengakibatkan beberapa komunitas tersebut melakukan kampanye untuk menyuarakan hak mereka. Hak bahwa mereka juga perlu hidup dengan bebas tanpa diperlakukan berbeda atau diskriminasi. Para partisipan dalam kampanye ini semakin bertambah disebabkan adanya peningkatan kesadaran bahwa perlunya representasi yang baik untuk mendukung prinsip identitas yang mereka anut.

Di Indonesia sendiri, LGBTQ+ masih dianggap cukup tabu karena penerapan ilmu agama yang masih mengakar kuat serta hukum yang sebagian besar juga berpatokan pada aturan agama yang menyatakan bahwa banyaknya orientasi seksual selain laki-laki dan perempuan serta penafsiran atau cara pandang yang berbeda terhadap sesama jenis itu sebenarnya sangat dilarang karena menyalahi hukum yang berlaku. Namun, seiring dengan berjalannya waktu dan berubahnya cara pandang hidup membuat LGBTQ+ menjadi topik yang paling eksis dibicarakan di berbagai media/platform di Indonesia. 

Hal tersebut menimbulkan pro dan kontra dalam lingkungan masyarakat. Di satu sisi, masyarakat dengan prinsip hidup berpegang teguh pada agama sangat menentang dan menolak adanya LGBT+. Sedangkan di sisi lain, masyarakat dengan prinsip hidup yang bebas tak terikat dengan aturan apapun dan menerima dengan terbuka mendukung penuh hal itu. Namun, ada juga masyarakat yang masa bodoh dengan apa yang sedang terjadi. 

Sejatinya, semua manusia itu berhak mendapat perlakuan yang selayaknya. Penegakan Hak Asasi Manusia sangat diperlukan di era yang serba modern ini. Termasuk apa yang dianut oleh orang lain, prinsip hidup orang lain, kita harus menghargainya. Hargailah jika ingin dihargai, hormatilah jika ingin dihormati.

shabrina mara

Baca Juga