Ngainum Naim dalam bukunya yang berjudul Menipu Setan terbitan PT Elex Media Komputindo Jakarta 2015 menulis kisah KH. Bisri Mustofa Rembang dengan KH. Ali Maksum Krapyak Yogyakarta. Tepatnya ketika beliau (Kiai Bisri) menipu setan, dilengkapi dengan taktik menipunya.
Salah satu kiai yang dapat diteladani dalam tradisi menulis adalah KH. Bisri Mustofa, ayahanda KH. Mustofa Bisri Rembang. Beliau dikenal sebagai penulis produktif pada zamannya. Ratusan karya tulis dalam berbagai bentuk telah beliau hasilkan. Menurut KH. M. Cholil Bisri, putra beliau, karangan-karangan Kiai Bisri yang sudah dicetak ada 276 judul dan semuanya sudah dijual ke penerbit.
Menulis adalah berkomunikasi untuk mengungkapkan pikiran, gagasan, perasaan, dan kehendak kepada orang lain secara tertulis. Keterampilan menulis sebagai salah satu syarat berbahasa mempunyai peranan penting dalam kehidupan manusia. Aktivitas menulis dapat membuat seseorang mengungkapkan pikiran dan gagasan untuk mencapai maksud dan tujuannya.
Komunikasi tertulis tampaknya masih menjadi aspek yang kurang berkembang baik di Indonesia, baik di dunia akademik maupun di luar dunia akademik. Budaya berbicara sebagai bentuk komunikasi langsung lebih dominan dibandingkan budaya membaca dan menulis. Padahal, budaya membaca dan menulis menjadi dasar penting di dalam dinamika keilmuan di dunia pendidikan, termasuk di dunia kampus dan pesantren.
Kembali ke topik Kiai Bisri yang menipu setan, di dalam buku ini diceritakan bahwasanya pada suatu waktu putra beliau, KH. Mustofa Bisri, berkisah tentang Kiai Bisri yang mempunyai falsafah unik dalam perkara menulis. Pada suatu waktu, Kiai Bisri Mustofa berbincang-bincang dengan Kiai Ali Maksum Krapyak. Tema yang diperbincangkan seputar dunia tulis-menulis.
Dalam percakapan tersebut Kiai Ali Maksum bertanya tentang strategi yang ditempuh Kiai Bisri sehingga bisa begitu produktif menulis. Sementara Kiai Ali Maksum yang terkenal alim itu seringkali gagal saat memulai menulis.
Jawaban Kiai Bisri sangat mengejutkan, "Lha soalnya Sampeyan menulis lillahi ta'ala sih! Kalau saya menulis karena menyambut gawe. Etos saya dalam menulis sama dengan penjahit. Lihatlah penjahit itu! Kalaupun ada tamu, penjahit tidak akan berhenti menjahit. Ia menemui tamunya sambil terus bekerja. Soalnya bila ia berhenti menjahit, periuknya bisa ngguling. Saya juga begitu. Kalau belum-belum Sampeyan sudah niat yang mulia-mulia, setan akan mengganggu Sampeyan dan pekerjaan Sampeyan tidak akan selesai. Lha kalau tulisan sudah jadi dan akan diserahkan ke penerbit, baru kita niati yang mulia-mulia, seperti linasyril ilmi atau apa. Setan perlu kita tipu."
Jika kita simak argumen dan landasan "falsafah" Kiai Bisri itu, sangatlah menarik dan argumentatif. "Falsafah" tersebut menjadikan beliau kiai yang sangat produktif dalam menghasilkan karya tulis.
Baca Juga
-
Honor X70 5G Hadir Bawa Baterai Jumbo 8300 mAh, Miliki Daya Tahan Pemakaian
-
Redmi K Pad Siap Debut Global, Tablet Mungil yang Diklaim Tandingan Serius iPad Mini
-
Smartphone Vivo V60 Dijadwalkan Rilis pada Agustus 2025 di India, Modul Kamera Mirip iPhone 16
-
iQOO Z10R 5G Meluncur, Ponsel Midrange Murah dengan Layar AMOLED Quad-Curved 6,77 Inci
-
Moto G86 Resmi Masuk ke Indonesia, Ponsel Motorola dengan Tenaga Baterai Jumbo 6720 mAh
Artikel Terkait
Ulasan
-
Ulasan Novel Jepang Colorless Tsukuru Tazaki and His Years of Pilgrimage
-
Menguliti Luka dan Obsesi dalam Novel False Idol Karya Shooastrif
-
Ulasan Buku Sun & Ssukgat: Self-Care ala Korea yang Mudah untuk Ditiru
-
Ulasan Buku 5 Dosa dalam Mengelola Keuangan: Hindari Ini Biar Nggak Boncos
-
Ulasan Novel Summer in the City:Cinta Tak Terduga dari Hubungan Pura-Pura
Terkini
-
Joel Edgerton Jadi Bintang Utama di Film Train Dreams, Rilis November 2025
-
Di Tengah Budaya Skimming saat Membaca, Masih Perlukah Menulis dengan Rasa?
-
4 Peeling Serum AHA BHA Lokal Harga 20 Ribuan, Ampuh Angkat Sel Kulit Mati
-
0,2 Detik untuk Menentukan Gol: Ilmu di Balik Keputusan Cepat dalam Futsal
-
BRI Super League: Madura United Putuskan Tambah Bek Asing, Ini Sebabnya