Piala Dunia 2002 yang berlangsung di Jepang dan Korea Selatan menjadi salah satu momen paling diingat oleh publik Korea Selatan, bahkan Asia. Pasalnya, selain sukses dalam penyelenggaraan Piala Dunia, Korea Selatan yang bertindak sebagai co-host bersama dengan Jepang mampu mengangkat marwah persepakbolaan benua Asia dengan catatan bersejarah. Korea enjadi tim Asia pertama, bahkan tim non Eropa dan Amerika Latin pertama yang mampu menembus babak empat besar Piala Dunia.
Namun sayangnya, di balik hiruk pikuk dan kemegahan gelaran Piala Dunia tahun 2002, terselip sebuah insiden berdarah yang melibatkan dua negara Korea, yakni Korea Utara dan Korea Selatan. Tentu saja insiden ini tak berkaitan dengan penyelenggaraan Piala Dunia. Insiden ini terjadi di perairan laut yang menjadi batas antara Korea Utara dan Korea Selatan, menjelang final Piala Dunia yang mempertemukan Jerman vs Brazil berlangsung.
Film berjudul Northern Limit Line yang dirilis pada tahun 2015 lalu, mengangkat tentang detail kisah pertempuran laut antara dua Korea. Film ini bahkan menggambarkan dengan spesifik detik-detik pertempuran yang menewaskan 6 orang prajurit muda Korea Selatan yang bertugas menjaga kedaulatan negara mereka.
Dalam film ini diungkapkan, insiden terjadi pada 29 Juni 2002, ketika dua kapal Korea Utara yang berada di Laut Kuning, melintasi NLL (Northern Limit Line), garis batas imajiner yang memisahkan wilayah laut kedua Korea. Para penjaga laut Korea Selatan yang tengah berpatroli di kapal Chamsuri 357, berusaha untuk melakukan komunikasi dan juga memperingatkan tentang pelanggaran batas yang dilakukan oleh dua kapal Korea Utara tersebut.
Namun sayangnya, peringatan tersebut tak digubris. Bahkan, kapal Korea Utara yang menyeberangi wilayah Korea Selatan tersebut secara mendadak melancarkan serangan terhadap mereka. Menghadapi serangan mendadak tersebut, Chamsuri 357 berusaha untuk bertahan, dan sebisa mungkin melawan. Namun sayangnya, pertarungan tak seimbang tersebut pada akhirnya memakan korban jiwa. Selain harus karam, Chamsuri 357 juga kehilangan awak mereka. Tercatat, 6 prajurit pemberani menjadi korban, dan 18 di antaranya menderita luka-luka.
Meski begitu, kejadian ini tak mendapatkan pemberitaan internasional karena kalah dengan hingar bingar gelaran Piala Dunia yang kala itu. Terlebih, sehari kemudian, tanggal 30 Juni 2002, perhelatan sepak bola sejagad tersebut memainkan partai puncaknya, sehingga semakin menenggelamkan insiden berdarah antara dua negara Korea ini.
Baca Juga
-
Tak Hanya Marceng, Calon Bintang Asia Ini Juga Harus Jalani Musim Kelam di Benua Eropa
-
Shivakorn Pu-Udom, sang Mimpi Buruk yang Kembali Datangi Indonesia di Ronde Keempat
-
Ronde Keempat Babak Kualifikasi dan Catatan Kelam 2 Wasit saat Membersamai Indonesia
-
Gegara Hal Ini, Jalan Timnas Indonesia Menuju Piala Dunia Menjadi Semakin Terjal
-
Belum Ditentukan, Siapa yang Pantas Menjadi Nakhoda Timnas Indonesia di SEA Games 2025?
Artikel Terkait
Ulasan
-
Review Film Afterburn: Petualangan Epik di Dunia yang Rusak!
-
Review Film Jadi Tuh Barang: Komedi Kocak yang Menyentuh Hati Para Perantau
-
6 Short Movie Jakarta World Cinema 2025 yang Wajib Kamu Tonton di KlikFilm
-
SEVENTEEN Ajak Memaknai Cinta dan Bahagia dalam Lagu 'Candy'
-
Sakura Jayakarta: Bunga yang Tumbuh di Tengah Bara Penjajahan
Terkini
-
Lebih Baik Bertahan? Mengenal Tren Job Hugging di Dunia Kerja
-
Ujung-Ujungnya Kamu oleh Andien: Perjalanan Cinta Berakhir pada Orang Lama
-
Dari Baper Sampai Teriak Bareng: 10+ Tontonan Netflix Buat Quality Time Makin Lengket
-
Edgy Vibes! 4 Ide Outfit ala The8 SEVENTEEN, Bikin Style Auto Level Up
-
4 Serum Buah Delima Kaya Antioksidan, Rahasia Wajah Kencang Bebas Flek Hitam