Malas adalah sifat yang lazim dimiliki manusia. Kesibukan yang mengepung rutinitas setiap hari, otomatis akan membuat seseorang menjadi kecapaian, lelah, bahkan malas untuk melakukan sesuatu.
Hal ini membuat banyak orang yang tak pernah bersimpati pada orang yang dianggap pemalas. Padahal, malas adalah sesuatu yang lumrah hadir dalam kehidupan manusia.
Rasa capek, lemas, lesu, dan lainnya adalah hal yang manusiawi. Tak seorang pun yang senantiasa selalu rajin dan bersemangat bekerja. Kadang kala, rasa malas akan datang tanpa diundang.
Ia akan mengganggu konsentrasi yang sebelumnya sudah dibangun dengan susah payah. Bagaimana rasanya ketika kita sedang ada tugas sekolah atau kantor, tetapi tiba-tiba malas untuk menyelesaikan tugas tersebut?
Buku Malas Itu Perlu yang ditulis Dodaeche (2018) ini sekilas mengundang kontroversi. Bagaimana mungkin malas yang banyak dilawan oleh banyak orang dianggap lumrah, bahkan perlu dalam kehidupan sehari-hari. Bukankah sifat malas itu identik dengan sesuatu yang negatif?
Penulis asal Korea Selatan ini mencoba mendedah dan mengupas bagaimana agar malas menjadi hal yang perlu, bahkan bisa dimanfaatkan dengan baik. Rasa malas yang mendadak menyerang juga bisa dimanfaatkan untuk sesuatu yang bermanfaat.
Saat kita sedang santai atau relaks karena terlalu diforsir, sebenarnya masih bisa mengerjakan sesuatu yang tidak perlu tenaga ekstra untuk menyelesaikannya.
Pengalaman inilah yang dihadapi penulis dan coba dikisahkan dalam buku inspiratif ini. Sebagai karyawan operator yang bergerak di bidang jasa pengiriman, Dodaeche mengisahkan pengalamannya saat dikepung rasa malas. Di saat malas, ia berusaha melawannya dengan tidak sekadar berleha-leha, tetapi memikirkan apa yang harus dikerjakannya esok hari.
Inilah yang dimaksud memanfaatkan rasa malas. Saat seseorang santai, ia bisa memikirkan hal-hal yang bisa dikerjakannya esok hari di kantor atau tempat kerja. Dengan me-refresh pikiran, kita bisa menjernihkan pikiran sehingga bisa kembali beraktivitas dengan baik dan penuh semangat.
Penulis menjelaskan, salah satu ciri orang malas adalah suka menunda-nunda pekerjaan. Hal ini yang perlu dihindari, meskipun ada yang menganggap bahwa menunda pekerjaan itu ada manfaatnya asal bisa mengatasinya dengan baik.
Namun, perlu diketahui bahwa kesempatan atau peluang baik seseorang itu hilang, bahkan hancur disebabkan oleh kebiasaannya menunda pekerjaan (hlm. 68).
Buku ini berusaha membuka pikiran pembaca tentang bagaimana memanfaatkan rasa malas menjadi peluang emas. Caranya adalah, di saat malas melanda, kita berusaha untuk tidak terlena, melainkan memanfaatkannya dengan berpikir positif.
Memikirkan apa yang perlu dikerjakan esok hari sehingga pikiran tidak stagnan. Saat rasa malas datang, kita tidak perlu sedih. Sebaliknya, kita bisa memanfaatkannya untuk berpikir jernih sehingga bisa menemukan ide-ide kreatif di masa akan datang.
Tag
Baca Juga
Artikel Terkait
-
Perbandingan Peringkat Liga Voli Indonesia vs Korea Selatan, Lebih Bagus Mana?
-
Masuki Babak 4 Besar, Tim Mana yang Paling Lemah di Semifinal Piala Asia U-17?
-
Piala Asia U-17 dan Potensi Terjadinya Perang Saudara di Puncak Perhelatan
-
Ulasan Novel Three Days to Remember: Tentang Hati yang Mau Menerima Kembali
-
Mimpi Belle Kiss of Life Akhirnya Terwujud! Konser Perdana di Jakarta Banjir Cinta
Ulasan
-
Ulasan Novel 1984: Distopia yang Semakin Relevan di Dunia Modern
-
Ulasan Novel Harga Teman: Ketika Hasil Kerja Tidak di Hargai oleh Klien
-
Review Film Warfare: Tunjukkan Perang dan Kekacauan dengan Utuh serta Jujur
-
Hidup dalam Empati, Gaya Hidup Reflektif dari Azimah: Derita Gadis Aleppo
-
KH. Hasyim Asy'ari: Tak Banyak Tercatat, Tapi Abadi di Hati Umat
Terkini
-
Asnawi Mangkualam Perkuat ASEAN All Stars, Erick Thohir Singgung Kluivert
-
Cinta dalam Balutan Hanbok, 4 Upcoming Drama Historical-Romance Tahun 2025
-
Emansipasi Tanpa Harus Menyerupai Laki-Laki
-
Stray Kids Raih Sertifikasi Gold Keempat di Prancis Lewat Album HOP
-
ASTRO & Friends 'Moon' Ungkapan Cinta dan Kerinduan untuk Mendiang Moonbin