Setiap kejadian yang menimpa kita pasti memiliki hikmah yang terkandung di dalamnya. Bahkan, dalam kejadian pahit sekalipun, akan selalu ada pembelajaran yang bisa kita petik dan bermuara pada pembentukan diri serta jiwa yang lebih kuat. Seperti yang terjadi di film Champ, sebuah film yang diproduksi oleh sineas asal Korea Selatan dan dirilis pada tahun 2011 lalu.
Film Champ yang berdurasi 133 menit ini sendiri sejatinya mengisahkan tentan dua jiwa yang tengah terluka, dan sama-sama bangkit menjadi yang terbaik di arena pacuan kuda. Joki kuda Seung Ho (diperankan oleh Cha Tae Hyun), semula memiliki keluarga yang bahagia.
Namun sayangnya, karena kecelakaan mobil yang fatal, Seung Ho harus kehilangan sang istri, dan berimplikasi pula pada penglihatannya. Iya, pasca peristiwa tersebut, Seung Ho harus mengalami gangguan pada matanya, sehingga nyaris buta.
Meskipun hidupnya tak lagi sama dengan sebelumnya, namun Seung Ho tetap menjalani hidup meski tanpa tujuan karena sang putri, Ye Seung (diperankan oleh Kim Su Jeong) selalu memberinya harapan untuk bangkit.
Kehidupannya menjadi semakin rumit ketika Seung Ho harus kehilangan semua tabungannya karena usaha penipuan dalam pacuan kuda, sehingga dirinya harus melarikan diri ke peternakan terpencil di Pulau Jeju.
Di Pulau Jeju, Seung Ho bertemu dengan kuda yang galak, ganas dan pincang bernama Woo Bak. Semula, Seung Ho merasa acuh dengan Woo Bak. Bahkan, sempat terbersit untuk mengakhiri hidup di laut.
Namun, dengan keteguhan hati dan juga usaha yang keras, pada akhirnya membuat Seung Ho dan Woo Bak menjadi semakin dekat, dan mampu mengubahnya menjadi kuda tangguh di arena balap kuda. Dan berhasil melaju ke putaran final.
Keberhasilan Woo Bak tentu saja membuat geger para pecinta pacuan kuda di Korea Selatan. Namun sayangnya, ketika menjalani laga final, panitia penyelenggara menemukan fakta bahwa Seung Ho mengidap masalah peglihatan sehingga mendiskualifikasinya dari balapan yang digelar.
Mengetahui bahwa Seung Ho tak lagi menjadi jokinya, Woo Bak pun menolak setiap joki yang akan menungganginya. Di sinilah semua sisi sentimentil yang terjalin antara Woo Bak dan Seung Ho mengaduk-aduk semua yang hadir termasuk para penonton. Dengan tekad yang bulat, sang kuda pincang dan joki buta itu kembali bersatu, dalam sebuah arena pacuan kuda untuk terakhir kalinya.
Bagaimana? Tertarik untuk menyaksikan film Champ ini secara langsung? Jangan lupa siapkan tisu ya, karena akan ada banyak adegan menyentuh yang melibatkan Seung Ho, Woo Bak, Ye Seung, dan juga orang-orang yang mengasihi mereka. Happy Watching!
Baca Juga
-
Final AFC U-17: Uzbekistan Miliki 2 Modal Besar untuk Permalukan Arab Saudi
-
Final AFC U-17: Uzbekistan Lebih Siap untuk Menjadi Juara Dibandingkan Tim Tuan Rumah!
-
Tapaki Partai Puncak, Romantisme Pendukung Uzbekistan dan Indonesia Terus Berlanjut
-
AFF Bentuk Tim ASEAN All Stars, Perlukah Para Pemain Timnas Indonesia Turut Serta?
-
Hanya Satu Pemain yang Masuk Tim ASEAN All Stars, Pendukung Timnas Indonesia Siap Kecewa
Artikel Terkait
-
Deretan Drama Korea Action Terbaik, Pacu Adrenalin dan Ketegangan
-
Deretan Drama Korea Bona WJSN, Terbaru Jadi Dukun di The Haunted Palace
-
5 Rekomendasi Drama China tentang Siluman, Ada The Demon Hunter's Romance
-
Rayakan Ulang Tahun ke-36, Ini 4 Rekomendasi Drama China Jing Boran
-
Spring of Youth: Kisah Mahasiswa, Musik, dan Mimpi yang Tayang Mei Ini!
Ulasan
-
Ulasan Novel Monster Minister: Romansa di Kementerian yang Tak Berujung
-
Ulasan Novel The Confidante Plot: Diantara Manipulasi dan Ketulusan
-
Review Film Drop: Dinner Romantis Berujung Teror Notifikasi Maut
-
Pengepungan di Bukit Duri: Potret Luka Sosial di Balik Layar Sinema
-
Review Anime Bofuri, Main Game VRMMORPG yang Jauh dari Kata Serius
Terkini
-
Final AFC U-17: Uzbekistan Miliki 2 Modal Besar untuk Permalukan Arab Saudi
-
Final AFC U-17: Uzbekistan Lebih Siap untuk Menjadi Juara Dibandingkan Tim Tuan Rumah!
-
Media Asing Sebut Timnas Indonesia U-17 akan Tambah Pemain Diaspora Baru, Benarkah?
-
Taemin Buka Suara Soal Rumor Kencan dengan Noze, Minta Fans Tetap Percaya
-
Kartini di Antara Teks dan Tafsir: Membaca Ulang Emansipasi Lewat Tiga Buku