Pemilik nama Bisri Syansuri mungkin terasa asing terdengar di telinga kita sebagai pahlawan bahkan sebagai seorang ulama sekalipun. Padahal jika ditelusuri, Bisri Syansuri salah satu kiyai yang juga banyak pengaruhnya dan kiprahnya dalam organisasi Nahdatul Ulama.
Sementara kariernya di bidang politik juga terbilang gemilang. Bisri Syansuri pernah menjadi anggota Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat (BP KNIP) yang mewakili Masyumi. Hingga pada pemilu 1955, Bisri Syansuri menjadi anggota Dewan Konstituante.
Dirinya memang sangat wajar digelari sebagai kiyai, mengingat dirinya memang besar di lingkungan pesantren sehingga membuat pemikirannya tentang Islam makin kuat. Bahkan dirinya pun berangkat ke Makkah untuk memperdalam ilmu agamanya di usia 24 tahun.
Kiai Bisri Syansuri lahir pada 18 September 1886 di desa Tayu, Pati, Jawa Tengah. Kiai Bisri merupakan anak ketiga dari lima bersaudara. Ayahnya bernama Syansuri dan ibunya bernama Mariah. Kiai Bisri lahir dari keluarga penganut agama yang kuat, seperti dalam buku "Pahlawan-Pahlawan Bangsa yang Terlupakan" karangan Johan Prasetya.
Pada usia tujuh tahun, Kiai Bisri Syansuri mulai belajar agama secara teratur yang diawali dengan membaca Al-Quran secara mujawwad (dengan bacaan tajwid yang benar) kepada Kiai Shaleh di desa Tayu. Setelah itu, ia melanjutkan pelajaran ke Pesantren Kajen dengan berguru kepada Kiai Abdul Salam.
Kiai Bisri Syansuri juga belajar kepada Kiai Haji Hasyim Asy'ari pada saat berada di Pesantren Tebuireng, Jombang. Setelah enam tahun belajar di sana, Kiai Bisri melanjutkan pendidikan ke Mekkah dan bertemu dengan Kiai Abdul Wahab Hasbullah.
Sekembalinya Kiai Bisri Syansuri ke tanah air, ia sempat mengajar di Pesantren Tambakberas lalu pindah ke desa Denanyar pada tahun 1917. Di desa itulah ia mulai bertani sambil mengajar, dan kemudian berkembang menjadi Pesantren.
Di ranah politik, Kiai Bisri Syansuri terlibat aktif dalam beberapa organisasi pergerakan Islam, diantaranya Nahdlatul Wathon (kebangkitan negeri), Nahdlatul Tujjar, dan Nahdlatul Ulama (NU). Di samping itu, Kiai Bisri juga anggota BP KNIP mewakili Masyumi.
Pada pemilu 1955, Kiai Bisri menjadi anggota Dewan Konstituante dan pemilu 1971 kembali duduk sebagai anggota DPR RI dari NU. Jabatan itu dipegang sampai ia meninggal.
Baca Juga
-
Gagasan Pendidikan Ki Hajar Dewantara, Perlunya Akses Pendidikan Merata
-
Hari Raya Idul Fitri, Memaknai Lebaran dalam Kebersamaan dan Keberagaman
-
Lebaran dan Media Sosial, Medium Silaturahmi di Era Digital
-
Ketupat Lebaran: Ikon Kuliner yang Tak Lekang oleh Waktu
-
Dari Ruang Kelas ke Panggung Politik: Peran Taman Siswa dalam Membentuk Identitas Bangsa
Artikel Terkait
-
Ulasan Novel 1984: Distopia yang Semakin Relevan di Dunia Modern
-
Sejarah Sirkus OCI Taman Safari, Jadi Sorotan Publik karena Dugaan Eksploitasi
-
Sejarah Telur Paskah dan Maknanya, Tak Hanya Melukisnya Warna-warni
-
Sinopsis The Remarried Empress, Drama Korea yang Dibintangi Shin Min Ah dan Lee Jong Suk
-
Sempat Bertemu Megawati Sebelum Saksikan Teater, Fadli Zon Ungkap Isi Pembicaraannya
Ulasan
-
Ulasan Novel 1984: Distopia yang Semakin Relevan di Dunia Modern
-
Ulasan Novel Harga Teman: Ketika Hasil Kerja Tidak di Hargai oleh Klien
-
Review Film Warfare: Tunjukkan Perang dan Kekacauan dengan Utuh serta Jujur
-
Hidup dalam Empati, Gaya Hidup Reflektif dari Azimah: Derita Gadis Aleppo
-
KH. Hasyim Asy'ari: Tak Banyak Tercatat, Tapi Abadi di Hati Umat
Terkini
-
Ada Presentasi di Kelas? Ini 5 Tips Jitu dari Angga Fuja Widiana
-
Asnawi Mangkualam Perkuat ASEAN All Stars, Erick Thohir Singgung Kluivert
-
Cinta dalam Balutan Hanbok, 4 Upcoming Drama Historical-Romance Tahun 2025
-
Emansipasi Tanpa Harus Menyerupai Laki-Laki
-
Stray Kids Raih Sertifikasi Gold Keempat di Prancis Lewat Album HOP