Novel karya alumnus Al-Azhar Mesir, Aguk Irawan MN, ini sangat cocok kita baca di musim sekarang, di mana beberapa saudara kita memenuhi panggilan-Nya untuk beribadah haji ke Tanah Suci Mekkah. Ketika membacanya, kita secara tidak langsung diajak untuk rindu melaksanakan rangkaian ibadah haji di Tanah Suci.
Tersebutlah Mak Siti, penjual nasi di Stasiun Cakung, dengan jiwa kesederhanaannya ia bermimpi untuk naik haji. Mimpi itu ia rahasiakan dari keluarganya, suami dan putri semata wayangnya, yang bernama Intan. Ia menyembunyikan keinginannya tersebut sebab khawatir impian sucinya tak terwujud. Akhirnya, ia menutupi keinginannya.
Dari sebagian keuntungan menjual nasi itu, Mak Siti sisihkan untuk tabungan ongkos naik haji. Namun, ujian bertubi-tubi mendatanginya. Mulai penipuan travel haji yang membawa kabur uangnya, cibiran dari tetangga yang mengetahui bahwa ia mendaftar calon jamaah haji, dan lain sebagainya. Cibiran para tetangga itu seperti dalam kutipan berikut:
"Apa? Yang bener saja?" Mpok Jaitun mengulang-ulang. "Mau naik haji pakai daun pisang?"
"Hahaha... makin aneh aja itu Mak Siti," seloroh tetangga.
"Iya, aneh dan menyedihkan," serobot yang lain.
"Makan aja susah. Anaknya berantem. Eee, mimpi naik haji. Edaaan, edaan. Waras nggak sih Mak Siti?"
"Sepertinya sih mulai nggak waras."
Begitulah. Di mana-mana Mak Siti dianggap sudah tidak waras. Dianggapnya Mak Siti tidak melihat kemampuan dirinya sendiri. Untuk makan saja susah minta ampun, harus kerja banting tulang menjadi penjual nasi megono di Stasiun Cakung, pergi pagi pulang petang.
"Dari mana coba? Sawah kagak punya. Rumah di kampung sudah dijual. Saudara kagak ada. Kerja hanya untuk makan tiap hari. Lha, kok mau naik haji?"
Sindiran dan cibiran terjadi di sana-sini, di mana-mana. Malah mulai terdengar secara langsung terhadap Mak Siti. Seperti ketika Mak Siti lewat jalanan gang dengan membawa tempat nasi megono di tangan dan tempat gorengan di punggungnya. Mereka yang melihat Mak Siti berjalan, lantas berteriak-teriak.
"Bu Hajah datang!"
"Ish, minggir, Bu Hajah mau lewat."
"Iya, Bu Hajah mau lewat nih."
"Baru pulang, Bu Hajah?"
Demikianlah perjalanan hidup. Tidak selamanya mulus. Butuh keikhlasan dan kesabaran dalam melaluinya. Seperti Mak Siti yang punya keinginan kuat untuk mewujudkan mimpi sucinya dengan terus bekerja dan istikamah berdoa. Pada akhirnya apa yang diimpikan akan tercapai.
Baca Juga
-
Kuasa Hukum Mawa Tegaskan Video CCTV Inara Rusli dan Insanul Fahmi Bukan Didapat dari Virgoun
-
Sepatu Gubernur Aceh Disorot saat Jemput Prabowo Menuju Lokasi Banjir
-
Infinix Siapkan Tiga Model Note 60 Series di Indonesia, Bodi Tipis dan Chipset Lebih Kencang
-
POCO C85 5G Debut Hari Ini, Usung Layar 6,9 Inci dan Baterai 6000 mAh
-
Honor X80 Lolos Sertifikasi, Usung Chipset Baru dan Baterai Jumbo 10.000mAh
Artikel Terkait
-
Novel Bamukmin Tak Ingin Umat Islam Fanatik Buta dengan Habib Rizieq
-
Misteri Lenyapnya Siswa Paling Freak, Ulasan Novel Mencari Jejak Caraka
-
GENERASI AIWA: Jejak Nusantara di Tanah Suci
-
ACT Diduga Gelapkan Dana Umat, Novel Bamukmin: Siapa Pun Menyalahgunakan Dana Umat Harus Bertanggung Jawab!
-
Bulan Nararya: Kisah Tersembunyi dari Panti Rehabilitasi Mental
Ulasan
-
Ulasan Novel Kala Langit Abu-Abu: Rasa Tetap Sama, Kenyataan yang Berubah
-
Menyantap Sunyi dalam Novel Seporsi Mie Ayam Sebelum Mati
-
Ulasan Buku The Demon of Unrest: Sejarah Kelam Dunia
-
Ulasan Film Qorin 2: Mengungkap Isu Bullying dalam Balutan Horor Mencekam
-
Ulasan Buku "Revenge of the Tipping Point", Kombinasi Psikologi Dunia
Terkini
-
Musuh Terbesar Pembaca Lambat Ternyata Ini: Bongkar 6 Jurus Ampuh Lahap Buku dengan Cepat
-
Liburan Akhir Tahun Anti Ribet: Intip 10 Trik yang Jarang Orang Tahu
-
3 Film Keluarga yang Wajib Masuk Daftar Tonton di 2026 Beserta Sinopsisnya
-
Manusia Cuma Anak Kemarin Sore! Kenalan sama 6 Hewan Abadi yang Umurnya Bisa Ratusan Tahun
-
4 Ide Basic Outfit Amanda Zahra, Simple Look yang Tetap Fresh dan Feminine