Scroll untuk membaca artikel
Ayu Nabila | Budi Prathama
Hasan Basry. (Wikipedia)

Banyak masyarakat Indonesia yang tidak mengenal nama Brigjen Hasan Basry sebagai pahlawan bangsa. Akan tetapi, di dunia milter namanya akan terus dikenang sebagai tokoh pejuang militer yang gagah berani dalam memperjuangkan kedaulatan bangsa Indonesia. 

Hasan Basry lahir pada tanggal 17 Juni 1923 di Kandangan, Kalimantan Selatan. Hasan Basry berhasil menempuh pendidikan dasarnya di Hollands Inlandsche School (HIS). Kemudian melanjutkan pendidikan yang berbasis islam di Tsanawiyah al-Wathaniyah di Kandangan. Setelah itu dilanjutkan di Kweekschool Islam Pondok Modern di Ponorogo, Jawa Timur, seperti yang dikutip dalam buku “Pahlawan-Pahlawan Bangsa yang Terlupakan” karangan Johan Prasetya. 

Maka dari itulah, lingkungan dan suasana Jawa Timur yang kaya semangat perjuangan menginspirasi Hasan Basry untuk ikut dalam perjuangan menjaga Indonesia dari penjajahan. Makanya tidak heran jika pasca proklamasi, Hasan Basry aktif dalam organisasi kepemudaan Kalimantan yang berpusat di Surabaya. 

Pada tanggal 15 November 1946, Hasan Basry diutus oleh Letnan Asli Zuchri dan Letnan Muda M. Mursid untuk mendirikan satu batalion ALRI Divisi IV di Kalimantan Selatan. Maka dari itu, Hasan Basry yang menjadikan Benteng Indonesia sebagai batalion ALRI Divisi IV yang memiliki markas di Haruyan. 

Perjuangan Hasan Basry dan batalion ALRI Divisi IV untuk melawan Belanda sempat terhenti oleh Perjanjian Linggarjati yang ditandatangani pada 25 Maret 1947. Perjanjian Linggarjati secara de facto hanya memuat Jawa, Sumatra, dan Madura. Artinya kekuatan militer di kota lain harus diambil dan dipindahkan ke Jawa. 

Setelah menolak bergabung dengan induk militer RI, Hasan Basry meraih kemenangan atas perjuangannya melawan Belanda. Sehingga pada tanggal 17 Mei 1949, Hasan Basry berhasil membuat Belanda bertekuk lutut. Sejak dari itulah, 17 Mei dikenal sebagai hari kemenangan Kalimantan Selatan atas Belanda. Empat bulan setelahnya, diadakan perundingan antara ALRI Divisi IV dengan Belanda, dan beberapa wakil dari UNCI sebagai penengahnya. 

Dalam perundingan itu, Jenderal Mayor Suharjo, atas nama Indonesia mengakui ALRI Divisi IV (A) sebagai bagian dari angkatan perang Indonesia, dan Hasan Basry diangkat sebagai Letnan Kolonel (Letkol). Hingga pada tahun 1949, ALRI Divisi (A) digabung dalam TNI Angkatan Darat Divisi Lambung Mangkurat, dengan posisi Hasan Basry sebagai Panglima Letkol. 

Budi Prathama