The Last Rodeo adalah film drama Amerika yang dirilis pada 23 Mei 2025, disutradarai oleh Jon Avnet, yang juga ikut menulis naskah bersama Neal McDonough dan Derek Presley.
Film ini dibintangi oleh Neal McDonough sebagai Joe Wainwright, seorang mantan juara rodeo yang kini sudah uzur, ditambah aktor-aktor pendukung seperti Mykelti Williamson, Sarah Jones, dan Christopher McDonald.
Dengan latar dunia rodeo yang penuh debu dan adrenalin, film ini mengusung cerita tentang pengorbanan, rekonsiliasi keluarga, dan keberanian yang dibalut dengan sentuhan iman.
Apakah film ini berhasil bikin aku sebagai penonton terpukau atau cuma jadi drama klise yang mudah dilupain? Yuklah simak aja ulasan berikut!
Cerita The Last Rodeo berpusat pada Joe Wainwright, seorang mantan bintang rodeo yang pernah patah leher karena nekat naik banteng saat mabuk.
Setelah kehilangan istrinya (diperankan oleh istri Neal McDonough di dunia nyata, Ruve McDonough, dalam kilas balik) dan hidup penuh penyesalan, Joe kini hidup menyendiri di peternakan Texas-nya. Hubungannya dengan putrinya, Sally (Sarah Jones), juga renggang karena masa lalu yang kelam.
Tapi, hidup Joe berubah drastis saat cucunya, Cody, didiagnosis menderita tumor otak. Biaya operasi yang selangit—$150.000 yang cuma 40% ditanggung asuransi—memaksa Joe kembali ke arena rodeo untuk ikut kompetisi Legends Championship di Tulsa, Oklahoma, dengan hadiah $750.000.
Bersama sahabat lamanya, Charly (Mykelti Williamson), Joe harus menghadapi trauma masa lalu, fisik yang udah nggak prima, dan tentu saja, banteng-banteng ganas yang siap bikin dia terpelanting.
Plotnya sendiri memang nggak terlalu orisinal. Kalau kamu penggemar film olahraga atau drama keluarga, kamu pasti ngerasa déjavu sama alur “pahlawan yang udah pensiun balik lagi buat misi mulia”.
Tapi, The Last Rodeo punya cara sendiri untuk bikin cerita ini terasa hidup. Film ini nggak cuma soal Joe yang berjuang di atas banteng, tapi juga tentang bagaimana dia memperbaiki hubungan dengan Sally, yang terpaksa mengorbankan mimpinya untuk merawat ayahnya di masa lalu.
Tema pengampunan dan ikatan keluarga jadi jantungan cerita ini, ditambah sedikit bumbu iman yang nggak terlalu dipaksakan.
Review Film The Last Rodeo
Neal McDonough, yang berperan sebagai penutup di serial Justified atau Yellowstone, akhirnya mendapat sorotan utama di sini, dan dia nggak main-main. Perannya sebagai Joe penuh emosi—dari penyesalan, keteguhan, sampai kerapuhan seorang kakek yang rela ngeluarin nyawa demi cucunya.
Chemistry-nya dengan Mykelti Williamson sebagai Charly juga bikin film ini punya vibe buddy movie yang hangat. Williamson sendiri membawa humor dan kepekaan yang bikin karakternya nggak cuma jadi “teman pendamping”.
Sarah Jones sebagai Sally juga oke, meski karakternya agak kurang dieksplorasi secara mendalam. Sayangnya, beberapa karakter pendukung, seperti penyelenggara rodeo Jimmy Mack (Christopher McDonald), terasa cuma numpang lewat tanpa bikin kesan kuat.
Salah satu kekuatan The Last Rodeo adalah adegan-adegan rodeo-nya. Disutradarai oleh Jon Avnet, yang punya pengalaman dengan Fried Green Tomatoes, film ini berhasil menangkap intensitas dunia bull riding.
Kerja sama dengan Professional Bull Riders (PBR) bikin adegan-adegan rodeo terasa autentik, dengan bantuan sinematografi Denis Lenoir yang memakai GoPro dan slow-motion untuk bikin aku merasakan detik-detik mendebarkan di atas banteng.
Nama-nama banteng legendaris seperti Bodacious juga disebut, yang pasti bikin penggemar PBR kegirangan. Tapi, di luar adegan rodeo, visual film ini agak monoton dengan palet warna biru dan abu-abu yang bikin suasana rumah sakit atau peternakan kurang hidup.
Film ini punya hati. Meski ceritanya klise, eksekusinya bikin penonton gampang terhubung sama karakternya. Tema keluarga dan pengorbanan disampaikan dengan tulus, tanpa terasa sok suci. Elemen iman, yang jadi ciri khas produksi Angel Studios, dimasukin dengan natural—nggak seperti beberapa film faith-based yang suka maksa.
Adegan-adegan emosional, seperti saat Joe dan Sally mulai membuka hati, bikin air mata gampang netes. Ditambah lagi, film ini ramah keluarga dengan rating PG, cocok buat ditonton bareng dari anak sampai kakek-nenek.
Meski punya banyak momen mengharukan, The Last Rodeo nggak bebas dari kekurangan. Alurnya terlalu mudah ditebak—dari awal udah kelihatan ke mana ceritanya bakal ngalir.
Beberapa dialog juga terasa kaku, apalagi pas karakternya harus membahas perihal masa lalu Joe. Selain itu, film ini kurang mendalami budaya rodeo itu sendiri.
Dibandingkan National Anthem (2024) yang memberikan gambaran detail dan penuh rasa tentang dunia rodeo, The Last Rodeo cuma memberi sekilas, seperti cuplikan ESPN. Buat film yang mengambil latar sespesifik ini, jujur sih kurangnya eksplorasi budaya rodeo bikin ceritanya kehilangan dimensi.
Di Rotten Tomatoes, film ini dapat skor 69% dari 32 ulasan kritikus, dengan rating Metacritic 61/100, yang artinya “umumnya disukai”. Penonton di IMDb kasih rating rata-rata 6.4/10, dengan banyak yang memuji cerita yang heartwarming dan akting Neal McDonough, meski ada yang merasa film ini terlalu cheesy.
Film ini bikin mereka terinspirasi untuk memperbaiki hubungan keluarga, meski ada juga yang ngeledek plotnya yang “terlalu Hollywood”.
Secara keseluruhan, film ini berhasil memikat di hatiku yang suka drama keluarga, tapi mungkin nggak akan bikin gebrakan besar di box office, apalagi dengan saingan berat seperti Mission: Impossible – The Final Reckoning di tanggal rilis yang sama.
The Last Rodeo adalah film yang nggak bakal bikin kamu tercengang dengan orisinalitas, tapi pasti bikin hati hangat. Dengan akting kuat dari Neal McDonough, adegan rodeo yang mendebarkan, dan pesan tentang keluarga serta iman yang tulus, film ini cocok buat kamu yang nyari hiburan ringan tapi bermakna.
Meski ada kekurangan seperti alur yang mudah ditebak dan eksplorasi budaya rodeo yang kurang dalam, film ini tetap jadi pilihan solid buat movie night bareng keluarga.
Kalau kamu suka vibe Yellowstone tapi pengin sesuatu yang lebih ramah anak, The Last Rodeo bisa jadi jawabannya. Rating akhir: 7/10—lumayan, tapi nggak bakal bikin kamu pengin buru-buru beli topi koboi.
Film ini tersedia untuk streaming di Angel Studios, Amazon Video, Apple TV, dan Fandango at Home. So tunggu apa lagi buruan tonton dan rasakan keseruannya!
Baca Juga
-
Ulasan Film I Know What You Did Last Summer: Perpaduan Teror dan Nostalgia!
-
Review Film Sorry, Baby: Kisah Trauma yang Dibungkus dengan Apik!
-
Ulasan Film Ruang Rahasia Ibu: Misteri Emosional yang Menggugah Hati
-
Review Film Orang Ikan: Ketika Monster dan Manusia Saling Bentrok!
-
Ulasan Film Rahasia Rasa: Kuliner dan Sejarah dalam Satu Piring Emosi
Artikel Terkait
-
Review Film Like & Share, Potret Kelam Remaja di Balik Dunia Digital
-
Sinopsis Knowing: Menggali Kembali Misteri Kiamat oleh Nicholas Cage, Tayang Malam Ini di Trans TV
-
Review Film Sorry, Baby: Kisah Trauma yang Dibungkus dengan Apik!
-
Review Film Autumn Tale: Romansa Musim Gugur di Kebun Anggur
-
Review Film Daniela Forever: Perihal Mimpi Lucid yang Jadi Penjara Kenangan
Ulasan
-
Novel I'll Pretend You're Mine: Ketika Hubungan Palsu Berubah Menjadi Nyata
-
Ulasan Novel Aporia: Keraguan dan Kebingungan yang Tidak Mudah Dipecahkan
-
Ulasan Novel Lavina: Potret Realistis Kehidupan dan Percintaan Remaja SMA
-
Review Novel Malice dan Yellowface: Kebenaran di Balik Dunia Penerbitan
-
Buku What You Are Looking For Is in the Library: Harapan di Balik Rak Buku
Terkini
-
Sontek 5 Inspirasi Outfit Old Money ala Kimmy Kimberley, Super Elegan!
-
Fenomena Pekerja Ordal: Sebuah Jalan Pintas atau Jebakan Etika?
-
Erick Thohir Ungkap Kondisi Ole Romeny, Serahkan Keputusan pada Pelatih
-
Yes oleh Hyoyeon: Sambut Gairah Cinta dengan Berani dan Penuh Percaya Diri
-
Trailer Film The Map That Leads To You: Cinta Bersemi di Tengah Liburan