Wanita kelahiran Bali, 19 Mei 1978 ini, memang langganan juara sayembara menulis cerita. Ni Komang Ariani, pada tahun 2008 dinobatkan sebagai pemenang pertama Lomba Cerita Bersambung melalui noveletnya Nyanyi Sunyi Celah Tebing. Ia juga mendapat penghargaan sebagai pemenang berbakat dalam Lomba Cerpen bertema Lingkungan Hidup melalui cerpennya Kemana Iyah Sewaktu Banjir.
Selain seringkali mendapat anugerah pemenang, cerpen-cerpen Ni Komang Ariani juga kerap tersiar di Kompas, Suara Pembaruan, Jurnal Nasional, Seputar Indonesia, Tabloid NOVA, Bali Post, Majalah Kartini, dan Majalah Gadis. Di samping penulis, ia juga bekerja sebagai guru paruh waktu di Primagama English.
Berlimpahnya penghargaan yang diraih oleh Ni Komang Ariani serta karyanya yang bertebaran di media nasional, banyak khalayak mengenal dirinya juga tidak meragukan kualitas karyanya, termasuk satu karya yang berjudul Senjakala ini. Buku ini dinyatakan sebagai Pemenang I Sayembara Cerita Bersambung yang diadakan oleh Femina Tahun 2007.
Novel ini berisi tentang kisah seorang jurnalis perempuan dari Jakarta bernama Lily yang sedang berlibur ke Bali. Lily kemudian bertemu dengan Raka dan Naka, sepasang anak kembar, di Gunung Kawi, kawasan wisata terkenal di Bali. Dari pertemuan itulah yang menuntun cerita ini berkembang menjadi kisah percintaan, serta simpati yang tumbuh kepada anak-anak itu.
Sosok si anak kembar ini, ditulis oleh pengarang dengan bahasa menarik yang mengundang rasa penasaran. Ia menulisnya pada prolog sebagaimana dalam kutipan berikut:
Pernahkah engkau mendengar kisah tentang sepasang bocah kembar yang bermain di celah-celah tebing. Pernahkah engkau mendengar kisah mereka yang menjadi kesayangan raja-raja yang memerintah berabad-abad lalu. Pernahkah engkau mendengar lengking tawa mereka yang nyaring saat matahari pagi berebut kuasa dengan malam yang dingin. Legenda ini telah diceritakan turun-temurun dan hingga kini masih hangat dibicarakan. (Senjakala, halaman 1).
Ni Komang Ariani menemukan kiat yang jitu untuk menyusun kisah lewat babakan waktu yang berurutan dengan berbagai surat dari si kembar kepada pasangannya, yang saling bertaut, dan dengan itu membangun struktur cerita yang kuat dan mengalir dengan lancar. Membaca buku ini membuat pembaca mengenal lebih dalam lagi tradisi masyarakat Bali.
Baca Juga
-
4 Rekomendasi Tablet Layar 12 Inci Paling Worth It untuk Kerja Harian, Produktivitas Naik 10 Kali
-
Vivo X200T Siap Meluncur Awal Tahun 2026, Ukuran Compact dan Performa Kencang
-
4 Rekomendasi HP Terbaik 2025 dengan Harga Rp 2 Jutaan, Chipset Kencang dan Baterai Awet
-
4 Perangkat HP Murah Bawa Chipset MediaTek Helio G99, Harga Mulai Rp 1 Jutaan
-
Advan Macha Resmi Rilis, HP dengan Chipset Dimensity 7060 Pertama di Indonesia
Artikel Terkait
-
Pemkot Denpasar Bergerak! Happy Puppy Bali, Karaoke Keluarga yang Sediakan Miras dan LC Bertarif Rp 500 Ribu
-
Hutan Mangrove Bali Dipamerkan ke Delegasi G-20, tapi Dibabat Jadi Terminal LNG
-
Ulasan Novel Ferals: Pengendali Gagak, Bawa Kamu Mengarungi Banyak Petualangan
-
Liga 1 Dihentikan Entah Sampai Kapan, Stefano Cugurra: Bali United Tetap Latihan
-
Mengaku Punya Hutang Ratusan Juta, Ibu Rumah Tangga di Bali Bobol Rumah
Ulasan
-
7 Our Family: Luka Keluarga dari Sudut Anak Paling Terlupakan
-
Ahlan Singapore: Rebecca Klopper Terjebak di Antara Kiesha Alvaro dan Ibrahim Risyad
-
Ulasan Novel Timun Jelita: Bukti Mengejar Mimpi Nggak Ada Kata Terlambat!
-
Ulasan Novel The Mint Heart: Romansa Gemas Reporter dengan Fotografer Cuek
-
Review Novel Kami (Bukan) Sarjana Kertas: Potret Realistis Kehidupan Mahasiswa Indonesia