Sehari menjelang hari raya Idul Fitri, masyarakat Sulawesi Selatan memiliki tradisi yang disebut Ma' Burasa. Sebuah tradisi memasak Burasa beramai-ramai bersama tetangga dan keluarga. Kemudian Burasa ini akan dihidangkan saat lebaran untuk tamu hari raya.
Burasa adalah salah satu makanan khas masyarakat Makassar di Sulawesi Selatan. Makanan ini juga dikenal dengan nama lapat, lontong bersantan atau burasa.
Bentuknya hampir mirip dengan lontong namun lebih pipih dan dimasak dengan cara tersendiri. Biasanya Burasa ini makanan yang selalu ada pada hari-hari besar seperti lebaran Idul Fitri, biasanya tersaji bersama Coto Makassar.
BACA JUGA: Bahaya Charge Handphone di Tempat Umum saat Mudik, Simak Faktanya!
Burasa terbuat dari beras yang dimasak terlebih dahulu dengan santan yang banyak hingga menjadi nasi lembek yang kemudian dibungkus dengan daun pisang. Biasanya, burasa ini dibuat menjadi dua bagian dalam satu ikatan (menggunakan tali rafia atau daun pisang) kemudian direbus hingga matang.
Mengikat tali Burasa memiliki seni sendiri dan butuh keterampilan dengan istilah Massio' Burasa. Tali pada ikatan Burasa mewakili tali silaturahmi yang diperkuat menjelang hari raya Idul Fitri. Tali itu juga menjadi simbol ikatan batin antara anggota keluarga. Itu sebabnya saat mengikat Burasa, ikatannya harus kuat.
BACA JUGA: 4 Daftar Kudapan Lezat Khas Nusantara dengan Ketupat, Patut Kamu Coba!
Saat ini, Burasa dapat ditemukan di banyak wilayah karena banyaknya Suku Makassar yang merantau dan menetap di daerah-daerah lain sehingga makanan ini pun ikut menjadi bagian dari tradisi hari lebaran di daerah-daerah tersebut.
Asal Mula Burasa
Pada zaman dahulu, lelaki Bugis dan Makassar suka merantau. Mereka berlayar ke pelosok Nusantara untuk mengumpulkan rezeki termasuk uang panai. Orang-orang menjuluki mereka sebagai pelaut ulung dan perantau Handal.
BACA JUGA: 3 Daftar Isian Makanan Homemade Untuk Parcel Lebaran yang Wajib Kamu Coba
Setiap ingin berlayar dan merantau, lelaki Bugis dan Makassar membawa bekal nasi dan ikan. Namun bekalnya tudak bertahan lama dan cepat basi. Para wanita mencari pengganti bekal yang cepat basi tersebut. Mereka mulai memasak beras ketan yang terbungkus daun pisang, kemudian direbus lama agar tidak cepat basi.
Akhirnya, lahirlah masakan baru bernama Burasa. Sebuah lontong santan yang berbentuk pipih khas Sulawesi Selatan yang beraroma daun pisang. Garam dan santan menyatu dalam beras sehingga Burasa lebih gurih dibanding ketupat.
Artikel Terkait
-
Medan Maut Seko: Tantangan Berat Petugas Pilkada Sulsel Demi Suara Rakyat
-
Uni Eropa Sudah Larang BPA di Kemasan Makanan, Akankah Indonesia Menyusul?
-
Cara Citra Kirana Kenalkan Anaknya Makanan dan Minuman Sehat Sejak Kecil, Ajak ke Toko Susu?
-
Cara Mengurangi Risiko Asam Urat Yang Kerap Menyebabkan Nyeri Jempol Kaki
-
Tiko Anak Ibu Eny Tolak Pekerjaan Bergaji Besar, Alasannya Bikin Salut: Mental Orang Kaya
Ulasan
-
Review Gunpowder Milkshake: Ketika Aksi Bertemu dengan Seni Visual
-
Ulasan Buku My Home: Myself, Rumah sebagai Kanvas Kehidupan
-
Menggali Makna Kehidupan dalam Buku Seni Tinggal di Bumi Karya Farah Qoonita
-
Bisa Self Foto, Abadikan Momen di Studio Terbesar Kota Jalur
-
Ulasan Buku Bersyukur Tanpa Libur: Belajar Menerima Apa yang Kita Miliki
Terkini
-
PSSI Targetkan Timnas Indonesia Diperingkat ke-50 Dunia pada Tahun 2045 Mandatang
-
Memerankan Ibu Egois di Family by Choice, Kim Hye Eun: Saya Siap Dihujat
-
3 Serum yang Mengandung Tranexamic Acid, Ampuh Pudarkan Bekas Jerawat Membandel
-
3 Varian Cleansing Balm Dear Me Beauty untuk Kulit Kering hingga Berjerawat
-
Alfan Suaib Dapat Panggilan TC Timnas Indonesia, Paul Munster Beri Dukungan