Saat mendengar kata Madura yang tertangkap pertama kali adalah keluguan, kekerasan, kecerdasan dan kelucuan. Orang Madura itu unik dalam cara berbicara, tingkah laku dan cara ia menanggapi persoalan. Inilah yang tergambar pada kesan awal saat membaca cerita-cerita dalam buku kumpulan cerpen Mata Blater karya Mahwi Air Tawar ini.
Blater merupakan tokoh penting yang sulit dicari kesamaannya di daerah-daerah lain di luar Madura. Ia semacam preman tapi bukan preman, ia semacam jawara tapi bukan jawara. Blater menempati posisi penting kedua di pulau Madura setelah kiai. Kiai sebagai simbol religius yang dipatuhi, sementara blater adalah simbol dari kekuatan yang juga patut dipatuhi.
Buku kumpulan cerpen Mata Blater ini sangat cocok untuk pembaca yang ingin mengenal lebih luas mengenai keadaan alam di Madura, karakter orang, serta ragam budaya Madura.
Dalam buku ini, kondisi alam di pulau Madura digambarkan berudara panas, hamparan pantai, bukit gersang, dan ladang-ladang garam. Karakter orang-orangnya lugu, keras dan lucu. Serta berbagai budaya yang dikenalkan, seperti sapi sonok, karapan sapi, ritual meminta hujan, tandak, dan lain sebagainya.
Nama-nama tokoh yang ditampilkan juga Madura banget, seperti Madrusin, Dulakkap, Mahwani, Durama, Musdar, Matlar, Lubanjir, Jumira, Tanjib, Sati, Indrajid, Santap, Satnawi, Ke Lesap, Kandar, Markoya dan lain sebagainya.
Bagi seorang blater yang berhak memukulnya tiada lain hanyalah ibu dan bapaknya. Selain keduanya jika memukul seorang blater akan langsung dianggap lawan yang layak dihajar. Orang-orang mengerti, tak satu pun berani menghalangi langkah seorang blater.
Kebanyakan blater bertindak bukan atas nama kepentingan pribadi, namun sebab menjaga harga diri, demi privasi keluarga, orangtua, guru, sanak saudara, tradisi yang diusik, desa yang dicemari, serta lainnya. Ia membela yang pantas dibela, meski ia tidak memiliki jabatan.
Blater bukanlah orang yang kerap membuat onar dan menciptakan kekisruhan. Ia berani mati demi harga diri, demi keberlangsungan hidup yang damai antara sesama, dan keberlangsungan tradisi yang diyakini kebenarannya. Jika kita menghargainya, maka ia akan memperlakukan kita dengan baik dan penuh hormat. Dan jika kita melukai atau berbuat jahat sekali saja, maka ia akan membalasnya hingga remuk.
Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS.
Baca Juga
-
Suara Hati Rakyat kepada Para Pemimpin dalam Buku Bagimu Indonesiaku
-
Prosa Indah Riwayat Perang Bubat dalam Buku Citraresmi Eddy D. Iskandar
-
Cerdas dalam Berkendara Lewat Buku Jangan Panik! Edisi 4
-
Semangat Menggapai Cita-Cita dalam Buku Mimpi yang Harus Aku Kejar
-
Ulasan Buku 'Di Tanah Lada': Pemenang II Sayembara Menulis Novel DKJ 2014
Artikel Terkait
-
Menggali Xenoglosofilia: Apa yang Membuat Kita Tertarik pada Bahasa Asing?
-
Ulasan Buku Bersyukur Tanpa Libur: Belajar Menerima Apa yang Kita Miliki
-
Suara Hati Rakyat kepada Para Pemimpin dalam Buku Bagimu Indonesiaku
-
Ulasan Film 'Green Book': Bersatunya Dua Perbedaan dalam Satu Mobil
-
Ulasan Film The Lobster: Dunia Distopia yang Tak Ramah untuk Para Jomblo
Ulasan
-
Review Gunpowder Milkshake: Ketika Aksi Bertemu dengan Seni Visual
-
Ulasan Buku My Home: Myself, Rumah sebagai Kanvas Kehidupan
-
Menggali Makna Kehidupan dalam Buku Seni Tinggal di Bumi Karya Farah Qoonita
-
Bisa Self Foto, Abadikan Momen di Studio Terbesar Kota Jalur
-
Ulasan Buku Bersyukur Tanpa Libur: Belajar Menerima Apa yang Kita Miliki
Terkini
-
PSSI Targetkan Timnas Indonesia Diperingkat ke-50 Dunia pada Tahun 2045 Mandatang
-
Memerankan Ibu Egois di Family by Choice, Kim Hye Eun: Saya Siap Dihujat
-
3 Serum yang Mengandung Tranexamic Acid, Ampuh Pudarkan Bekas Jerawat Membandel
-
3 Varian Cleansing Balm Dear Me Beauty untuk Kulit Kering hingga Berjerawat
-
Alfan Suaib Dapat Panggilan TC Timnas Indonesia, Paul Munster Beri Dukungan