Scroll untuk membaca artikel
Candra Kartiko | Fathorrozi 🖊️
Buku Kuda Kayu Bersayap (Dok. Pribadi/Fathorrozi)

Yanusa Nugroho adalah nama yang populer di dunia sastra, terlebih bagi kalangan pengarang dan pembaca cerita pendek. Ia juga sangat menyukai dunia pewayangan. Maka, tidak heran jika sebagian cerita pendek dalam buku Kuda Kayu Bersayap ini, dua di antaranya berbicara mengenai wayang, yaitu cerpen berjudul Wayang dan Kalau Itu.

Sebagian dari delapan belas cerita pendek dalam buku terbitan Tiga Serangkai ini, pernah dimuat di media, seperti Kompas, Suara Pembaruan, Suara Merdeka, Media Indonesia, dan sebagainya. Namun, ada pula beberapa cerita yang belum sempat dipublikasikan.

BACA JUGA: Ulasan Novel The Sentimental Reasons: Kisah Pelik Cinta Terpendam

Menulis, bagi Yanusa, merupakan sebuah kebutuhan, tak ubahnya makan dan minum. Yaitu kebutuhan untuk mengungkapkan perasaan. Dan bentuk paling pas untuk menuangkan unek-unek dan perasaan itu adalah dengan menulis cerita pendek. Jadi, tak heran jika cerpen ciptaan Yanusa ternyata berubah menjadi bentuk protes atas apa yang ia dengar, ia lihat dan ia rasakan.

Di antara delapan belas cerita pendek dalam buku Kuda Kayu Bersayap ini, berjudul Anjing, Bom, Kambing, Randu, Baterai, Umairah, Wayang, Kuda Kayu Bersayap, Si Rambut Panjang Itu, Lho, dan Laki-Laki yang Menusuk Bola Matanya.

BACA JUGA: Ulasan Novel Switched Dating: Karya Penulis Korea tentang Perjodohan

Dalam cerpen Anjing, Yanusa bercerita soal tokoh 'aku' dan lima ekor anjing miliknya yang oleh orang-orang dianggap makhluk gila lantaran suka menyalak di malam hari dan menggigit orang. Anjing-anjing yang seringkali dipermasalahkan oleh masyarakat sekitar karena suka menggigit orang dan bermain di area masjid. 

Saking jengkelnya orang-orang, mereka sepakat untuk membuang anjing-anjing itu. Saat malam tiba, mereka masuk ke halaman rumah si pemilik anjing untuk meringkusnya. Namun, Rino -nama anjing yang galak- tiba-tiba mengusir mereka dan menggigitnya. Pak RT lalu datang bersama polisi dan menembak Rino.

Saat Rino menjemput ajalnya, sosok 'aku' merasa sangat gundah dan kehilangan. Yanusa menggambarkan kejadian itu dengan amat detail, seperti kutipan berikut:

BACA JUGA: Jurus Ampuh Menjadi Penyair dalam Buku 'Gusti Mboten Shareloc'

"Kusaksikan butiran peluru meluncur indah, membentuk komposisi cantik, menembus tubuh Rino dengan mencipratkan kelopak-kelopak mawar dari luka tubuhnya. Dalam gerak lamban itu, kusaksikan betapa indahnya tubuh Rino, melengkus ke atas, keempat kakinya menggapai keadilan, leher dan moncongnya seakan mengoyak sunyi." (hlm. 19).

Rinci sekali menggambaran kejadian itu. Demikian pula dengan cerita-cerita yang lain, Yanusa cukup mahir mengolah penggambaran yang sedemikian gamblang, sehingga pembaca cerita-ceritanya terasa ikut larut dalam peristiwa yang sedang dialami.

Dengan membaca cerpen Anjing tersebut, pembaca dapat memetik pelajaran yang tersirat. Salah satu pelajaran itu adalah agar dalam bertetangga kita harus saling menghargai dan saling menghormati. Serta tidak lupa untuk saling berkomunikasi demi terjalinnya hubungan yang terus semakin baik.

Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS

Fathorrozi 🖊️