Scroll untuk membaca artikel
Hikmawan Firdaus | Lena Weni
Lomba Perahu Bidar (Instagram/palembangnow)

Selain dimeriahkan dengan aneka lomba khas tujuh belasan, perayaan HUT RI di Kota Palembang juga semarak oleh pergelaran lomba perahu bidar, lho! Dan buat kamu yang belum tahu apa itu lomba perahu bidar wajib simak artikel ini sampai habis, ya! 

Lomba perahu bidar merupakan lomba balap dayung tahunan (tiap HUT RI dan HUT Kota Palembang) yang diselenggarakan di Sungai Musi Kota Palembang. Perlombaan adu cepat mendayung perahu ini mampu menyedot banyak perhatian baik dari masyarakat lokal maupun luar Palembang. 

Hal ini terbukti dari ramainya masyarakat yang memadati pelataran Benteng Kuto Besak demi menyaksikan keseruan perlombaan. Lantas apa sih yang melatarbelakangi kemunculan lomba perahu bidar? 

Mengutip Jurnal Pendidikan Unsika yang berjudul Tradisi Perahu Bidar sebagai Warisan Budaya dalam Kehidupan Masyarakat Kota Palembang (2022), disebutkan bahwa keberadaan lomba perahu bidar erat kaitannya dengan keberadaan perahu pencalang (perahu cepat menghilang) dari era Kesultanan Palembang.

Perahu yang memiliki panjang 10-20 m, lebar 1,5 m-3 m, dan daya tampung sampai 50 orang ini, dulunya dimanfaatkan sebagai alat transportasi sungai, kendaraan pelesiran raja dan pangeran, juga sarana yang mendukung mobilitas prajurit untuk berpatroli sungai. 

Para ahli sejarah menduga, perahu pencalang inilah yang menjadi cikal bakal lahirnya perahu bidar. Dan oleh Kesultanan Palembang Darussalam perahu bidar kemudian dilestarikan melalui pergelaran lomba kenceran. 

Versi lain menyebut, bahwa perlombaan perahu bidar berawal dari legenda Putri Dayang Merindu yang populer di kalangan masyarakat kota Palembang. Menurut kisahnya, Putri Dayang Merindu adalah seorang gadis jelita yang diperebutkan oleh dua orang pemuda.

Alhasil, dipilihlah kompetisi perahu bidar sebagai penentu yang menjadikan salah satu dari mereka sebagai pendamping hidup Putri Dayang Merindu. Namun nahas, maut lebih dahulu bertemu dengan dua pemuda itu. Mereka ditemukan tewas terlungkup perahu bidarnya masing-masing. 

Sebab kejadian itu, Putri Dayang Merindu memilih bunuh diri dengan menusukkan belati beracun ke dadanya. Sebelum, menemui ajal, Putri Dayang Merindu berpesan agar tubuhnya dibelah dua untuk kemudian dikuburkan bersama dua orang pemuda yang mencintainya. 

Sikap Putri Dayang Merindu itulah yang membuat seluruh penduduk jadi sangat menghormatinya. Bahkan, untuk mengenangnya, penduduk setempat mengadakan perlombaan perahu bidar di Sungai Musi. 

Pada zaman kolonial Belanda sendiri, perlombaan perahu bidar digelar untuk memperingati hari kelahiran Ratu Belanda. Yang kemudian perlombaan perahu bidar ini diturunkan sebagai warisan budaya yang masih bertahan hingga kini. 

Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS.

Lena Weni