Scroll untuk membaca artikel
Ayu Nabila | Fathorrozi 🖊️
Buku Laki-laki Memang Tidak Menangis, tapi Hatinya Berdarah, Dik (DocPribadi/Fathorrozi)

Ingat cerita tentang Cak Dlahom dalam buku Merasa Pintar Bodoh Saja Tak Punya? Atau sembilan belas kumpulan reporter menukik dalam buku Mereka Sibuk Menghitung Langkah Ayam? Kedua buku menarik tersebut merupakan hasil tulisan karya Rusdi Mathari atau lebih akrab disapa dengan nama Cak Rusdi.

Buku dengan judul unik, Laki-laki Memang Tidak Menangis, tapi Hatinya Berdarah, Dik, ini pun juga berisi tulisan-tulisan Cak Rusdi dengan gaya yang berbeda lagi.

Identitas Buku

Judul: Laki-laki Memang Tidak Menangis, tapi Hatinya Berdarah, Dik

Penulis: Rusdi Mathari

Penerbit: Buku Mojok

Cetakan: VII, Agustus 2022

Tebal: viii + 84 halaman

ISBN: 978-623-7284-36-9

Ulasan Buku

Ada banyak tema yang diusung oleh Rusdi Mathari dalam buku Laki-laki Memang Tidak Menangis, tapi Hatinya Berdarah, Dik, ini. Sejauh yang saya baca, tema-tema yang dibawa Cak Rusdi berupa tema percintaan dan instropeksi.

Beraneka macam gaya Cak Rusdi dalam menuangkan tulisan mengenai tema-tema tersebut. Ada yang ia tulis panjang, sedang, pendek, dan pendek sekali.

Salah satu tema percintaan yang ia tulis dengan sangat pendek namun mengena itu bisa disimak pada judul Kenangan.

Dan kamu tahu, Dik, yang paling menyesakkan dan membuat hati laki-laki berdarah-darah adalah kenangan (halaman 7).

Di sini diketahui, kenangan sebagai sesuatu yang menyesakkan dada bagi seorang laki-laki, bahkan menjadikan hatinya berdarah-darah. Saat jalinan cinta sudah usai, maka hanya tinggallah kenangan. Dan kenangan tersebut yang tiada henti terus diingat. Setiap kali mengingatnya sesaklah seisi dada.

Sementara tema instropeksi yang diusung Cak Rusdi, di antaranya berjudul Mulut.

Mulutku mengajarkan orang tentang kebajikan dan ketidakbajikan, tapi sebetulnya aku hanya mengharapkan orang-orang agar memujiku sebagai orang yang bijaksana. Mulutku menasehati orang, tapi perbuatan dan tingkah lakuku, jauh dari yang aku nasihatkan. Mulutku memberitahukan dan mengajarkan sesuatu, hanya agar aku dianggap berilmu.

Sering aku merasa telah berkata sesuai hati nurani, tapi sebetulnya aku hanya merancang agar orang lain bisa mengagumiku, tidak meremehkanku. Kata-kata dari mulutku aku rancang sehalus mungkin, tapi aku maksudkan untuk mengiris perasaan orang lain (halaman 80).

Tulisan ini merupakan jelmaan dari pengakuan diri dan orang lain kebanyakan, bahwa seringkali manusia hanya pandai berbicara, namun dirinya tak bisa mengamalkan apa yang dibicarakan. Sikapnya di kehidupan nyata sama sekali tak sesuai dengan kelembutan perkataannya di depan publik. Jika boleh menyertakan pakai kalimat lain, "kata-katanya rohani, perbuatannya roh halus." 

Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS

Fathorrozi 🖊️