“Perselingkuhan itu, tidak perlu alasan dan tidak termaafkan!”
Kalimat di atas yang merupakan dialog dalam novel Yamaniwa karya dari Netty Virgiantini, rasanya cukup mewakili garis besar cerita yang bertemakan perselingkuhan, dan yang akan saya ulas berikut ini.
Niwa, nyaris berusia tiga puluh tahun dan masih saja melajang. Gadis itu berulang kali gagal dalam menjalin hubungan cinta, yang menurut Era, sahabatnya, disebabkan adanya hukum karma.
Niwa pernah menyelingkuhi Yama, kekasihnya, saat ia masih duduk di bangku SMK. Ia mendua dengan seorang mahasiswa PPL, Arvin, yang mengajar olahraga di sekolahnya.
“Karma. Hukum karma! Siapa yang menabur angin, dia akan menuai badai. Siapa yang menanam, dia bakal memanen hasilnya. Siapa yang menyakiti hati seseorang, dia juga akan merasakan sakit yang sama. Seperti yang kamu lakukan dengan mengkhianati Yama, akhirnya kamu sendiri yang menuai akibatnya.” (hlm 50)
Ketika suatu hari, Yama tiba-tiba muncul di ruko Niwatasari Modiste dan meminta tolong pada Niwa untuk menjahitkan baju pengantin untuk calon istrinya, Niwa menduga itu adalah bentuk balas dendam Yama.
Niwa yang masih mencintai Yama harus berjuang dengan cemburu dan rasa sakit yang tiba-tiba muncul, setelah mengetahui rencana pernikahan Yama. Namun, Niwa pun merasa ini adalah kesempatan baginya untuk meminta maaf pada Yama.
Tiba-tiba sebuah pemikiran melintas begitu saja di otak Niwa. Apa mungkin dia datang ke sini untuk membalas dendam? Dengan memintaku membuatkan kebaya pengantin calon istrinya, dia tahu bakal menyakiti hatiku. Tapi mana mungkin dia tahu kalau aku …. (hlm 66)
“Aku sudah merenungkannya. Walaupun rasanya sangat berat. Aku mencoba ikhlas mengerjakannya. Akan kubuat yang terbaik. Sampai batas maksimal yang bisa kulakukan. Mungkin ini salah satu caraku minta maaf pada Yama. Aku ingin istri Yama menjadi perempuan paling cantik saat mengenakan kebaya buatanku dan Yama jadi laki-laki paling gagah saat memakai beskapnya.” (hlm 93)
Sebagai pembaca, saya sangat puas mendapati ending yang mencengangkan. Sebuah plot twist yang patut diacungi empat jempol. Akhir yang manis dan melegakan.
Kehadiran tokoh pendukung, Era yang keibuan dan Sisil, yang ceplas ceplos, tanpa tedeng aling-aling, berhasil memberikan warna yang berbeda dan menyegarkan.
Apalagi bahasa yang digunakan dalam novel ini juga demikian renyah, dibumbui dengan dialog njawani di sana-sini membuat novel ini tampil berbeda dari kebanyakan novel lainnya.
Pelajaran yang bisa diambil dari novel ini adalah bagaimana kita seharusnya bisa menjaga kesetiaan. Sebab, sebuah perselingkuhan nyatanya akan mendatangkan penyesalan seumur hidup.
Baca Juga
-
Menelusuri Jejak Mimpi dalam Novel Unforgotten Dream
-
Keserakahan yang Membawa Sengsara dalam Buku Peladang yang Loba
-
Ulasan Buku Sepupu Misterius, Rahasia Sang Penulis Cilik
-
Mengungkap Rahasia Masa Lalu dalam Novel Gadis Misterius
-
Ulasan Novel Dancing Cupcake, Bukan Sekadar Kisah Romansa Semanis Cupcake
Artikel Terkait
-
Perbandingan antara Novel dan Series 'Gadis Kretek', Dua-duanya Bombastis!
-
Gunawan Dwi Cahyo Bakal Laporkan Akun Penyebar Fitnah di Tengah Perceraiannya dengan Okie Agustina
-
Review Novel Gravitasi Matahari, Kisah Perjodohan di Era Modern
-
Usai Rumah Tangganya Diterpa Isu Perselingkuhan, Sarah Ahmad Pamerkan Kedekatan dengan Asnawi Mangkualam
-
Ulasan Novel 'Little Love': Kisah Remaja yang Menemukan Makna Masa Depan
Ulasan
-
Ulasan Drama Korea Salon de Holmes: Ketika Ibu-Ibu Kompleks Jadi Detektif Dadakan
-
Madame Wang Secret Garden: Kafe ala Studio Ghibli di Tengah Kota Malang!
-
Ulasan Buku Less is More, Sebuah Panduan Hidup Minimalis ala Jepang
-
Golden dari HUNTR/X, Lagu tentang Jadi Versi Terbaik dan Terus Bersinar
-
Tingkatkan Potensi dan Raih Mimpimu dalam Buku The Potential Dream
Terkini
-
Keren! Semua Episode Anime Takopi's Original Sin Dapat Rating 9 ke Atas
-
BRI Super League: Pelatih Fisik Persib Bandung Update Kondisi Cedera Saddil Ramdani
-
Main Futsal Sekalian Cari Makna: Saat Lapangan Jadi Ruang Tafsir Hidup
-
Dear Pemerintah, Ini Tips Menyikapi Pengibaran Bendera One Piece
-
Ternyata, Feminitas Toksik Masih Membelenggu Kebaya hingga Saat Ini