Novel “Selamat Tinggal” karya penulis best seller Tere Liye pasti relevan dengan banyak pembaca yang masih kuliah atau pernah menyelesaikan bangku perkuliahan. Terutama bagi mereka yang tidak lulus tepat waktu dan sudah bosan dengan pertanyaan “kapan lulus?”
Rasanya pasti tertekan, malu, sekaligus muak.
Mungkin itulah yang juga dirasakan Sintong, mahasiswa semester akhir yang belum juga lulus hingga tahun ke-6 perkuliahannya. Sintong diceritakan sedang berjuang untuk mengumpulkan kembali mood untuk menyelesaikan skripsinya.
Membaca novel ini membuat saya jadi bernostalgia masa kuliah dulu. Karena atmosfer kampusnya benar-benar digambarkan dengan baik.
Sama seperti mahasiswa kebanyakan yang mengalami kesulitan ekonomi, Sintong pun terpaksa harus bekerja sebagai penjaga toko buku bajakan milik pamannya.
Saya jadi ingat dulu sewaktu kuliah juga sering ke pasar buku untuk membeli buku bajakan karena tergiur dengan harganya yang murah dan saya menyesalinya sekarang.
Saat itu, pengetahuan tentang banyaknya kerugian yang dirasakan oleh penulis, penerbit, dan orang-orang di balik layar dari sebuah buku, belum sebanyak sekarang.
Literasi di masa itu juga gaungnya belum sebesar sekarang sehingga masih banyak yang belum melek soal hal ini. Tere Liye sangat cerdas dalam memilih topik ini di dalam novelnya.
Lanjut ke Sintong yang berjuang menyelesaikan skripsi, profesinya sebagai penjaga toko buku bajakan membuatnya bertemu dengan karya langka Sutan Pane. Hal ini pun yang membuatnya berusaha memecahkan misteri sang penulis sebagai bahan untuk tugas akhirnya.
Jika kamu berharap akan menemukan kisah romansa dalam novel ini, maka kamu akan kecewa karena minimnya kisah bucin dalam karya ini.
Setelah membaca “Selamat Tinggal”, saya jadi tahu yang dimaksud penulis di sini adalah perpisahan dengan hal buruk di masa lalu. Seperti Sintong yang berpisah dengan profesinya yang berkaitan dengan buku bajakan.
Pasalnya, memplagiat karya orang lain tentu saja bertentangan dengan moral, hukum, maupun agama. Melalui novel ini, Tere Liye berpesan untuk jangan ragu memerangi karya bajakan.
Akhir kata, sebarkanlah inspirasi yang didapat dari novel ini karena perjuangan Sintong dan pentingnya memerangi buku bajakan adalah hal yang harus dilakukan semua orang.
Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS
Baca Juga
-
Gaming hingga Ngonten, 4 HP POCO RAM 8GB Termurah Mulai Rp 1 Jutaan
-
3 HP Realme RAM 12 GB Mulai Rp2 Jutaan, Gesit Buka Banyak Aplikasi Sekaligus
-
Lancar Main Roblox hingga Nugas, 4 Rekomendasi Tablet Mulai Rp1,9 Jutaan
-
Bukan Sekadar 5 Lawan 5, Ada Misi Besar di Lapangan Futsal Axis Nation Cup
-
Tiap Tim Memang Punya Strategi Formasi Futsal yang Berbeda
Artikel Terkait
-
Ulasan Novel Malice, di Balik Motif Pembunuhan Seorang Novelis
-
Heartwarming, Ini 5 Judul Novel Karya Penulis Jepang yang Menghangatkan
-
4 Rekomendasi Novel Genre Marriage Life, Penuh Pesan Kehidupan
-
Berbagai Cerita di Ibukota, Ini 4 Rekomendasi Novel Berlatar Kota Jakarta
-
Review Novel Harry Potter 3: Munculnya Sirius Black dan Hubungan Masa Lalu
Ulasan
-
Membaca Drama 'Genie, Make a Wish' Lewat Lensa Pengasuhan Kolektif
-
Review Film Ballad of a Small Player: Visual Ciamik tapi Kesan Akhir Kosong
-
The Principles Of Power: Rahasia Memanipulasi Orang Lain di Segala Situasi
-
Review Film Dongji Rescue: Kisah Heroisme Lautan yang Menggetarkan
-
Les Temptes de la Vie: Ketika Musik, Paris, dan Badai Hidup Menyatu
Terkini
-
Sosok Benjamin Paulus Octavianus, Dokter Spesialis Paru yang Jadi Wamenkes
-
Auto Ganteng Maksimal! 3 Ide Outfit Keren ala Mas Bree yang Bisa Kamu Tiru
-
Hari Kesehatan Jiwa Sedunia 2025: Kesehatan Mental Hak Semua Orang
-
Harus Diakui, Timnas Indonesia Kerap Kehilangan Identitas Permainan di Era Patrick Kluivert
-
Curhatan Anya Geraldine, Sering Dikirimi Video Siksa Kubur oleh Sang Ibu