Kata-kata adalah cerminan hati. Terlebih ketika apa yang kita sampaikan keluar secara spontan. Segala argumen akan terbentuk berdasarkan bagaimana suasana hati kita saat itu. Tutur kata yang baik biasanya mencerminkan kebaikan budi seseorang. Begitupun sebaliknya.
Tidak hanya berdasarkan apa yang baik terdengar, tapi lebih dari itu, kata-kata mengandung martabatnya. Sesuatu yang menjadi harga diri bagi seseorang yang menyampaikan.
Begitulah yang menjadi pembahasan dalam buku berjudul 'The Dignity of Words,' yang ditulis oleh Ki Ju Lee ini. Menurut penulis, kita bisa memahami kepribadian seorang manusia lewat apa yang dia sampaikan.
Buku ini terbilang unik karena mengangkat beberapa pembahasan tentang kemampuan berkomunikasi yang dibagi atas beberapa 'kuliah'.
Alih-alih menggunakan pembagian berdasarkan bab, penulis malah menggunakan kata kuliah untuk mengawali setiap bagiannya.
Misalnya pada kuliah pertama membahas tentang mendengarkan untuk menyampaikan isi hati.
Di bagian ini, penulis menekankan beberapa kata kunci dalam seni mendengarkan. Mulai dari cara menghormati, simpati, hingga cara menyampaikan diskusi.
Kemudian, di kuliah kedua penulis membahas tentang bagaimana sedikit berbicara tidak selamanya buruk. Karena pada dasarnya, yang terpenting dari sebuah komunikasi adalah substansi, merespons dengan perlahan, dan memperbaiki sudut pandang.
Di kuliah ketiga penulis membahas tentang bagaimana kata-kata bisa menggambarkan suara hati. Dan terakhir, kuliah keempat ditutup dengan pembahasan di balik kata-kata yang indah dan memikat.
Pembahasan yang menarik menurut saya adalah ketika penulis memberikan beberapa contoh bagaimana kekuatan kata-kata bisa mempengaruhi seseorang.
Sebagaimana dulu mantan presiden Amerika Serikat, Barack Obama yang dicintai karena memiliki kharisma dalam berkomunikasi dan menyentuh hati masyarakat.
Begitupun Napoleon Bonaparte yang menjadi salah satu tokoh penggagas revolusi Perancis yang begitu lihai dalam memanfaatkan kekuatan kata-katanya.
Salah satu pesan penting yang juga jadi pembahasan dalam buku ini adalah pernyataan bahwa yang terpenting bukanlah kemampuan berbicara seseorang, tapi kemampuan untuk mengatakan hal yang tepat, di waktu yang tepat.
Nah, bagi kamu yang tertarik untuk meningkatkan skill komunikasi, buku ini mungkin bisa menjadi salah satu rekomendasi buku yang sangat layak untuk dibaca!
Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS.
Baca Juga
-
Ulasan Buku Timeboxing: Atur Waktu di Era Digital Biar Hidup Nggak Chaos
-
Ironi Kasus Keracunan Massal: Ketika Petinggi Badan Gizi Nasional Bukan Ahlinya
-
Harga Buku Mahal, Literasi Kian Tertinggal: Alasan Pajak Buku Perlu Subsidi
-
Public Speaking yang Gagal, Blunder yang Fatal: Menyoal Lidah Para Pejabat
-
Headline, Hoaks, dan Pengalihan Isu: Potret Demokrasi tanpa Literasi
Artikel Terkait
-
Ulasan Novel 'Kota Bandung dan Biru' Kisah Pilu Anak Penyintas Bullying
-
Review Buku I Did a New Thing: Transformasi Hidup dalam Tantangan 30 Hari
-
Review Buku Kelinci Terbang Ingin Pulang: Eksplorasi Kehilangan Perpisahan
-
Menghargai Hidup Melalui Kisah Gadis Albino dalam Novel 'White Wedding'
-
Review Buku You Do You: Discovering Life through Experiments Self-Awareness
Ulasan
-
Ulasan Drama City of Romance: Rahasia dan Perlindungan dalam Kebohongan
-
Ulasan Novel Dirty Little Secret, Perjuangan Penebusan Cinta dari Masa Lalu
-
Review Film Air Mata Mualaf: Perjalanan Iman yang Mengiris Hati
-
Review Film In Your Dreams: Serunya Petualangan Ajaib Menyusuri Alam Mimpi
-
Review Film Riba: Teror Riba yang Merenggut Nyawa Keluarga!
Terkini
-
Dari Ferry Irwandi hingga Praz Teguh: Deretan Figur Publik yang Turun Tangan Bantu Korban Bencana
-
Dituding Bela Inara Rusli, Ini Tanggapan dr. Richard Soal Komentar Julid Netizen!
-
Iko Uwais Debut Sutradara: Tantang Stereotipe Orang Timur Lewat Film Timur
-
Antusiasme Tinggi Warnai Premiere Film Esok Tanpa Ibu di JAFF 2025
-
Generasi 'Lemah' atau Generasi Sadar Batas? Wajah Baru Dunia Kerja