Scroll untuk membaca artikel
Hernawan | Nuzurul Rochmah
Cover Buku Doa untuk Anak Cucu karya W.S. Rendra (Mizanstore)

Sebagai penyair sekaligus ikon perjuangan, W.S. Rendra kerap memasukkan realitas sosial dalam karya-karyanya, termasuk dalam antologi puisi yang berjudul Doa untuk Anak Cucu (2016). Sebagai wujud kritik, Rendra juga kerap tampil dan membacakan sajak-sajaknya dalam berbagai pementasan teater.

Dalam antologi ini, rasa cemas Rendra mampu menggambarkan bagaimana terpuruknya kondisi masyarakat yang sebagian besar justru didalangi oleh para pejabat negeri yang nir-adab, seperti halnya beberapa kasus di era Orde Baru yang kerap berhubungan dengan KKN (korupsi, kolusi, dan nepotisme).

Dalam puisi Pertanyaan Penting, terdapat larik-larik yang berisi pertanyaan sekaligus penentangan terhadap kondisi sosial-politik kala itu hingga meninggalkan banyak korban yang tidak bersalah. Penggalan sajak tersebut berbunyi, kenapa kamu bunuh Marsinah?//kenapa kamu bunuh para petani di Sampang, Madura?//kenapa kamu bunuh Udin, Moses, dan di Trisakti 4 orang mahasiswa?.

Dari puisi tersebut, Rendra menyorot berbagai kasus pelanggaran HAM berat pada masa pemerintahan Orde Baru di bawah kepemerintahan Soeharto. Seperti kasus pembunuhan Marsinah, seorang aktivis sekaligus buruh pabrik yang turut serta dalam unjuk rasa mengenai tuntutan kenaikan gaji bagi para buruh di tahun 1993 di Nganjuk. Imbas dari aksinya itu, Marsinah diculik dan secara mengenas ditemukan dalam keadaan tidak bernyawa dengan banyak bekas luka ditubuhnya.

Selain Marsinah, terdapat kejadian nahas yang juga menimpa para petani di Sampang, Madura atau yang dikenal dengan Tragedi Waduk Nipah 1993. Kasus tersebut berkaitan dengan pembebasan lahan milik para petani yang akan dibangun sebagai waduk oleh pemerintah. Tak mendapat informasi secara rinci dan jelas menurut Permendagri yang berlaku waktu itu, masyarakat jusru memperoleh tekanan dan ancaman. Para petani melakukan unjuk rasa secara berkala hingga puncaknya pada 25 September, terdapat empat korban tewas dalam aksi tersebut imbas dari tembakan aparat.

Kemudian, kasus pembunuhan seorang jurnalis dari Harian Bernas di tahun 1996, Fuad Muhammad Syafruddin atau yang dikenal akrab dengan nama Udin. Ia memperjuangkan kebenaran dengan kritik-kritik yang disampaikan melalui surat kabar perihal sistem pemerintahan yang tidak berjalan semestinya. Sebelum meninggal di rumah sakit, Udin mengalami penyiksaan yang keras hingga harus menjalani operasi.

Lalu, kasus tewasnya seorang mahasiswa dari Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang bernama Moses Gatutkaca. Aksi demonstrasi mahasiswa terhadap Rezim Soeharto gencar dilakukan pada tahun 1998 termasuk di Yogyakarta pada 8 Mei. Dalam aksi tersebut terjadi bentrokan hingga menyebabkan ratusan orang luka-luka dan satu orang tewas, yaitu Moses. Tragedi berdarah itu hingga kini disebut dengan Peristiwa Gejayan.

Terakhir, kasus yang sangat fenomenal ketika para mahasiswa, masyarakat, dan para buruh bersatu dalam unjuk rasa besar-besaran menuntut reformasi dengan turunnya Soeharto dan pemerintahan Orde Baru yang otoriter. Berbagai kasus pelanggaran HAM berat semakin marak kala itu. Termasuk peristiwa penembakan empat orang mahasiswa dari Universitas Trisakti pada 12 Mei. Keempatnya tewas dalam aksi tersebut dan peristiwa ini pun akhirnya disebut dengan Tragedi Trisakti 1998.

Dari sajak-sajak yang ditulis Rendra, pembaca dapat melihat rekam jejak pemerintahan Orde Baru yang beringas terhadap siapa saja yang berani melontarkan kritik terhadap jajaran pemerintahan kala itu.

Tak hanya pada puisi Pertanyaan Penting, sajak-sajak yang mengangkat berbagai kasus sosial dan dinamika politik Indonesia dapat ditemukan pada puisi Kesaksian tentang Mastodon-Mastodon, Sajak Bulan Mei 1998 di Indonesia, He, Remco..., Kesaksian Akhir Abad, Perempuan yang Tergusur, Maskumambang, serta judul-judul lainnya dalam antologi puisi ini.

Nuzurul Rochmah