Scroll untuk membaca artikel
Ayu Nabila | Ellyca Susetyo
Awan-Awan di Atas Kepala Kita (Goodreads)

Awan-Awan di Atas Kepala Kita karya Miranda Malonka berkisah tentang Benjamin Iskandar, remaja yang baru memasuki usia sembilan belas saat ia memutuskan bunuh diri. Beruntung, Kirana Kharitonova datang di saat yang tepat dan menyelamatkannya.

Benjamin dan Kirana punya latar belakang bersebrangan, tapi keduanya bisa bersahabat. Bahkan, mereka saling membagi rahasia hingga batas antara yang sedang berlari, dan siapa yang butuh diselamatkan menjadi kabur.

Awan-Awan di Atas Kepala Kita karya Miranda Malonka punya gaya bercerita yang membuat terpikat. Cara memilih dan mengolah kata menjadi kalimat terasa mengalir. Narasi-narasinya tidak membosankan.

Seperti penggambaran latar, aksi, dan perasaan para tokohnya, semua bisa tersampaikan dengan baik. Pemilihan judulnya juga bagus. Jadi benar-benar dipikrkan dengan baik dan matang.

Di novel ini penulis menganalogikan perasaan manusia seperti cuaca, ada yang cerah dan ada juga yang merasa mendung. Jadi ini nyambung ke pemilihan judul untuk novel ini.

Meski Ben dan Kay sebagai tokoh utama punya porsi yang besar dalam novel ini. Namun, tetapi penulis juga memberikan ruang untuk Alejandro, tokoh di novel sebelumnya yang berjudul 'Orbit Tiga Mimpi'.

Meski begitu, sayangnya keberadaan Alejandro di 'Awan-Awan di Atas Kepala Kita' sedikit mengganjal. Hal ini karena kehadirannya yang timbul tenggelam. Padahal karakter ini punya andil cukup besar untuk tokoh Kay.

Bagi pembaca yang belum pernah membaca novel sebelumnya mungkin agak terasa membingungkan. Namun mungkin penulis punya alasannya sendiri, seperti masih adanya novel selanjutnya yang menggunakan "universe" ini. Dugaan ini muncul karena ada beberapa hal yang belum terselesaikan. Jadi seperti potongan puzzle yang sengaja disembunyikan.

Seperti yang disebutkan sebelumnya, judul novel ini mengacu ke perasaan, jadi membaca 'Awan-Awan di Atas Kepala Kita' membuat pembaca lebih memahami pikiran dan perasaan manusia yang rumit.

Jadi sebagai makhluk sosial, kita seharusnya bisa lebih peduli dan tidak mudah menghakimi perasaan orang lain. Karena masing-masing orang punya kekuatan mental yang berbeda.

Diperlukan sikap bijak saat membaca 'Awan-Awan di Atas Kepala Kita'. Jadi tidak menyerap mentah-mentah isinya karena pemikiran depresif dan aksi para tokohnya bisa menyebabkan trigger bagi sebagian orang.

Dialog antar tokohnya agak berat. Namun di sisi lain, pembaca bisa mendapat pengetahuan tentang kesehatan mental, meteorologi, filsafat, dan pola asuh tipis-tipis. Jadi bisa dapat ilmu sambil baca fiksi.

Kalau kalian mau baca 'Awan-Awan di Atas Kepala Kita', pastikan sedang dalam kondisi yang fresh/baik, ya!

BACA BERITA ATAU ARTIKEL LAINNYA DI GOOGLE

Ellyca Susetyo