Scroll untuk membaca artikel
Sekar Anindyah Lamase | Rosetiara Sahara
The Six Triple Eight (IMDb)

The Six Triple Eight adalah film drama perang yang disutradarai Tyler Perry, dan dibintangi oleh Kerry Washington, Eboni Obsidian, Oprah Winfrey, Sarah Jeffrey, Susan Sarondon, hingga Gregg Sulkin.

Film ini mengangkat kisah nyata tentang batalyon 6888th Central Postal Directory, satu-satunya batalyon wanita kulit hitam yang ditugaskan ke luar negeri selama Perang Dunia II.

Misi mereka adalah menyortir dan mengirimkan tumpukan surat yang belum tersampaikan kepada tentara Amerika yang sedang bertugas di Eropa.

Sinopsis

Cerita berfokus pada Lena Derriecott King (Ebony Obsidian), seorang wanita muda dari Pennsylvania yang memutuskan untuk bergabung dengan batalyon ini, setelah kehilangan kekasihnya, Abram (Greg Sulkin), yang gugur dalam medan perang.

Di sana, ia bertemu dengan wanita tangguh lainnya, termasuk Major Charity Adams (Kerry Washington), komandan batalyon yang tegas dan penuh dedikasi.

Bersama-sama, mereka menghadapi berbagai tantangan, mulai dari diskriminasi rasial, hingga kondisi tempat kerja yang cukup memprihatinkan.

Meskipun mengalami banyak rintangan, mereka berhasil memproses lebih dari 17 juta surat dalam waktu 90 hari, memastikan para tentara menerima kabar dari orang-orang terkasih, yang menjadi sumber dukungan di tengah kerasnya medan perang.

Selama menjalankan tugasnya, Lena juga menemukan surat dari Abram yang belum pernah ia terima sebelumnya.

Film ini tidak hanya menyoroti perjuangan mereka dalam menyelesaikan tugas, tetapi juga menekankan pentingnya kontribusi wanita kulit hitam dalam sejarah militer Amerika yang sering terlupakan.

Ulasan Film The Six Triple Eight

Di tengah kilasan sejarah Perang Dunia II yang sering didominasi oleh kisah para pria, The Six Triple Eight hadir sebagai angin segar.

Film ini mengangkat perjuangan nyata Batalyon 6888, unit wanita kulit hitam pertama yang ditugaskan untuk menangani tumpukan surat tak terkirim di Eropa.

Di bawah kepemimpinan Mayor Charity Adams, mereka tidak hanya berjuang melawan kerasnya medan perang, tetapi juga diskriminasi rasial dan seksisme yang begitu kental di era itu.

Namun, meskipun tema yang diusung tersebut sangat menarik dan penuh dengan potensi untuk menjadi karya yang menggugah, film ini kurang berhasil menyentuh hati penonton dan tidak sepenuhnya menggali kedalaman emosional dari kisahnya.

Akting Kerry Washington sebagai Mayor Charity Adams adalah salah satu aspek paling menonjol dalam film ini. Ia tak hanya menampilkan sisi keras seorang pemimpin yang harus tegas dalam menjaga disiplin di tengah rasisme yang merajalela, tetapi juga memperlihatkan sisi manusiawi yang penuh kerentanan.

Sayangnya, meski akting Kerry begitu solid dan membawa intensitas emosional yang kuat, film ini terasa kurang maksimal dalam pengembangan karakter lainnya.

Para pemeran pendukung, seperti Ebony Obsidian yang memerankan Lena Derriecott, memberikan performa yang solid, namun sering kali terasa tidak berdampak karena pengembangan karakter yang kurang mendalam.

Kita mengetahui perjuangan mereka dalam menghadapi diskriminasi, ketidakadilan, dan tantangan perang, namun film ini jarang menggali lebih jauh bagaimana tekanan tersebut mempengaruhi mereka secara emosional.

Hubungan antar anggota batalyon, yang seharusnya menjadi inti dari cerita, juga terasa kurang digarap dengan baik. Banyak karakter hanya muncul sebagai latar belakang tanpa adanya pengembangan yang signifikan, sehingga penonton tidak benar-benar merasa terhubung dengan mereka.

Selain itu, narasi film ini terkesan terlalu ambisius. Dengan mengusung banyak tema sekaligus, seperti diskriminasi rasial, kondisi perang, hubungan personal, hingga pentingnya komunikasi, The Six Triple Eight kadang kehilangan fokus.

Alih-alih memperkaya cerita, keberagaman tema ini justru membuat film terasa terburu-buru, sehingga momen-momen penting, seperti pencapaian monumental batalyon ini dalam menyortir tumpukan surat yang semula mustahil untuk diselesaikan, kurang diberi sorotan mendalam.

Beberapa adegan emosional, seperti saat para wanita bekerja tanpa henti menyortir surat, juga kurang mampu menampilkan betapa keras dan melelahkannya pekerjaan tersebut.

Dari segi visual, The Six Triple Eight juga tidak sepenuhnya berhasil menciptakan atmosfer Perang Dunia II yang kuat, meskipun film ini mencoba membawa penonton kembali ke masa tersebut dengan set dan kostum yang sesuai.

Adegan-adegan perang yang seharusnya intens dan mendebarkan justru terasa datar, dan efek visualnya pun kurang mendukung untuk menciptakan atmosfer yang diperlukan.

Kendati demikian, film ini tetap patut diapresiasi karena menyoroti kisah nyata yang selama ini jarang mendapat perhatian. The Six Triple Eight bisa kamu saksikan di Netflix.

CEK BERITA DAN ARTIKEL LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Rosetiara Sahara