Scroll untuk membaca artikel
Ayu Nabila | Fathorrozi 🖊️
Buku novel Jadilah Purnamaku, Ning (DocPribadi/Fathorrozi)

Ingat nama Khilma Anis, tentu ingat pula kepada novel spektakuler Hati Suhita yang filmnya juga mengguncang dada penonton di bioskop.

Ya, penulis novel Jadilah Purnamaku, Ning yang akan saya ulas kali ini juga ditulis oleh Khilma Anis.

Tak hanya itu, bahkan novel ini merupakan novel pertama yang ditulis oleh perempuan kelahiran Jember, 4 Oktober 1986 itu.

Novel ini berkisah tentang perempuan cerdas, aktivis pergerakan mahasiswa, pemimpin beberapa organisasi, juga penulis, bernama Nawang Wulan.

Ia pernah jatuh cinta kepada seorang teman laki-lakinya di pergerakan, bernama Alfin.

Namun, berakhir kandas bahkan menyayat hati sebab jalinan asmara keduanya tidak dapat restu dari orang tua Alfin yang merupakan seorang kiai pesantren.

"Saya mencintainya, Bah."

"Cinta saja tak cukup, Le. Dulu Zulfikar milih ibunya juga karena cinta. Tapi, apa jadinya? Mereka cerai. Begitulah kalau nggak sekufu. Nggak akan pernah bisa menyamakan visi-misi. Kamu mau jadi apa, Le?"

"Tapi. Tapi, saya mencintainya, Bah."

"Abah ini sudah merasakan pahit getir hidup, Le. Abah pengen yang terbaik buat kamu. Buat pesantren kita. Carilah istri yang salihah. Yang bisa menemanimu berjuang. Mempertahankan dan mengembangkan apa yang telah Abah rangkai sejak dulu." (Halaman 92).

Cinta antara Nawang Wulan dan Alfin tak direstui oleh Abah Alfin karena alasan tidak sekufu.

Dalam arti, antara laki-laki dengan calon istrinya tidak sebanding, tidak sama kedudukannya, tidak sebanding dalam tingkat sosial dan tidak sederajat dalam kekayaan dan keturunan.

Abah Alfin teringat pernikahan Damayanti, ibu Nawang Wulan yang keturunan orang biasa, menikah dengan Zulfikar yang merupakan putra kiai pesantren, akhirnya bercerai.

Abah Alfin tak ingin putranya juga berakhir demikian.

Seiring bergulirnya waktu, pada suatu kesempatan Nawang Wulan bertandang ke kafe sekaligus toko buku milik Yasfa Syafa'ah.

Di sanalah awal pertemuan mereka berdua, kemudian tumbuh bibit-bibit cinta yang berujung ke mahligai pernikahan.

Tak dinyana, Yasfa ternyata merupakan anak angkat dari kiai pengasuh pesantren, Kiai Fahrobi.

Nawang Wulan beserta keluarganya juga tercengang sejak mengetahui hal itu.

Mereka trauma, khawatir akan mendapat perlakuan sama dengan Abah Alfin.

Ternyata tidak. Yasfa dan Nawang Wulan sudah dianggap anak sendiri oleh Kiai Fahrobi. Damayanti, ibu Nawang Wulan pun lega.

Keduanya hidup tenang dan bahagia di lingkungan pesantren.

Pesan moral dari novel ini adalah tidak semua kiai atau pengasuh pesantren memandang garis keturunan sebagai satu-satunya penentu turunnya restu pernikahan.

Seperti yang dialami oleh Nawang Wulan dan ibunya.

Mereka tidak lagi menaruh ketakutan kepada pesantren, karena yang selama ini mereka temui hanyalah satu dari sekian ribu pesantren.

Di luar itu, masih banyak pesantren yang justru memberikan ketentraman kepada banyak keluarga, kepada banyak orang tua, kepada masyarakat, juga kepada negara.

Selamat membaca! 

Identitas Buku

Judul: Jadilah Purnamaku, Ning

Penulis: Khilma Anis

Penerbit: Matapena LKiS Group

Cetakan: II, 2012

Tebal: 231 Halaman

ISBN: 979-1283-28-1

Fathorrozi 🖊️